Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Ahlan Wa sahlan di blog saya yang sangat sederhana ini

Salam Ukhuwah buat saudara-saudaraku yang telah mampir di blog saya , selamat berseluncur menikmati secuil ilmu yang ada disini . dan Semoga bermanfaat bagi setiap yang membaca nya .... Aamiin .....


Salam Ukhuwah



Abu Yumna

Sabtu, 25 Februari 2012

Apakah anak-anak dapat memutuskan shaf shalat berjama'ah ???

Pada shalat ied tahun 1430 H yang lalu, tepatnya pada tahun 2009, yang kebetulan kami shalat di masjid yang tak jauh dari tempat tinggal kami, pengurus masjid tersebut mengumumkan bahwa anak-anak tidak boleh ada di shaf/barisan orang dewasa, karena dapat memutuskan shaf… karena pengumuman tersebut, banyak para orang tua yang kebingungan karena harus memindahkan anak-anaknya ditempat yang aman, dan tak sedikit pula diantara jamaah yang mengacuhkan pengumuman tersebut dengan alasan takut anak-anak mereka bermain-main karena jauh dari orang tuanya sehingga dapat menimbulkan keributan dan mengganggu kekhusu’an para jamaah.

Nah, benarkah anak-anak yang berada dibarisan orang dewasa dapat memutuskan shaf? Sehingga merusak kesempurnaan shalat jamaah?

Sempurnanya Shaf Sempurnanya Shalat Jamaah
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم سووا صفوفكم فإن تسوية الصف من تمام الصلاة

“Rasulullah saw., bersabda, “luruskanlah shaf-shaf kalian karena sesungguhnya lurusnya shaf itu merupakan kesempurnaan shalat.” (HR. Muslim I/324 no. hadits 433, dari Sahabat Anas bin Malik ra.). Dan juga hadits,

أقيموا الصفوف فإنما تصفون بصفوف الملائكة وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا في أيدي إخوانكم ولا تذروا فرجات للشيطان ومن وصل صفا وصله الله تبارك وتعالى ومن قطع صفا قطعه الله

“Luruskan shaf-shaf kalian karena sesungguhnya kalian itu bershaf seperti shafnya para malaikat. Luruskan di antara bahu-bahu kalian, isi (shaf-shaf) yang kosong, lemah lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kalian dan janganlah kalian menyisakan celah-celah bagi setan. Barangsiapa yang menyambung shaf, niscaya Allah akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya) dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya (dari rahmat-Nya)”. (HR. Ahmad II/97 no. 5724, dari Abdullah bin Umar ra., dinilai Shahih oleh Syeikh Syu’aib al-Arnuth dalam tahqiqnya terhadap Musnad Ahmad bin Hanbal)

Kedua hadits ini dan hadits-hadits serupa –yang tidak kami sebutkan disini- merupakan dalil bahwa kesempurnaan shaf adalah syarat bagi sempurnanya shalat jamaah, sehingga dalam shalat jamaah yang tidak sempurna shaf; jarang/tidak rapat, bengkok, bahkan terputus/tidak bersambung maka berkuranglah kesempurnaan shalat berjamaah tersebut.

Dan imam adalah orang yang paling bertanggung jawab akan segala hal yang berhubungan dengan kesempurnaan shalat jamaah. Karenanya, sudah selayaknyalah imam memperhatikan dengan sungguh-sungguh tegaknya shaf/barisan shalat jamaah sehingga kesempurnaan shalat berjamaah akan terwujud.

Shaf Anak-anak di Belakang Orang Dewasa

Sebagian orang yang beranggapan bahwa anak-anak dapat memutuskan shaf laki-laki dewasa berpegang pada hadits berikut;
حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي شَيْبَانَ، عن لَيْثٌ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أنه كان يجعل الرجال قدام الغلمان والغلمان خلفهم والنساء خلف الغلمان

Telah mengabarkan Abu Nadhir, telah mengabarkan kepadaku Abu Mu’awiyah yakni Syaiban dari Laits dari Syahr bin Hausyab dari Abi Malik al-Asy’ariy dari Rasulullah saw., “Adalah beliau saw., menjadikan laki-laki dewasa di depan anak-anak dan anak-anak dibelakang mereka, dan perempuan dibelakang anak-anak.” (HR. Ahmad V/344; Abu Daud I/181)

Keadaan Sanad

Abu Nadhir adalah Hasyim bin Qasim al-Khurasaniy (w. 205); Yahya bin Ma’in berkata, “Dia Tsiqah”. (Tarikh al-Baghdadi 14/65; Siyar A’lam an-Nubala’ 9/548; Mizanul I’tidal 4/290; Tadzkiratul Hufadz 1/359; Jarh wa Ta’dil 9/105)

Abu Muawiyah Syaiban adalah Ibnu Abdurrahman an-Nahwi (w. 164); Abu Hatim berkata, “Haditsnya Baik, Haditsnya ditulis”, Yahya bin Ma’in juga men-tsiqah-kannya. (Siyar 7/407; Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/377; Jarh wa Ta’dil 4/355; Mizanul I’tidal 2/285)

Laits adalah Ibnu Abi Salim bin Zunaim al-Umawiy (w. 143); Abu Hatim berkata, “Haditsnya ditulis tetapi haditsnya dhaif”, al-Haitsami berkata, Dia Tsiqah tetapi dia termasuk pen-tadlis hadits” (Siyar 6/179; Majma’ Zawaid 3/27; Tadzhibut Tahdzib 3/176; Syadzaratudz Dzahab 1/207)

Syahr bin Hausyab Abu Sa’id al-Asy’ariy (w. 111); Ibnu ‘Aun berkata, “Tidak ada yang bisa diambil dari Syahr,” An-Nasa’i berkata, “Laisa bil Qawwiy”, Ibnu Hajar berkata, “Dia Shoduq/Jujur tetapi banyak meng-irsalkan hadits,” dan Yahya bin Abi Bukair al-Kirmaniy berkata,
كَانَ شَهْرُ بنُ حَوْشَبٍ عَلَى بَيْتِ المَالِ، فَأَخَذَ خَرِيْطَةً فِيْهَا دَرَاهِمُ فَقِيْلَ فِيْهِ: لَقَدْ بَاعَ شَهْرٌ دِيْنَهُ بِخَرِيْطَةٍ

“Adalah Syahr bin Hausyab saat berada di Baitul Maal, ia mengambil/mencuri Peta yang bernilai beberapa dirham. Maka orang-orang berkata, “Syahr telah menjual agamanya untuk sebuah peta.” (Siyar A’lam an-Nubala’ 4/375; Tadzhibut Tahdzib 2/82; Jarh wa Ta’dil 2/382)

Abu Malik al-Asy’ariy adalah seorang sahabat Nabi saw., namanya adalah Ka’ab bin ‘Ashim (w. 18), ia wafat dimasa khalifah Umar ra., memimpin, ia meriwayatkan beberapa hadits dari Nabi saw. (Mu’jamus Shahabah 5/114)

Setelah melihat keadaan sanad hadits tersebut, nampak bagi kita kedlaifan/kelemahan dalam sanadnya yakni karena keberadaan Syahr bin Hausyab, sebagaimana disebutkan oleh Syeikh Syu’aib al-Arnuth dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Imam Ahmad 5/344. Dan Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani juga mengomentari hadits tersebut dengan berkata, “Sanadnya (hadits ini) dlaif/lemah karena dalam sanadnya terdapat Syahr, dan dia (syahr) adalah dlaif”. (Tamamul Minnah, 1/284).

Menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa anak-anak yang berada pada shaf orang dewasa dapat memutuskan shaf adalah tidak benar karena derajat hadits tersebut yang dlaif/lemah. Syeikh al-Albani juga berkata,
وفي صف النساء لوحدهم وراء الرجال أحاديث صحيحة وأما جعل الصبيان وراءهم فلم أجد فيه سوى هذا الحديث ولا تقوم به حجة فلا أرى بأسا من وقوف الصبيان مع الرجال إذا كان في الصف متسع وصلاة اليتيم مع أنس وراءه صلى الله عليه وسلم حجة في ذلك

“Dan dalam masalah shaf wanita di belakang shaf laki-laki ada hadits shahih yang menyatakan hal itu, adapun menjadikan anak-anak (khusus) dibelakang shaf laki-laki maka tidak ditemukan hadits yang serupa dengan hadits ini, dan hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah maka tidak mengapa menempatkan anak-anak bersama shaf orang dewasa jika shaf tersebut masih longgar dan (hadits) shalatnya dua anak yatim bersama Anas (bin Malik) dibelakang Nabi saw., adalah hujjah dalam permasalahan ini.” (Tamamul Minnah, 1/285)

Lembaga Fatwa Saudi Arabia mengatakan: “Yang sesuai Sunnah untuk anak-anak, apabila ia telah mencapai usia tujuh tahun atau lebih, untuk berdiri di belakang imam sebagaimana orang-orang yang telah baligh. Apabila yang ada hanya satu, maka ia berdiri di samping kanan imam, karena sudah jelas dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shalat di rumah Abu Thalhah, dan menjadikan Anas dan seorang anak yatim di belakangnya, sedangkan Ummu Sulaim di belakang keduanya. Juga telah ada dalam riwayat lainnya, bahwa beliau mengimami shalat Anas, dan menjadikannya di sebelah kanannya”. (Fatawa Lajnah Daimah, no. 1954, Jilid 8/20)

Bolehnya Anak-anak Berdiri di Shaf Orang Dewasa

Dari beberapa keterangan tersebut menjelaskan bahwa tidaklah mengapa menjadikan anak-anak berdiri bersama pada shaf orang dewasa, dan ini bukanlah sesuatu yang haram sebagaimana sangkaan sebagian orang, sehingga mereka mencari masjid lain hanya karena pada masjid tersebut dibolehkan anak-anak berada dalam shaf orang dewasa.

Adapun dalil kebolehan anak-anak berada pada shaf orang dewasa adalah hadits berikut;
وعن أنس بن مالك رضي الله عنه قالصليت أنا ويتيم في بيتنا خلف النبي صلى الله عليه و سلم وأمي أم سليم خلفنا

“Dari Anas bin Malik ra., berkata, “Aku shalat bersama anak yatim di rumah kami, kami dibelakang Nabi saw., dan Ibuku Ummu Sulaim dibelakang kami”. (HR. Bukhari 1/255)

Dalam hadits ini menerangkan bahwa saat Anas bin Malik shalat bersama Rasulullah saw., dan seorang anak yatim, maka Anas berdiri bersama anak yatim dalam satu shaf dibelakang Rasullullah, dan ini menunjukkan dibolehkannya orang dewasa berdiri bersama anak-anak dalam satu shaf. Jika tidak dibenarkan anak-anak berdiri di shaf orang dewasa tentunya Anas akan berdiri disamping kanan Rasulullah saw., sebagaimana hadits shalatnya Ibnu Abbas bersama Rasulullah dan Aisyah. Namun Anas berdiri bersama anak yatim membuat satu shaf dibelakang Rasulullah saw.

Inilah dalil akan kebolehan anak-anak berada pada shaf orang dewasa. Bahkan al-Imam al-Bukhari membuat satu bab khusus dalam shahihnya باب صفوف الصبيان مع الرجال في الجنائز (Bab Shaf anak-anak bersama orang dewasa dalam shalat jenazah). Ibnu Hajar al-Asqalani memberikan komentar atas judul bab tersebut dengan berkata,
وكان ابن عباس في زمن النبي صلى الله عليه وسلم دون البلوغ لأنه شهد حجة الوداع وقد قارب الاحتلام …

“Adalah Ibnu Abbas ra., di zaman Nabi saw., yang saat itu dia (Ibnu Abbas) belum baligh, ikut menyaksikan haji wada’ dan ia duduk bersama (dibarisan) orang-orang dewasa.” (Fathul Bari 3/242)

Inilah beberapa dalil yang menegaskan tentang kebolehannya anak-anak berdiri bersama orang dewasa dalam satu shaf shalat. Dan tidaklah dianggap putus shaf tersebut karena adanya anak-anak yang berdiri dalam shaf bersama mereka. Bahkan jika dicermati, dengan menempatkan anak-anak disamping orang tuanya maka akan jauh kemungkinan ia berbuat nakal, bermain-main dan menimbulkan kegaduhan lainnya karena ia merasa dalam pengawasan orang tuanya. Hal ini berbeda jika ia ditempatkan bersama anak-anak lainnya yang kemungkinan besar akan terpengaruh oleh temannya untuk membuat keributan yang dapat menyebabkan hilangnya kekhusu’an orang yang shalat.

Adapun bagi orang-orang yang beranggapan putusnya shaf karena adanya anak-anak di dalam shaf orang dewasa hendaknya mengutarakan dalil-dalilnya. Dan orang yang menetapkan suatu hukum hendaknya mengajukan dalil.

Namun demikian, hendaknya para orang tua memberikan pelajaran bagaimana seharusnya shalat berjamaah dan hal-hal yang menjadi sebab kesempurnaannya, sehingga mereka mengerti tatacara shalat berjamaah yang baik yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Dan hendaknya hanya anak-anak yang telah mumayiz (berumur +7 tahun) yang dibawa ke masjid untuk diajarkan/dibiasakan bagaimana shalat berjamaah. Sebagaimana sabda Nabi saw.,
مُرُوا أوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا ، وَهُمْ أبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المضَاجِعِ

“Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat jika sampai umur mereka 7 tahun dan pukullah mereka (jika tidak shalat) sedang umurnya sudah 10 tahun dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur kalian.” (HR. Abu Daud 1/185 no. 495; At-Tirmidzi no. 407)

Wallahu A’lam

4 komentar:

  1. Makasih banyak...sudah memposting artikel ini...sangat bermanfaat

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah terimakasih ilmunya...semoga Allah yg membalasnya...
    amin....

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah.... memang sampai saat ini pun masih banyak orang2 yg beranggapan keliru, melarang anak2 berada di shaf org dewasa. Terima kasih pak atas pencerahan nya. Izin share, semoga menjadi lebih bermanfaat. Amin.

    BalasHapus
  4. Terimakasih atas postingnya.. sungguh sangat bermanfaat bagi saya

    BalasHapus

MAJELIS ILMU AL ISLAMI DI FACEBOOK