Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Ahlan Wa sahlan di blog saya yang sangat sederhana ini

Salam Ukhuwah buat saudara-saudaraku yang telah mampir di blog saya , selamat berseluncur menikmati secuil ilmu yang ada disini . dan Semoga bermanfaat bagi setiap yang membaca nya .... Aamiin .....


Salam Ukhuwah



Abu Yumna

Rabu, 11 Juli 2012

PANDUAN IBADAH RAMADHAN

FIQIH PUASA BAGI MUSLIMAH

Dalam surat Al-Baqoroh ayat 183, Allah SWT memerintahkan umat Islam melaksanakan shiyam (puasa) untuk mencapai derajat taqwa. Perintah ini adalah umum, baik untuk pria maupun wanita. Tetapi dalam perincian pelaksanaan shiyam, ada beberapa hukum khusus bagi wanita. Hal ini terjadi karena perbedaan fithrah yang ada pada wanita yang tidak dimiliki oleh pria. Dalam kajian ini- insya Allah- akan dibahas hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita secara khusus.

Panduan Umum

1. Wanita sebagaimana pria disyari'atkan memanfaatkan 
bulan suci ini untuk hal-hal yang bermanfaat, dan 
memperbanyak menggunakan waktu untuk beribadah.
Seperti memperbanyak bacaan Al-Qur'an, dzikir, do'a, 
shodaqoh dan lain sebagainya, karena pada bulan ini amal 
sholeh dilipatgandakan pahalanya.

2. Mengajarkan kepada anak-anaknya akan nilai bulan 
Ramadhan bagi umat Islam, dan membiasakan mereka 
berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan 
hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai 
dengan tingkat kefahaman yang mereka miliki.

3. Tidak mengabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat 
berbagai variasi makanan untuk berbuka. Memang wanita 
perlu menyiapkan makanan, tetapi jangan sampai hal itu 
menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk 
mengisi waktunya dengan beribadah dan bertaqorrub 
(mendekatkan diri) kepada Allah.

4. Melaksanakan shalat pada waktunya (awal waktu)

Hukum berpuasa bagi muslimah berdasarkan umumnya firman Allah SWT (QS. Al-Baqoroh: 183) serta hadits Rasulullah SAW (HR.Bukhori & Muslim), maka para ulama' ber-ijma' bahwa hukum puasa bagi muslimah adalah wajib, apabila memenuhi syarat-syarat; antara lain: Islam, akil baligh, muqim, dan tidak ada hal-hal yang menghalangi untuk berpuasa.

Wanita Shalat Tarawih, I'tikaf dan Lailat al Qodr
Wanita diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid jika aman dari fitnah. Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian melarang wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah " (HR. Bukhori). Prilaku ini juga dilakukan oleh para salafush shaleh. Namun demikian, wanita diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya, tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya, tidak memakai angi-wangian, dan keluar dengan izin (ridho) suami atau orang tua.

Shaf wanita berada dibelakang shof pria, dan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang di belakang (HR. Muslim). Tetapi jika ia ke masjid hanya untuk shalat, tidak untuk yang lainnya, seperti mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan Al-Qur'an (yang dialunkan dengan baik), maka shalat di rumahnya adalah lebih afdlol.

Wanita juga diperbolehkan melakukan i'tikaf baik di masjid rumahnya maupun di masjid yang lain bila tidak menimbulkan fitnah, dan dengan mendapatkan izin suami, dan sebaiknya masjid yang dipakai i'tikaf menempel atau sangat berdekatan dengan rumahnya serta terdapat fasilitas khusus bagi wanita.

Disamping itu wanita juga di perbolehkan menggapai 'lailat al qodr', sebagaimana hal tersebut dicontohkan Rasulullah SAW dengan sebagian isteri beliau. (Lebih lanjut lihat panduan tentang i'tikaf dan lailat al qodr).

Wanita Haidh dan Nifas
Shiyam dalam kondisi ini hukumnya haram. Apabila haid atau nifas keluar meski sesaat sebelum maghrib, ia wajib membatalkan puasanya dan mengqodo'nya (mengganti) pada 
waktu yang lain.

Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci. Apabila ia suci pada malam hari Ramadhan meskipun sesaat sebelum fajar, maka puasa pada hari itu 
wajib atasnya, walaupun ia mandi setelah terbit fajar.

Wanita Hamil dan Menyusui
a. Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan 
kandungannya, ia boleh berbuka. 
b. Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan 
secara medis dari dua dokter yang terpercaya, berbuka 
untuk ibu ini hukumnya wajib, demi keselamatan janin yang 
ada dikandungannya. 
c. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan 
dirinya, bukan kesehatan anak atau janin, mayoritas ulama' 
membolehkan ia berbuka, dan ia hanya wajib mengqodo' 
(mengganti) puasanya. Dalam keadaan ini ia laksana orang
sakit. 
d. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan 
janin atau anaknya (setelah para ulama' sepakat bahwa 
sang ibu boleh berbuka), mereka berbeda pendapat dalam 
hal: Apakah ia hanya wajib mengqodo'? atau hanya wajib
membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari 
sejumlah hari yang ia tinggalkan)? atau kedua-duanya 
qodho' dan fidyah (memberi makan):

- Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan 
memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang 
ditinggalkan. 
- Mayoritas ulama' mewajibkan hanya mengqodho'. 
- Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya; qodho' dan 
fidyah. 
- DR. Yusuf Qorodhowi dalam Fatawa Mu'ashiroh mengatakan 
bahwa ia cenderung kepada pendapat yang mengatakan 
cukup untuk membanyar fidyah (memberi makan orang 
setiap hari), bagi wanita yang tidak henti-hentinya hamil 
dan menyusui. Tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui, 
kemudian hamil dan menyusui, dan seterusnya, sehingga ia 
tidak mendapatkan kesempatan untuk mengqodho' puasanya.

Lanjut DR. Yusuf al-Qorodhowi; apabila kita membebani dengan mengqodho' puasa yang tertinggal, berarti ia harus berbuasa beberapa tahun berturut-turut sertelah itu, dan itu sangat memberatkan, sedangkan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hambaNya.

Wanita yang Berusia lanjut
Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia boleh tidak berpuasa. Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan untuk melaksanakan (mengqodho') puasa pada tahun-tahun berikutnya, karena itu ia hanya wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin).

Wanita dan Tablet Pengentas Haidh
Syekh Ibnu Utsaimin menfatwakan bahwa penggunaan obat tersebut tidak dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita di masa Rasulullah SAW tidak pernah membebani diri mereka untuk melakukan hal tersebut.

Namun apabila ada yang melakukan, bagaimana hukumnya ?. Jawabnya: Apabila darah benar-benar terhenti, puasanya sah dan tidak diperintahkan untuk mengulang. Tetapi apabila ia ragu, apakah darah benar-benar berhenti atau tidak,maka hukumnya seperti wanita haid, ia tidak boleh melakukan puasa. ( Masa'il ash Shiyam h. 63 & Jami'u Ahkam an Nisa' 2/393)

Mencicipi Masakan
Wanita yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan atau tidak atau yang lain-lainnya. Maka bolehkah ia mencicipi masakannya?

Para ulama' memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan tidak sampai di tenggorokan, dalam hal ini diqiyaskan dengan berkumur. (Jami'u Ahkam an Nisa').


Sumber : eramuslim.com

MENYAMBUT RAMADHAN


TARHIIB RAMADHAN
 
Alhamdulillah, pada tahun ini kita-insya Allah- akan kembali bertemu dengan tamu mulia bulan
suci Ramadhan. Bulan penuh berkah, rahmat dan maghfirah, bulan diwajibkan shiyam dan
diturunkan Al-Qur’an sebagai hidayah untuk manusia. Malam diturunkan Al-Qur’an disebut Malam
Kemuliaan (Lailatul Qodr) yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan ibadah dan pembinaan kaum
muslimin menuju derajat muttaqiin.
 
Khutbah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyambut Ramadhan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat gembira dan memberikan kabar gembira kepada
umatnya dengan datangnya bulan Ramadhan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan keutamaan-keutamaannya dalam pidato penyambutan bulan suci Ramadhan:
عَنْ سَلْمَانَ الفَارِسِي قَالَ: خَطَبَنَا رَسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَان فقال "يا
الى 􀑧 لَ اللهُ تَعَ 􀑧 أيها النا سَ قَدْ أَظَلَّكُم شَهْرٌ عَظِيْمٌ شه رٌ مُباركٌ، شه رٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، وَجَعَ
ا 􀑧 ضَةً فِيْمَ 􀑧 نْ أَدَّى فَرِيْ 􀑧 انَ آَمَ 􀑧 رِ آَ 􀑧 نَ ا لْخَيْ 􀑧 صْلَةٍ مِ 􀑧 هِ بِخَ 􀑧 رَّبَ فِيْ 􀑧 نْ تَقَ 􀑧 صِيَامَهُ فَرِيْضَةً وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا، مَ
صَّبْرُ 􀑧 صب رِ وَال 􀑧 ه رُ ال 􀑧 سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فريضةً فِيْهِ آان آمن أدّى سَبْعِيْنَ فريضةً فيما سواه، وهو ش
ر ةً 􀑧 هُ مغف 􀑧 ان لَ 􀑧 ائِمًا آ 􀑧 هِ صَ 􀑧 رَ فِيْ 􀑧 نَ فَطََّ 􀑧 ؤْمِنِ، مَ 􀑧 ثَوَابُهُ ا لْجَنَّة، و شهرُ ا لْمُوَاسَاةِ وشه رٌ يُزَادُ فِيْهِ رِزْقُ الْمُ
ا 􀑧 ا: يَ 􀑧 يء . قُلْنَ 􀑧 رِه ش 􀑧 ن أج 􀑧 نْقُصَ مِ 􀑧 رِ أنْ يَ 􀑧 نْ غَيْ 􀑧 رِهِ مِ 􀑧 لَ أَجْ 􀑧 لِذُنُوْبِهِ، وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ ال نَّارِ، وآان له مث
ذا 􀑧 ي ا للهُ ه 􀑧 لم : يُعْطِ 􀑧 ه وس 􀑧 لى الله علي 􀑧 و لُ الله ص 􀑧 ال رس 􀑧 رسولَ ا للهِ لَيْسَ آُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ ال صَائم؟ فق
قَاهُ اللهُ 􀑧 ائِمًا سَ 􀑧 بَعَ صَ 􀑧 نْ أَشْ 􀑧 اءٍ، ومَ 􀑧 نْ مَ 􀑧 رب ةٍ مِ 􀑧 الثوابَ مَنْ ف طَّر صائما على مَذْقَةِ لَبَنٍ، أو تَمْرَةٍ، أو ش
قٌ 􀑧 رُهُ عِتْ 􀑧 مِنْ حَوْضِي شرب ةً لاَ يَظْمَأ حتَّى يدخلَ الجنةِ، وهو شهرٌ أَوَّلُهُ رحمةٌ وَأَوْسَطُهُ مغفرةٌ، وآخِ
صَالٍ: 􀑧 عِ خِ 􀑧 نْ أَرْبَ 􀑧 هِ مِ 􀑧 تَكْثِرُوْا فِيْ 􀑧 ار، فَاسْ 􀑧 مِنَ ال نَّارِ، مَن خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْآِهِ فيه غَفَرَ له و أَعْتَقَهُ مِنَ الن
ا 􀑧 وْنَ بِهِمَ 􀑧 انِ تَرْضَ 􀑧 صْلَتَانِ ال لَّتَ 􀑧 ا ا لْخَ 􀑧 ا. فَأَمَّ 􀑧 خَصْلَتَانِ تَرْضَوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَخَصْلَتَانِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَ
ةَ 􀑧 سْأَلُوْنَ الجن 􀑧 ا فَتَ 􀑧 م عنهم 􀑧 ى بِك 􀑧 ان لا غِنَ 􀑧 ا اللت 􀑧 سْتَغْفِرُوْنَهُ، وأمَّ 􀑧 ه إلاَّ الله وَتَ 􀑧 شَهَادَةُ أنْ لاَ إل 􀑧 مْ فَ 􀑧 رَبَّكُ
دخ لَ 􀑧 ى ي 􀑧 أُ حتَّ 􀑧 ربةً لاَ يَظْمَ 􀑧 ي شُ 􀑧 نْ حَوْضِ 􀑧 قَاهُ اللهُ مِ 􀑧 ائما س 􀑧 ه ص 􀑧 بَعَ في 􀑧 نْ أَشْ 􀑧 ارِ وَمَ 􀑧 نَ النَّ 􀑧 هِ مِ 􀑧 وَتَعُوذُونَ بِ
الجنة
Dari Salman Al-Farisi ra. berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari
terakhir bulan Sya’ban: Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh
berkah, didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya
wajib, dan qiyamul lailnya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti
mendekatkan diri dengan kewajiban di bulan yang lain. Siapa yang melaksanakan kewajiban, maka
seperti melaksanakan 70 kewajiban di bulan lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan
kesabaran balasannya adalah surga. Bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rizki orang beriman.
Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api
neraka dan mendapatkan pahala seperti orang orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi
pahalanya sedikitpun ». kami berkata : »Wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam Tidak
semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa ? ». Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:” Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan satu
biji kurma atau seteguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan dimana awalnya rahmat, tengahnya
maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Siapa yang meringankan orang yang
dimilikinya, maka Allah mengampuninya dan dibebaskan dari api neraka. Perbanyaklah
melakukan 4 hal; dua perkara membuat Allah ridha dan dua perkara Allah tidak butuh dengannya.
2 hal itu adalah; Syahadat Laa ilaha illallah dan beristighfar kepada-Nya. Adapaun 2 hal yang Allah
tidak butuh adalah engkau meminta surga dan berlindung dari api neraka. Siapa yang membuat
kenyang orang berpuasa, Allah akan memberikan minum dari telagaku (Rasul saw) satu kali
minuman yang tidak akan pernah haus sampai masuk surga” (HR al-‘Uqaili, Ibnu Huzaimah, al-
Baihaqi, al-Khatib dan al-Asbahani).
Persiapan Diri Secara Maksimal
Persiapan Mental
Persiapan mental untuk puasa dan ibadah terkait lainnya sangat penting. Apalagi pada saat
menjelang hari-hari terakhir, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya,
pulang kampung dll, sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusu’an ibadah
Ramadhan. Dan kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat dari akhirnya. Jika akhir
Ramadhan diisi dengan i’tikaf dan taqarrub yang lainnya, maka insya Allah dia termasuk yang
sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.
Persiapan ruhiyah (spiritual)
Persiapan ruhiyah dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca
Al-Qur’an saum sunnah, dzikir, do’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban,
sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat
dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
Persiapan fikriyah
Persiapan fikriyah atau akal dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait
dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan
dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang
beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka.
Persiapan Fisik dan Materi
Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh
karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan
lingkungan. Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan
kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
• Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
• Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
• Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud ra, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan
tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).
Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal untuk bekal ibadah
Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah
6
Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusu’ dan tidak
berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusu’an ibadah
Ramadhan.
Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah (Syahrul Ibadah)
Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun
ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat
merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan
masyarakat dan perubahan sebuah bangsa. Allah SWT berfirman : « Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri » (QS AR- Ra’du 11).
Diantara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya;
peningkatan, ibadah puasa, peningkatan dalam tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan
pengamalan. Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan
fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan
meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan
memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi
negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).
Mengutamakan Ukhuwah Islamiyah dan Persatuan Umat Islam
Bulan Ramadhan adalah bulah rahmat, dimana kasih sayang dan persaudaraan harus diutamakan
dari yang lainnya. Ukhuwah Islamiyah adalah prinsip dari kebaikan umat Islam. Sehingga ibadah
Ramadhan harus berdampak pada ukhuwah Islamiyah. Dan ukhuwah Islamiyah ini harus terlihat
jelas dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan dan mengsisi ibadah Ramadhan. Namun demikian,
semuanya harus tetap komitmen dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Diperlukan sikap bijak dari para ulama untuk bertemu dan duduk dalam satu majelis bersama
pemerintah (Departemen Agama) menentukan kesamaan awal dan akhir Ramadhan. Tentunya
berdasarkan argumentasi ilmiyah yang kuat dan landasan-landasan yang kokoh berdasarkan Syariat
Islam. Memang perbedaan pendapat (dalam masalah furu) adalah rahmat. Tetapi kesamaan
penentuan awal dan akhir Ramadhan lebih lebih dekat dari rahmat Allah yang diberikan kepada
orang-orang yang bertaqwa. Perbedaan pendapat dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah
suatu pertanda belum terbangun kuatnya budaya syuro’, ukhuwah Islamiyah dan pembahasan
ilmiyah dalam tubuh umat Islam, lebih khusus lagi para ulamanya.
Ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam jauh lebih penting dari ibadah-ibadah sunnah dan
perbedaan pendapat tetapi menimbulkan perpecahan.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat)
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syetan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa,
pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat
kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami.
7
Taubat berarti meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran.
Atau kembalinya hamba kepada Allah SWT, meninggalkan jalan orang yang dimurkai dan jalan
orang yang sesat.
Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi juga terkait dengan
pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat masuk kelompok yang beruntung. Allah SWT.
berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung” (QS An-Nuur 31).
Oleh karena itu, di bulan bulan Ramadhan orang-orang beriman harus memperbanyak istighfar dan
taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang
dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama
untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT. “Dan (dia berkata): "Hai
kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan
hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS Hud 52)
Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah, Da’wah
Bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da’i dan ulama untuk melakukan
da’wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu
hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak
kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas
ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dll, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan
positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan
mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis
kebaikan, sehingga kebaikan itulah yang dominan atas keburukan. Dan dominasi kebaikan bukan
hanya dibulan Ramadhan, tetapi juga diluar Ramadhan
Mengambil Keberkahan Ramadhan secara Maksimal
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, penuh berkah dari semua sisi kebaikan. Oleh karena itu,
umat Islah harus mengembail keberkahan Ramadhan dari semua aktifitas positif dan dapat
memajukan Islam dan umat Islam. Termasuk dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan pemberdayaan
umat. Namun demikian semua aktifitas yang positif itu tidak sampai mengganggu kekhusu’an
ibadah ramadhan terutama di 10 terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan bulan puasa sebagai bulan penuh amaliyah
dan aktivitas positif. Selain yang telah tergambar seperti tersebut di muka, beliau juga aktif
melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan. Rasulullah saw. menikahkan putrinya (Fathimah)
dengan Ali RA, menikahi Hafsah dan Zainab.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi)
Dan terakhir, semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau
evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa
menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/kelompok yang selalu
mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang
mungkin jelas kesalahannya.
8
Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan
tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi
terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan
terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.
2. PENENTUAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN
Penentuan awal dan akhir Ramadhan dapat dilakukan melalui salah satu dari tiga cara di bawah ini:
1. Rukyatul hilal ( melihat bulan sabit )
2. Menyempurnakan bulan sya`ban manjadi tiga puluh hari
3. Memperkirakan bulan sabit.
Cara pertama: rukyatul hilal
Yaitu melihat hilal (bulan baru/sabit) setelah ijtima’ (konjungsi) dan setelah wujud/muncul di atas
ufuk pada ahir bulan dengan mata telanjang atau melalui alat. Cara ini berdasarkan sabda
Rasulullah saw:
(لاَ تَصُوْمُوا حتَّى تَرَوا الْهِلاَلَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حتى تَرَوْهُ).
“Janganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya
sehingga kalian melihat hilal.” ( HR Bukhori dan Muslim)
Hadits lain menegaskan bahwa cara menentukan awal Ramadhan adalah dengan melihat bulan
sabit.
(صُوْمُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ).
” berpuasalah jika telah melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat hilal”. ( HR Bukhori
dan Muslim).
Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang sepanjang yang
berangkutan tidak termasuk cacat penglihatan. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi ummat pada
awal keisalaman dimana mayoritas kaum muslimin pada waktu itu masih banyak yang belum bisa
baca dan tulis.
Jumhur ulama mencukupkan bahwa hasil rukyat yang dilakukan seorang muslim yang dapat
dipercaya dan tidak cacat dalam agamanya (adil) dapat dijadikan sebagai landasan untuk
memutuskan tentang awal bulan Ramadhan. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Umar dia berkata
bahwa ketika semua orang sedang memantau awal bulan maka sayalah yang melihatnya, lalu saya
laporkan kepada Nabi kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan menyuruh
seluruh kaum muslimin untuk berpuasa”. ( HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni ).
Cara kedua: Menyempurnakan bulan Sya`ban manjadi tiga puluh hari
Ketika para perukyat tidak berhasil melihat hilal pada tanggal 29 bulan Sya`ban baik keadaan langit
berawan, mendung atau cerah, maka cara menentukan awal bulan Ramadhan dalam keadaan seperti
ini adalah menjadikan bilangan bulan Sya`ban menjadi tiga puluh.
Pandangan ini didasarkan kepada Sabda Nabi
(صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غبي عليكم فأآملوا عدة شعبان ثلاثين).
Dari Abu Hurairah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” berpuasalah jika telah
melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat hilal, apabila terhalang oleh mendung maka
sempurnakanlah bulan sya`ban menjadi tiga uluh hari”. (HR Bukhori dan Muslim).
الشهر تسع وعشرون ليلة، فلا تصوموا حتى تروه، فإن غم عليكم فأآملوا العدة ثلاثين
” Bulan (sya`ban) itu dua puluh sembilan malam, maka jaganlah puasa hingga kalian melihatnya
(hilal) apabila terhalang olehmu mendung maka sempurnaan menjadi tigapuluh malami” ( HR
Bukhori )
Cara ketiga: Memperkirakan bulan sabit.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:
(لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فاقدروا له).
“Jjanganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya
sehingga kalian melihat hilal, apabila terhalang olehmu mendung maka perkirakanlah” ( HR
Bukhori dan Muslim).
Sebagian ulama, seperti; Muthrif bin Abdullah, Abul Abbas bin Suraij dan Ibnu Qutaibah
berpendapat bahwa maksud faqduru lah adalah perkirakanlah bulan sesuai dengan menzilahnya
(posisi orbitnya).
Pendapat Abul Abbas Ibnu Siraj dari kalangan ulama Syafi`iyyah, mengatakan bahwa orang yang
mengetahui awal Ramadhan melalui ilmu falaqnya, maka dia wajib berpuasa. ( lihat al-Majmuk
oleh an-Nawawi; 6/279,280).
Cara ketiga untuk penentuan awal bulan mengundang perhatian lebih luas bagi para ulama
kontemporer dan ahli dengan berkembangnya ilmu falaq modern. Sebagaimana dikutip oleh al-
Qardhawi dalam risalah Ramadhan dimana sebagian ulama besar pada abad modern ini seperti
Ahmad Muhammad Syakir, Mustafa Zarqa` berpandangan bahwa perlunya ummat Islam beralih
dari cara yang sederhana menuju cara yang lebih modern dan terukur dalam menentukan awal bulan
Ramadhan yaitu dengan berpedoman kepada ilmu falaq modern yang mana teori-teori yang
dibangun berdasarkan ilmu yang pasti dan perhitungan yang sangat teliti.
Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera mengakomodir antara pendapat ulama salaf dan para
ulama kontemporer. Memanfaatkan falaq modern sebagai pendukung melakukan rukyat hilal, dan
rukyat hilal sebagai dasar utama penetapan bulan Ramadhan dan Syawal.
 
HIKMAH DAN MANFAAT PUASA
 
Puasa memiliki sejumlah hikmah atau manfaat, ditinjau dari aspek kejiwaan, sosial, kesehatan dan
aspek-aspek lain.
Al-Qur’an dan Hadits menjelaskan secara menyeluruh hikmah dan manfaat puasa tersebut,
diantaranya :
Puasa mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صيام 􀑧 آُلُّ عَمَلِ ا بْنِ آ دَمَ لَهُ، ا لْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إلى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، يقو لُ ا للهُ عَزَّ وَجَلَّ: إلاَّ ال
دَ 􀑧 ةٌ عِنْ 􀑧 انِ فَرْحَ 􀑧 صَّائِمِ فَرْحَتَ 􀑧 ى، لِل 􀑧 نْ أَجْلِ 􀑧 رَابَهُ مِ 􀑧 هُ وَشَ 􀑧 هْوَتَهُ وَطَعَامَ 􀑧 رَكَ شَ 􀑧 هِ، تَ 􀑧 زِى بِ 􀑧 ا أَجْ 􀑧 فَإنَّهُ لِى وأن
فِطْرِهِ وفرحةٌ عند لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوْفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عند اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسك
"Setiap amal yang dilakukan anak adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali
lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, - Allah Ta'ala berfirman: “ kecuali puasa,
sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. (Dalam puasa, anak
Adam) meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.” Orang yang berpuasa
mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika
berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah
daripada aroma kesturi." (HR Bukhari dan Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ال 􀑧 اً يق 􀑧 ة باب 􀑧 وعن سهل بن سعد رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال: (إن في الجن
صائمون ؟ 􀑧 ن ال 􀑧 ال : أي 􀑧 رهم، يق 􀑧 د غي 􀑧 ه أح 􀑧 دخل من 􀑧 له الريان يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا ي
فيقومون لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد) مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari Sahl bin Sa’d RA bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya di surga
ada satu pintu yang disebut Ar-Royyan. Itulah pintu yang pada hari kiamat dikhususkan bagi
orang-orang yang puasa. Tak ada satupun orang lain masuk dari pintu itu. Ketika itu
berkumandang seruan: “Mana orang-orang yang puasa?” Maka mereka pun bangkit (untuk masuk
dari pintu itu). Tak ada satupun orang lain yang menyertai mereka. Apabila mereka sudah masuk,
pintu itu ditutup. Jadi tak ada satupun orang lain yang masuk dari pintu itu. (HR Bukhori dan
Muslim).
Orang yang puasa mendapat ampunan:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
Barang siapa melakukan puasa Ramadhan semata-mata karena keimanan dan mencari ganjaran,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhori dan Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرات ما بينهن
إذا اجتنبت الكبائر - رواه مسلم
“Sholat lima waktu, ibadah jum’at hingga jum’at berikutnya, ibadah Ramadhan hingga Ramadhan
berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang terjadi diantara waktu-waktu itu asalkan dosa-dosa
besar dihindari.” (HR Muslim).
Puasa adalah perisai. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصَّوْمُ جُنَّةٌ - رواه الترمذي
Puasa adalah perisai (yang melindungi pelakunya dari keburukan).

MAJELIS ILMU AL ISLAMI DI FACEBOOK