Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Ahlan Wa sahlan di blog saya yang sangat sederhana ini

Salam Ukhuwah buat saudara-saudaraku yang telah mampir di blog saya , selamat berseluncur menikmati secuil ilmu yang ada disini . dan Semoga bermanfaat bagi setiap yang membaca nya .... Aamiin .....


Salam Ukhuwah



Abu Yumna

Sabtu, 05 Juni 2010

Pengantar Ushul Fiqh

“Tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah kecuali dengan ilmu ushul fiqh.” (Al-Amidi)

Definisi Ushul Fiqh

Para ulama ushul menjelaskan pengertian ushul fiqh dari dua sudut pandang. Pertama dari pengertian kata ushul dan fiqh secara terpisah, kedua dari sudut pandang ushul fiqh sebagai disiplin ilmu tersendiri.

Ushul Fiqh ditinjau dari 2 kata yang membentuknya

Al-Ushul

Al-ushuul adalah bentuk jamak dari al-ashl yang secara etimologis berarti ma yubna ‘alaihi ghairuhu (dasar segala sesuatu, pondasi, asas, atau akar).

Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, ashluha (akarnya) teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Ibrahim: 24)

Sedangkan menurut istilah, kata al-ashl berarti dalil, misalnya: para ulama mengatakan:

أصل هذا الحكم من الكتاب آية كذا

(Dalil tentang hukum masalah ini ialah ayat sekian dalam Al-Qur’an).

Jadi Ushul Fiqh adalah dalil-dalil fiqh. Dalil-dalil yang dimaksud adalah dalil-dalil yang bersifat global atau kaidah umum, sedangkan dalil-dalil rinci dibahas dalam ilmu fiqh.

Al-Fiqh

الفقه في اللغة: العلم بالشيء والفهم له

Al-fiqh menurut bahasa berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu.

Menurut istilah para ulama:

الفقه: العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية

(ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terinci).

Penjelasan Definisi

الحكم: إسناد أمر إلى آخر إيجابا أو سلبا

Hukum adalah penisbatan sesuatu kepada yang lain atau penafian sesuatu dari yang lain. Misalnya: kita telah menghukumi dunia bila kita mengatakan dunia ini fana, atau dunia ini tidak kekal, karena kita menisbatkan sifat fana kepada dunia atau menafikan sifat kekal darinya.

Tetapi yang dimaksud dengan hukum dalam definisi fiqh adalah status perbuatan mukallaf (orang yang telah baligh dan berakal sehat), apakah perbuatannya wajib, mandub (sunnah), haram, makruh, atau mubah. Atau apakah perbuatannya itu sah, atau batal.

Ungkapan hukum-hukum syar’i menunjukkan bahwa hukum tersebut dinisbatkan kepada syara’ atau diambil darinya sehingga hukum akal (logika), seperti: satu adalah separuh dari dua, atau semua lebih besar dari sebagian, tidak termasuk dalam definisi, karena ia bukan hukum yang bersumber dari syariat. Begitu pula dengan hukum-hukum indrawi, seperti api itu panas membakar, dan hukum-hukum lain yang tidak berdasarkan syara’.

Ilmu fiqh tidak mensyaratkan pengetahuan tentang seluruh hukum-hukum syar’i, begitu juga untuk menjadi faqih (ahli fiqh), cukup baginya mengetahui sebagiannya saja asal ia memiliki kemampuan istinbath, yaitu kemampuan mengeluarkan kesimpulan hukum dari teks-teks dalil melalui penelitian dan metode tertentu yang dibenarkan syari’at.

Hukum-hukum syar’i dalam fiqh juga harus bersifat amaliyyah (praktis) atau terkait langsung dengan perbuatan mukallaf, seperti ibadahnya, atau muamalahnya. Jadi menurut definisi ini hukum-hukum syar’i yang bersifat i’tiqadiyyah (keyakinan) atau ilmu tentang yang ghaib seperti dzat Allah, sifat-sifat-Nya, dan hari akhir, bukan termasuk ilmu fiqh, karena ia tidak berkaitan dengan tata cara beramal, dan dibahas dalam ilmu tauhid (aqidah).

Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah ini juga harus diperoleh dari dalil-dalil rinci melalui proses penelitian mendalam terhadap dalil-dalil tersebut. Berarti ilmu Allah atau ilmu Rasul-Nya tentang hukum-hukum ini tidak termasuk dalam definisi, karena ilmu Allah berdiri sendiri tanpa penelitian, bahkan Dialah Pembuat hukum-hukum tersebut, sedangkan ilmu Rasulullah saw diperoleh dari wahyu, bukan dari kajian dalil. Demikian pula pengetahuan seseorang tentang hukum syar’i dengan mengikuti pendapat ulama, tidak termasuk ke dalam definisi ini, karena pengetahuannya tidak didapat dari kajian dan penelitian yang ia lakukan terhadap dalil-dalil.

Sedangkan contoh dalil yang terinci adalah:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 278).

Ayat ini adalah dalil rinci tentang haramnya riba berapa pun besarnya. Dinamakan rinci karena ia langsung berbicara pada pokok masalah yang bersifat praktis.

Ushul Fiqh sebagai disiplin ilmu

Ushul Fiqh sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri didefinisikan oleh Al-Baidhawi, salah seorang ulama mazhab Syafi’i dengan:

معرفة دلائل الفقه إجمالا وكيفية الاستفادة منها وحال المستفيد

(Memahami dalil-dalil fiqh secara global, bagaimana menggunakannya dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh (bagaimana berijtihad), serta apa syarat-syarat seorang mujtahid).

Penjelasan Definisi

Contoh dalil yang bersifat global: dalil tentang sunnah sebagai hujjah (sumber hukum), dalil bahwa setiap perintah pada dasarnya menunjukkan sebuah kewajiban, setiap larangan berarti haram, bahwa sebuah ayat dengan lafazh umum berlaku untuk semua meskipun turunnya berkaitan dengan seseorang atau kasus tertentu, dan lain-lain.

Yang dimaksud dengan menggunakan dalil dengan benar misalnya: mengetahui mana hadits yang shahih mana yang tidak, mana dalil yang berbicara secara umum tentang suatu masalah dan mana yang menjelaskan maksudnya lebih rinci, mana ayat/hadits yang mengandung makna hakiki dan mana yang bermakna kiasan, bagaimana cara menganalogikan (mengkiaskan) suatu masalah yang belum diketahui hukumnya dengan masalah lain yang sudah ada dalil dan hukumnya, dan seterusnya.

Kemudian dibahas pula dalam ilmu ushul apa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid untuk dapat mengambil kesimpulan sebuah hukum dengan benar dari dalil-dalil Al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah saw.

Sedangkan ulama mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali mendefinisikan ushul fiqh dengan:

العلم بالقواعد الكلية التي يتوصل بها إلى استنباط الأحكام الشرعية من أدلتها التفصيلية

(Ilmu tentang kaidah-kaidah umum yang dapat digunakan untuk melakukan istinbath hukum-hukum syar’i dari dalil-dalilnya yang terinci).

Penjelasan Definisi

Kaidah adalah patokan umum yang diberlakukan atas setiap bagian yang ada di bawahnya.

Contoh kaidah umum:

الأصل في الأمر للوجوب

(Pada dasarnya setiap kalimat yang berbentuk perintah mengandung konsekuensi kewajiban) kecuali jika ada dalil lain yang menjelaskan maksud lain dari kalimat perintah tersebut. Misalnya perintah Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 43:

((وآتوا الزكاة))

(tunaikanlah zakat) menunjukkan kewajiban zakat karena setiap perintah pada dasarnya menunjukkan kewajiban dan tidak ada ayat lain ataupun hadits yang menyatakan hukum lain tentang zakat harta. Dalam contoh ini ayat tersebut adalah dalil rinci, sedangkan kaidah ushul di atas adalah dalil yang bersifat global yang dapat diberlakukan atas dalil-dalil rinci lain yang sejenis.

Dapat disimpulkan bahwa ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari sumber-sumber hukum Islam, dalil-dalil yang shahih yang menunjukkan kepada kita hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad, dan bagaimana metode berijtihad yang benar sesuai batasan-batasan syariat.

Cakupan Ushul Fiqh

Setiap disiplin ilmu pasti memiliki bahasan tertentu yang membedakannya dengan disiplin ilmu lain, demikian pula ushul fiqh, ia memiliki bahasan tertentu yang dapat kita ringkas menjadi 5 (lima) bagian utama:

1. Kajian tentang adillah syar’iyyah (sumber-sumber hukum Islam) yang asasi (Al-Qur’an dan Sunnah) maupun turunan (Ijma’, Qiyas, Maslahat Mursalah, dan lain-lain).
2. Hukum-hukum syar’i dan jenis-jenisnya, siapa saja yang mendapat beban kewajiban beribadah kepada Allah dan apa syarat-syaratnya, apa karakter beban tersebut sehingga ia layak menjadi beban yang membuktikan keadilan dan rahmat Allah.
3. Kajian bahasa Arab yang membahas bagaimana seorang mujtahid memahami lafaz kata, teks, makna tersurat, atau makna tersirat dari ayat Al-Qur’an atau Hadits Rasulullah saw, bahwa sebuah ayat atau hadits dapat kita pahami maksudnya dengan benar jika kita memahami hubungannya dengan ayat atau hadits lain.
4. Metode yang benar dalam menyikapi dalil-dalil yang tampak seolah-olah saling bertentangan, dan bagaimana solusinya.
5. Ijtihad, syarat-syarat dan sifat-sifat mujtahid.

Tujuan Ushul Fiqh

غاية أو ثمرة علم الأصول: الوصول إلى معرفة الأحكام الشرعية بالاستنباط

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ghayah (tujuan) dan tsamarah (buah) ilmu ushul adalah agar dapat melakukan istinbath hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil syar’i secara langsung.

Di samping itu ada manfaat lain dari ilmu ushul, di antaranya:

1. Mengetahui apa dan bagaimana manhaj (metode) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam beristinbath.
2. Mengetahui sebab-sebab ikhtilaf di antara para ulama.
3. Menumbuhkan rasa hormat dan adab terhadap para ulama.
4. Membentuk dan mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kemampuan di bidang fiqh secara benar.

Sandaran Ushul Fiqh1. Aqidah/Tauhid, karena keyakinan terhadap kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah serta kedudukannya sebagai sumber hukum/dalil syar’i bersumber dari pengenalan dan keyakinan terhadap Allah, sifat-sifat dan perbuatan-Nya yang suci, juga bersumber dari pengetahuan dan keyakinan terhadap kebenaran Muhammad Rasulullah saw, dan semua itu dibahas dalam ilmu tauhid.
3. Bahasa Arab, karena Al-Quran dan Sunnah berbahasa Arab, maka untuk memahami maksud setiap kata atau kalimat di dalam Al-Quran dan Sunnah mutlak diperlukan pemahaman Bahasa Arab. Misalnya sebagian ulama mengatakan bahwa:
الأمر يقتضي الفور

(Setiap perintah mengharuskan pelaksanaan secara langsung tanpa ditunda). Dalil kaidah ini adalah bahasa, karena para ahli bahasa mengatakan: jika seorang majikan berkata kepada pelayannya: “Ambilkan saya air minum!” lalu pelayan itu menunda mengambilnya, maka ia pantas dicela.

5. Al-Quran dan Sunnah, misalnya kaidah ushul:
الأصل في الأمر للوجوب

(setiap perintah pada dasarnya berarti kewajiban) dalilnya adalah:

maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu merasa takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur: 63)

7. Akal, misalnya kaidah ushul:
إذا اختلف مجتهدان في حكم فأحدهما مخطئ

(Jika dua orang mujtahid berseberangan dalam menghukumi suatu masalah, maka salah satunya pasti salah) dalilnya adalah logika, karena akal menyatakan bahwa kebenaran dua hal yang bertentangan adalah sebuah kemustahilan.

Hukum Mempelajari Ushul Fiqh

Al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam mengatakan: “Tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah swt kecuali dengan ilmu ushul ini. Karena seorang mukallaf adalah awam atau bukan awam (’alim). Jika ia awam maka wajib baginya untuk bertanya:

Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui. (Al-Anbiya: 7)

Dan pertanyaan itu pasti bermuara kepada ulama, karena tidak boleh terjadi siklus. Jika mukallaf seorang ‘alim, maka ia tidak bisa mengetahui hukum Allah kecuali dengan jalan tertentu yang dibenarkan, sebab tidak boleh memutuskan hukum dengan hawa nafsu, dan jalan itu adalah ushul fiqh. Tetapi mengetahui dalil setiap hukum tidak diwajibkan atas semua orang, karena telah dibuka pintu untuk meminta fatwa. Hal ini menunjukkan bahwa menguasai ilmu ushul bukanlah fardhu ‘ain, tetapi fardhu kifayah, wallahu a’lam.”

Perbedaan Ushul Fiqh Dengan Fiqh

Pembahasan ilmu fiqh berkisar tentang hukum-hukum syar’i yang langsung berkaitan dengan amaliyah seorang hamba seperti ibadahnya, muamalahnya,…, apakah hukumnya wajib, sunnah, makruh, haram, ataukah mubah berdasarkan dalil-dalil yang rinci.

Sedangkan ushul fiqh berkisar tentang penjelasan metode seorang mujtahid dalam menyimpulkan hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang bersifat global, apa karakteristik dan konsekuensi dari setiap dalil, mana dalil yang benar dan kuat dan mana dalil yang lemah, siapa orang yang mampu berijtihad, dan apa syarat-syaratnya.

Perumpamaan ushul fiqh dibandingkan dengan fiqh seperti posisi ilmu nahwu terhadap kemampuan bicara dan menulis dalam bahasa Arab, ilmu nahwu adalah kaidah yang menjaga lisan dan tulisan seseorang dari kesalahan berbahasa, sebagaimana ilmu ushul fiqh menjaga seorang ulama/mujtahid dari kesalahan dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh.

Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqh

Di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah saw lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau saw.

Para sahabat ra menyaksikan dan berinteraksi langsung dengan turunnya Al-Qur’an dan mengetahui dengan baik sunnah Rasulullah saw, di samping itu mereka adalah para ahli bahasa dan pemilik kecerdasan berpikir serta kebersihan fitrah yang luar biasa, sehingga sepeninggal Rasulullah saw mereka pun tidak memerlukan perangkat teori (kaidah) untuk dapat berijtihad, meskipun kaidah-kaidah secara tidak tertulis telah ada dalam dada-dada mereka yang dapat mereka gunakan di saat memerlukannya.

Setelah meluasnya futuhat islamiyah, umat Islam Arab banyak berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain yang berbeda bahasa dan latar belakang peradabannya, hal ini menyebabkan melemahnya kemampuan berbahasa Arab di kalangan sebagian umat, terutama di Irak . Di sisi lain kebutuhan akan ijtihad begitu mendesak, karena banyaknya masalah-masalah baru yang belum pernah terjadi dan memerlukan kejelasan hukum fiqhnya.

Dalam situasi ini, muncullah dua madrasah besar yang mencerminkan metode mereka dalam berijtihad:

* Madrasah ahlir-ra’yi di Irak dengan pusatnya di Bashrah dan Kufah.
* Madarasah ahlil-hadits di Hijaz dan berpusat di Mekkah dan Madinah.

Perbedaan dua madrasah ini terletak pada banyaknya penggunaan hadits atau qiyas dalam berijtihad. Madrasah ahlir-ra’yi lebih banyak menggunakan qiyas (analogi) dalam berijtihad, hal ini disebabkan oleh:

* Sedikitnya jumlah hadits yang sampai ke ulama Irak dan ketatnya seleksi hadits yang mereka lakukan, hal ini karena banyaknya hadits-hadits palsu yang beredar di kalangan mereka sehingga mereka tidak mudah menerima riwayat seseorang kecuali melalui proses seleksi yang ketat. Di sisi lain masalah baru yang mereka hadapi dan memerlukan ijtihad begitu banyak, maka mau tidak mau mereka mengandalkan qiyas (analogi) dalam menetapkan hukum. Masalah-masalah baru ini muncul akibat peradaban dan kehidupan masyarakat Irak yang sangat kompleks.
* Mereka mencontoh guru mereka Abdullah bin Mas’ud ra yang banyak menggunakan qiyas dalam berijtihad menghadapi berbagai masalah.

Sedangkan madrasah ahli hadits lebih berhati-hati dalam berfatwa dengan qiyas, karena situasi yang mereka hadapi berbeda, situasi itu adalah:

* Banyaknya hadits yang berada di tangan mereka dan sedikitnya kasus-kasus baru yang memerlukan ijtihad.
* Contoh yang mereka dapati dari guru mereka, seperti Abdullah bin Umar ra, dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, yang sangat berhati-hati menggunakan logika dalam berfatwa.

Perbedaan kedua madrasah ini melahirkan perdebatan sengit, sehingga membuat para ulama merasa perlu untuk membuat kaidah-kaidah tertulis yang dibukukan sebagai undang-undang bersama dalam menyatukan dua madrasah ini. Di antara ulama yang mempunyai perhatian terhadap hal ini adalah Al-Imam Abdur Rahman bin Mahdi rahimahullah (135-198 H). Beliau meminta kepada Al Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (150-204 H) untuk menulis sebuah buku tentang prinsip-prinsip ijtihad yang dapat digunakan sebagai pedoman. Maka lahirlah kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i sebagai kitab pertama dalam ushul fiqh.

Hal ini tidak berarti bahwa sebelum lahirnya kitab Ar-Risalah prinsip prinsip ushul fiqh tidak ada sama sekali, tetapi ia sudah ada sejak masa sahabat ra dan ulama-ulama sebelum Syafi’i, akan tetapi kaidah-kaidah itu belum disusun dalam sebuah buku atau disiplin ilmu tersendiri dan masih berserakan pada kitab-kitab fiqh para ‘ulama. Imam Syafi’i lah orang pertama yang menulis buku ushul fiqh, sehingga Ar Risalah menjadi rujukan bagi para ulama sesudahnya untuk mengembangkan dan menyempurnakan ilmu ini.

Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i ra memang pantas untuk memperoleh kemuliaan ini, karena beliau memiliki pengetahuan tentang madrasah ahlil-hadits dan madrasah ahlir-ra’yi. Beliau lahir di Ghaza, pada usia 2 tahun bersama ibunya pergi ke Mekkah untuk belajar dan menghafal Al-Qur’an serta ilmu fiqh dari ulama Mekkah. Sejak kecil beliau sudah mendapat pendidikan bahasa dari perkampungan Huzail, salah satu kabilah yang terkenal dengan kefasihan berbahasa. Pada usia 15 tahun beliau sudah diizinkan oleh Muslim bin Khalid Az-Zanjiy – salah seorang ulama Mekkah – untuk memberi fatwa.

Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru kepada Imam penduduk Madinah, Imam Malik bin Anas ra (95-179 H) dalam selang waktu 9 tahun – meskipun tidak berturut-turut – beserta ulama-ulama lainnya, sehingga beliau memiliki pengetahuan yang cukup dalam ilmu hadits dan fiqh Madinah. Lalu beliau pergi ke Irak dan belajar metode fiqh Irak kepada Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani ra (wafat th 187 H), murid Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit ra (80-150 H).

Dari latar belakangnya, kita melihat bahwa Imam Syafi’i memiliki pengetahuan tentang kedua madrasah yang berbeda pendapat, maka beliau memang orang yang tepat untuk menjadi orang pertama yang menulis buku dalam ilmu ushul. Selain Ar-Risalah, Imam Syafi’i juga memiliki karya lain dalam ilmu ushul, seperti: kitab Jima’ul-ilmi, Ibthalul-istihsan, dan Ikhtilaful-hadits.

Dapat kita simpulkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan munculnya penulisan ilmu ushul fiqh:

* Adanya perdebatan sengit antara madrasah Irak dan madrasah Hijaz.
* Mulai melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian umat Islam akibat interaksi dengan bangsa lain terutama Persia.
* Munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memerlukan kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad kian mendesak.

Setelah Ar-Risalah, muncullah berbagai karya para ulama dalam ilmu ushul fiqh, di antaranya:

1. Khabar Al-Wahid, Itsbat Al-Qiyas, dan Ijtihad Ar-Ra’y, ketiganya karya Isa bin Aban bin Shadaqah Al-Hanafi (wafat th 221 H).
2. An-Nasikh Wal-Mansukh karya Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H).
3. Al-Ijma’, Ibthal At-Taqlid, Ibthal Al-Qiyas, dan buku lain karya Dawud bin Ali Az-Zhahiri (200-270 H).
4. Al-Mu’tamad karya Abul-Husain Muhammad bin Ali Al-Bashri Al-mu’taziliy Asy-Syafi’i (wafat th 436H).
5. Al-Burhan karya Abul Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah Al-Juwaini/Imamul-haramain (410-478 H).
6. Al-Mustashfa karya Imam Al-Ghazali Muhammad bin Muhammad (wafat 505 H).
7. Al-Mahshul karya Fakhruddin Muhammad bin Umar Ar-Razy (wafat 606 H).
8. Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam karya Saifuddin Ali bin Abi Ali Al-Amidi (wafat 631 H).
9. Ushul Al-Karkhi karya Ubaidullah bin Al-Husain Al-Karkhi (wafat 340 H).
10. Ushul Al-jashash karya Abu Bakar Al-Jashash (wafat 370 H).
11. Ushul as-Sarakhsi karya Muhammad bin Ahmad As-Sarakhsi (wafat 490 H).
12. Kanz Al-Wushul Ila ma’rifat Al-Ushul karya Ali bin Muhammad Al-Bazdawi (wafat 482 H).
13. Badi’un-Nizham karya Muzhaffaruddin Ahmad bin Ali As-Sa’ati Al-hanafi (wafat 694 H).
14. At-Tahrir karya Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid yang dikenal dengan Ibnul Hammam (wafat 861 H).
15. Jam’ul-jawami’ karya Abdul Wahab bin Ali As Subki (wafat 771 H).
16. Al-Muwafaqat karya Abu Ishaq Ibrahim bin Musa Al-gharnathi yang dikenal dengan nama Asy-Syathibi (wafat 790 H).
17. Irsyadul-fuhul Ila Tahqiq ‘Ilm Al-Ushul karya Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani (wafat 1255 H).

Metode Penulisan Ushul Fiqh

Dalam sejarah penulisan buku-buku ushul dikenal ada tiga buah metode dan gaya penulisan para ulama, yaitu:

* Metode ahli ilmu kalam (Syafi’iyyah)
* Metode ahli fiqh (Hanafiyyah)
* Metode gabungan.

Metode Syafi’iyyah

Kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i adalah kitab pertama yang menggunakan metode ini dalam penulisannya. Di antara ciri-ciri metode ini adalah:

Pertama: Metode ini memusatkan diri pada kajian teoritis murni untuk menghasilkan kaidah-kaidah ushul yang kuat, walaupun kaidah itu mungkin tidak mendukung mazhab fiqh penulisnya.

Kedua: Dalam mengkaji dan menelurkan kaidah ushul, metode ini sangat mengandalkan kajian bahasa Arab yang mendalam, menggunakan dalalah (indikator) yang ditunjukkan oleh lafazh kata atau kalimat, logika akal, dan pembuktian dalil-dalilnya.

Ketiga: Metode ini benar-benar terlepas dari pembahasan cabang-cabang fiqh dan fanatisme mazhab, jika masalah fiqh disebutkan ia hanya sebagai contoh penerapan saja. Metode ini juga menggunakan gaya perdebatan ilmiah dengan ungkapan:
فإن قلتم… قلنا

“Jika Anda mengatakan…, maka jawaban kami adalah…”

Oleh karena itu para penulis Ushul Fiqh yang menggunakan metode ini adalah mereka yang berasal dari mazhab yang berbeda: Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanabilah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah, dan lain-lain.

Kitab-kitab yang menggunakan Metode Syafi’iyyah

1. Ar-Risalah karya Imam Syafi’i (150-204 H).
2. At-Taqhrib karya Al-Qadhi Abu Bakr Al-Baqillani Al-Maliki (wafat th 403 H).
3. Al-Mu’tamad karya Abul-Husain Muhammad bin Ali Al-Bashri Al-mu’taziliy Asy-syafi’i (wafat th 436 H).
4. Al-Burhan karya Abul-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah Al-Juwaini Asy-Syafi’i/Imamul-haramain (410-478 H).
5. Al-Mustashfa karya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Asy-Syafi’i (wafat 505 H).
6. Al-‘Uddah Fi Ushul Al-Fiqh karya Al-Qadhi Abu Ya’la Muhammad bin Al-Husain bin Muhammad Al-Hambali (380-458 H).
7. At-Tamhid Fi Ushul Al-Fiqh karya Mahfuzh bin Ahmad bin Husain Abul Khattab Al-Kalwadzani Al-Hambali – murid Abu Ya’la (432-510 H).
8. Raudhatun-Nazhir Wa Junnatul-Munazhir karya Muwaffaquddin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisi Al-Hambali (541-620 H).
9. Al-Mahshul karya Fakhruddin Muhammad bin Umar Ar-Razy Asy-Syafi’i (wafat 606 H).
10. Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam karya Saifuddin Ali bin Abi Ali Al-Amidi Asy-Syafi’i (wafat 631 H).

Metode Hanafiyah

Metode ini memiliki karakter sebagai berikut:

Pertama: Keterkaitan erat antara Ushul Fiqh dengan masalah cabang-cabang Fiqh dimana ia dijadikan dalil dan sumber utama kaidah-kaidah ushul yang mereka buat. Apabila ada kaidah ushul yang bertentangan dengan ijtihad fiqh para imam dan ulama mazhab Hanafi, mereka menggantinya dengan kaidah yang sesuai.

Kedua: Tujuan utama dari metode ini adalah mengumpulkan hukum-hukum Fiqh hasil ijtihad para ulama mazhab Hanafi dalam kaidah-kaidah ushul.

Ketiga: Metode ini terlepas dari kajian teoritis dan lebih bersifat praktis.

Metode ini muncul karena para imam mazhab Hanafi tidak meninggalkan kaidah ushul yang terkumpul dan tertulis bagi murid-murid mereka seperti yang ditinggalkan Imam Syafi’i untuk murid-muridnya. Dalam buku para imam mazhab Hanafi, mereka hanya menemukan masalah-masalah Fiqh dan beberapa kaidah yang tersebar di sela-sela pembahasan Fiqh tersebut. Akhirnya mereka mengumpulkan masalah-masalah Fiqh yang sejenis dan mengkajinya untuk ditelurkan darinya kaidah-kaidah ushul.

Kitab yang ditulis dengan metode Hanafiyah

1. Al-Ushul karya Ubaidullah bin Al-Husain bin Dallal Al-Karkhi Al-Hanafi (260-340 H).
2. Al-Ushul karya Ahmad bin Ali Al-Jash-shash Al-Hanafi (wafat th 370 H).
3. Al-Ushul karya Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahl Abu Bakr As-Sarakhsi Al-Hanafi (wafat th 490 H).
4. Kanz Al-Wushul Ila ma’rifat Al-Ushul karya Ali bin Muhammad bin Al-Husain Al-Bazdawi Al-Hanafi (wafat th. 482 H).
5. Ta’sis An-Nazhar karya Ubaidullah bin Umar bin Isa Abu Zaid Ad-Dabbusi Al-Hanafi (wafat th 430 H).
6. Al-Manar karya Hafizhuddin Abdullah bin Ahmad An-Nasafi Al-Hanafi (wafat th 701 H).
7. At-Tamhid Fi Takhrij Al-Furu’ ‘alal-Ushul karya Jamaluddin Abdur Rahim bin Al-Hasan bin ‘Ali Al-Isnawi Asy-Syafi’i (704-772 H).

Metode Gabungan

Metode ini muncul pertama kali pada permulaan abad ke-7 Hijriyah melalui seorang alim Irak bernama Ahmad bin Ali bin Taghlib yang dikenal dengan Muzhaffaruddin Ibnus Sa’ati (wafat th 694 H) dengan bukunya Badi’un-Nizham Al-Jami’ baina Ushul Al-Bazdawi Wal-Ihkam.

Di antara keistimewaan terpenting dari metode ini adalah penggabungan antara kekuatan teori dan praktek yaitu dengan mengokohkan kaidah-kaidah ushul dengan argumentasi ilmiah disertai aplikasi kaidah ushul tersebut dalam kasus-kasus fiqh.

Buku-buku penting yang ditulis dengan metode gabungan

1. Badi’un-Nizham Al-Jami’ baina Ushul Al-Bazdawi Wal-Ihkam karya Ibnus-Sa’ati.
2. Tanqih Al-Ushul karya Taj Asy-Syari’ah Ubaidullah bin Mas’ud Al-Bukhari (wafat th 747 H), buku ini adalah ringkasan dari Ushul Bazdawi, Al-Mahshul karya Ar-Razi, dan Mukhtashar Ibnul-Hajib. At-Tahrir Fi Ushul Al-Fiqh karya Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid yang dikenal dengan nama Ibnul-Hammam Al-Hanafi (790-861 H). Buku ini lebih dekat ke metode Syafi’iyyah, meskipun penulisnya menyebutkan dalam muqaddimah bahwa ia menulisnya dengan metode gabungan.
3. Jam’ul-Jawami’ karya Tajuddin Abdul Wahab bin Ali As-Subki Asy-Syafi’i (wafat th 771 H).
4. Al-Qawa’id wal-Fawaid Al-Ushuliyyah karya Ali bin Muhammad bin Abbas al-Hambali yang terkenal dengan sebutan Ibnul-Lahham (752-803 H).
5. Musallam Ats-Tsubut karya Muhibbuddin bin Abdus-Syakur Al-Hanafi (wafat th 1119 H).
6. Irsyad Al-Fuhul Ila Tahqiq ‘Ilm Al-Ushul karya Muhammad bin Ali bin Abdullah Asy-Syaukani Asy-Syafi’i (wafat th 1250 H).

Al-Muwafaqat karya Imam Asy-Syathibi
Ada sebuah buku ushul yang patut dicermati karena memiliki gaya tersendiri dalam penulisannya, yaitu kitab Al-Muwafaqat Fi Ushul Al-Ahkam karya Abu Ishaq Ibrahim bin Musa Asy-Syathibi Al-Maliki (wafat 790 H). Buku ini istimewa karena penulisnya menggabungkan antara kaidah-kaidah ushul dengan maqashid (tujuan), asrar (rahasia), serta hikmah syariat dengan bahasa yang mudah dan penjelasan yang gamblang.

Beberapa Buku Ushul Fiqh Kontemporer

1. Tas-hil Al-Wushul Ila Ilmil-Ushul karya Muhammad Abdur Rahman Al-Mahlawi Al-Hanafi (wafat 1920 M).
2. Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Al-Khudhari (wafat 1927 M).
3. Ushul Al-Fiqh karya Abdul Wahab Khalaf (wafat 1955 M).
4. Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Abu Zahrah (wafat 1974 M).
5. Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Zuhair Abun-Nur.
6. Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Syaikh Syakir Al Hambali.
7. Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Wahbah Zuhaili.
8. Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Zakiuddin Sya’ban.
9. Ushul At-Tasyri’ Al-Islami karya Ali Hasbullah dan lain-lain.

Jumat, 30 April 2010

MENINGGALKAN YANG TIDAK BERGUNA

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ [حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا]
Kosa kata :
ترك(ـه) (dia) meninggalkan يعني(ـه) : Penting (baginya)

Terjemah hadits:
Dari Abu Hurairah radhiallahunhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya. (Hadits Hasan riwayat Turmuzi dan lainnya)

Pelajaran:
1. Termasuk sifat-sifat orang muslim adalah dia menyibukkan dirinya dengan perkara-perkara yang mulia serta menjauhkan perkara yang hina dan rendah.
2. Pendidikan bagi diri dan perawatannya dengan meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di dalamnya.
3. Menyibukkkan diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah kesia-siaan dan merupakan pertanda kelemahan iman.
4. Anjuran untuk memanfaatkan waktu dengan sesuatu yang manfaatnya kembali kepada diri sendiri bagi dunia maupun akhirat.
5. Ikut campur terhadap sesuatu yang bukan urusannya dapat mengakibatkan kepada perpecahan dan pertikaian di antara manusia.

Tema hadits dan ayat yang terkait:
1. Optimalisasi waktu dan potensi : 103 : 1-3, 2 : 148
2. Meninggalkan hidup terlena : 63 : 9, 31 : 6

TINGGALKAN YANG RAGU

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الْحَسَنِ بْنِ عَلِي بْنِ أبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ.
[رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح]

Kosa kata :
حفظ(ت) : (saya) menghafal دَعْ : Tinggalkan
يريب(ك) : Meragukan-(mu)

Terjemah hadits:
Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiallahuanhuma dia berkata: Saya menghafal dari Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu. (Riwayat Turmuzi dan dia berkata, Haditsnya hasan shahih)



Kandungan Hadits:
1. Meninggalkan syubhat dan mengambil yang halal akan melahirkan sikap wara’.
2. Keluar dari ikhtilaf ulama lebih utama karena hal tersebut lebih terhindar dari perbuatan syubhat, khususnya jika di antara pendapat mereka tidak ada yang dapat dikuatkan.
3. Jika keraguan bertentangan dengan keyakinan maka keyakinan yang diambil.
4. Sebuah perkara harus jelas berdasarkan keyakinan dan ketenangan. Tidak ada harganya keraguan dan kebimbangan.
5. Berhati-hati dari sikap meremehkan terhadap urusan agama dan masalah bid’ah.
6. Siapa yang membiasakan perkara syubhat maka dia akan berani melakukan perbuatan yang haram.

Tema hadits dan ayat yang terkait :
1. Meninggalkan keragu-raguan: 14 : 10, 49 : 15, 2 : 2

SYARAT DI TERIMANYA DO'A

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى :        •   وَقاَلَ تَعَالَى:           ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ. [رواه مسلم]
Kosa kata :
يقبل : Menerima يطيل : Panjang / jauh
أشعث : Kusut أغبر : Berdebu / dekil
يَمُدّ : Memanjangkan/ mengangkat فأَنَّى : Maka dari mana/ bagaimana



Terjemah hadits :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firman-Nya: Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu. Dia mengangkatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Ya Tuhanku, Ya Tuhanku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (Riwayat Muslim).

Pelajaran :
1. Dalam hadits di atas terdapat pelajaran akan sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela.
2. Allah ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan barang haram tidak akan diterima.
3. Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang dinilai baik disisi Allah ta’ala.
4. Berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa.
5. Orang yang maksiat tidak termasuk mereka yang dikabulkan doanya kecuali mereka yang Allah kehendaki.
6. Makan barang haram dapat merusak amal dan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan.
7. Anjuran untuk berinfaq dari barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram.
8. Seorang hamba akan diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar dirinya diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
9. Doa orang yang sedang safar dan yang hatinya sangat mengharap akan terkabul.
10. Dalam hadits terdapat sebagian sebab-sebab dikabulkannya do’a: Perjalanan jauh, kondisi yang bersahaja dalam pakaian dan penampilan dalam keadaan kusut dan berdebu, mengangkat kedua tangan ke langit, meratap dalam berdoa, keinginan kuat dalam permintaan, mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian dengan sesuatu yang halal.

Tema hadits dan ayat yang terkait :
1. Mempersembahkan yang terbaik untuk Allah: 28 : 77
2. Mengkonsumsi yang halal : 5 : 88
3. Meratap dalam berdoa : 19 : 3, 32 : 16 .

KERJAKAN PERINTAH & JAUHI LARANGAN

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . [رواه البخاري ومسلم]

Kosa kata :
نـَهَيْتُكم : (Aku) larang kalian اجتنبوا: Mereka menghindarinya
أَمَرْتُكُم: (Aku) perintahkan kalian أَهْلَكَ : Menghancurkan

Terjemah hadits :
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. (Bukhari dan Muslim)

Pelajaran :
1. Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam.
2. Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan.
3. Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya.
4. Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit.
5. Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan.
6. Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat.
7. Wajib mengikuti Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam, ta’at dan menempuh jalan keselamtan dan kesuksesan.
8. Al Hafiz berkata: Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan.


Tema hadits dan ayat yang terkait:
1. Patuh kepada Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam : 59 : 7, 8 : 46
2. Bertakwa sebatas kemampuan : 64 : 16 .
3. Berdebat yang tak berguna dan bertikai, sumber kehancuran : 40 : 5

MENEGAKKAN KALIMAT TAUHID

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ [رواه البخاري ومسلم ]
Kosa kata :
أُمِرْتُ : Aku diperintahkan أُقَاتِل : (aku) Memerangi
دماء : Bentuk jamak
dari دم: darah عصموا : Mereka terlindung

Terjemah hadits :
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah ta’ala (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Catatan:
• Hadits ini secara praktis dialami pada zaman kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, sejumlah rakyatnya ada yang kembali kafir. Maka Abu Bakar bertekad memerangi mereka termasuk di antaranya mereka yang menolak membayar zakat. Maka Umar bin Khottob menegurnya seraya berkata: “ Bagaimana kamu akan memerangi mereka yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah sedangkan Rasulullah telah bersabda: Aku diperintahkan…..(seperti hadits diatas)” . Maka berkatalah Abu Bakar: “Sesungguhnya zakat adalah haknya harta“, ) hingga akhirnya Umar menerima dan ikut bersamanya memerangi mereka.

Kandungan Hadist :
1. Maklumat peperangan kepada mereka yang berlaku musyrik hingga mereka masuk Islam.
2. Diperbolehkannya membunuh orang yang mengingkari shalat dan memerangi mereka yang menolak membayar zakat.
3. Tidak diperbolehkan berlaku sewenang-wenang terhadap harta dan darah kaum muslimin.
4. Diperbolehkannya hukuman mati bagi setiap muslim jika dia melakukan perbuatan yang menuntut dijatuhkannya hukuman itu seperti: Berzina bagi orang yang sudah menikah (muhshan), membunuh orang lain dengan sengaja dan meninggalkan agama dan jamaahnya.
5. Dalam hadits ini terdapat jawaban bagi kelompok murji’ah yang mengira bahwa iman tidak membutuhkan amal perbuatan.
6. Tidak mengkafirkan pelaku bid’ah yang menyatakan keesaan Allah dan menjalankan syari’at-Nya.
7. Di dalamnya terdapat dalil bahwa diterimanya amal yang zhahir dan menghukumi berdasarkan sesuatu yang zhahir sementara yang tersembunyi diserahkan kepada Allah.
Tema-tema hadits :
1. Aqidah dan syariat harus ditegakkan : 42 : 13,
2. Perlindungan nyawa dan harta: 2: 188, 4: 93
3. Besarnya kedudukan zakat : 9 : 34

AGAMA ADALAH NASEHAT

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ . [رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu Ruqoyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Agama adalah nasehat ) ), kami berkata: Kepada siapa? Beliau bersabda: Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya ). (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Kandungan Hadits:
1. Agama Islam berdiri tegak di atas upaya saling menasihati, maka harus selalu saling menasihati di antara masing-masing individu muslim.
2. Nasihat wajib dilakukan sesuai kemampuan.
Tema hadits dan ayat yang terkait dengannya:
1. Da’wah dan Amar Ma’ruf Nahi munkar : 3 : 104, 3: 110, 41 : 33
2. Pentingnya selalu upaya untuk saling mengingatkan: 51 : 55, 87 : 9.

AGAMA ADALAH NASEHAT

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ . [رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu Ruqoyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Agama adalah nasehat ) ), kami berkata: Kepada siapa? Beliau bersabda: Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya ). (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Kandungan Hadits:
1. Agama Islam berdiri tegak di atas upaya saling menasihati, maka harus selalu saling menasihati di antara masing-masing individu muslim.
2. Nasihat wajib dilakukan sesuai kemampuan.
Tema hadits dan ayat yang terkait dengannya:
1. Da’wah dan Amar Ma’ruf Nahi munkar : 3 : 104, 3: 110, 41 : 33
2. Pentingnya selalu upaya untuk saling mengingatkan: 51 : 55, 87 : 9.

MENGHINDARI PERKARA SYUBHAT

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ [رواه البخاري ومسلم]
Kosa kata :
بَيِّنٌ : Jelas فسد(ت) : Rusak
مشتبهات : Samar/syubhat أمور (أمر) : Perkara-perkara
اسْتَبْرَأ : Membebaskan اتقى : Menghindar
وقع : Terjerumus, melakukan عِرْضه : Kehormatan (nya)
يرعى : Menggembala الراعي: Penggembala,
pemimpin
يوشك : Hampir, nyaris الحمى : Batas, pematang.
مضغة : Segumpal daging صلح(ت) : Baik, layak
Terjemah hadits :
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata, Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agamanya dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Catatan:
• Hadits ini merupakan salah satu landasan pokok dalam syari’at. Abu Daud berkata: Islam itu berkisar pada empat hadits, kemudian dia menyebutkan hadits ini salah satunya.



Kandungan Hadist :
1. Termasuk sikap wara’ ) adalah meninggalkan syubhat.
2. Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
3. Menjauhkan perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.
4. Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik.
5. Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.
6. Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.
7. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara kearah sana.
8. Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.


Tema-tema hadits :
1. Penetapan halal dan haram : 2 : 275, 16 : 115, 5 : 87
2. Menghindari syubhat : 49 : 12
3. Kedudukan hati : 26 : 89, 16 : 106, 22 : 46
4. Allah Maha Berkuasa (Raja) : 5 : 40, 114 : 2

Rabu, 28 April 2010

BID'AH

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Kosa kata :
أحدث : Mengada-ada ردٌّ : Tertolak

Terjemah hadits:
Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya ), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak).



Kandungan Hadist :
1. Setiap perbuatan ibadah yang tidak bersandar pada dalil syar’i ditolak dari pelakunya.
2. Larangan dari perbuatan bid’ah yang buruk berdasarkan syari’at.
3. Islam adalah agama yang berdasarkan ittiba’ (mengikuti berdasarkan dalil) bukan ibtida’ (mengada-adakan sesuatu tanpa dalil) dan Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam telah berusaha menjaganya dari sikap yang berlebih-lebihan dan mengada-ada.
4. Agama Islam adalah agama yang sempurna tidak ada kurangnya.

Tema-tema hadits :
1. Kesempurnaan Islam : 5 : 3.
2. Bid’ah dan taklid : 57 : 27, 17 : 36

PENCIPTAAN MANUSIA

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. [رواه البخاري ومسلم].
Kosa kata :
حدثنا : menyampaikan
(kpd kami) خَلْقه : Penciptaan(nya)
بطن : Perut نطفة : Setetes mani
علقة : Setetes darah مضغة : Segumpal daging
المَلَكَ : Bentuk tunggal
dari ملائكة يَنْفُخُ : Meniup
أجله : Kematian (nya) شقيٌّ : Celaka
سعيد : Bahagia ذراع : Hasta (jarak antara
يسبق : Mendahului telapak tangan dan siku)

Terjemah Hadits :
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kandungan Hadist :
1. Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah bahagia dan celaka.
2. Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk syurga atau neraka, akan tetapi amal perbuatan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
3. Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
4. Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.
5. Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hati karenanya.
6. Kehidupan ada di Tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.
7. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.

Tema-tema hadits :
1. Pengorbanan seorang ibu yang mengandung : 31 : 14
2. Teori reproduksi manusia : 22 : 5, 23 : 14
3. Takdir : 57 : 22, 64 : 11
4. Husnul khotimah : 2 : 132, 4 : 18

PENCIPTAAN MANUSIA

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. [رواه البخاري ومسلم].
Kosa kata :
حدثنا : menyampaikan
(kpd kami) خَلْقه : Penciptaan(nya)
بطن : Perut نطفة : Setetes mani
علقة : Setetes darah مضغة : Segumpal daging
المَلَكَ : Bentuk tunggal
dari ملائكة يَنْفُخُ : Meniup
أجله : Kematian (nya) شقيٌّ : Celaka
سعيد : Bahagia ذراع : Hasta (jarak antara
يسبق : Mendahului telapak tangan dan siku)

Terjemah Hadits :
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kandungan Hadist :
1. Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah bahagia dan celaka.
2. Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk syurga atau neraka, akan tetapi amal perbuatan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
3. Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
4. Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.
5. Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hati karenanya.
6. Kehidupan ada di Tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.
7. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.

Tema-tema hadits :
1. Pengorbanan seorang ibu yang mengandung : 31 : 14
2. Teori reproduksi manusia : 22 : 5, 23 : 14
3. Takdir : 57 : 22, 64 : 11
4. Husnul khotimah : 2 : 132, 4 : 18

PENCIPTAAN MANUSIA

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. [رواه البخاري ومسلم].
Kosa kata :
حدثنا : menyampaikan
(kpd kami) خَلْقه : Penciptaan(nya)
بطن : Perut نطفة : Setetes mani
علقة : Setetes darah مضغة : Segumpal daging
المَلَكَ : Bentuk tunggal
dari ملائكة يَنْفُخُ : Meniup
أجله : Kematian (nya) شقيٌّ : Celaka
سعيد : Bahagia ذراع : Hasta (jarak antara
يسبق : Mendahului telapak tangan dan siku)

Terjemah Hadits :
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kandungan Hadist :
1. Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah bahagia dan celaka.
2. Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk syurga atau neraka, akan tetapi amal perbuatan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
3. Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
4. Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.
5. Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hati karenanya.
6. Kehidupan ada di Tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.
7. Sebagian ulama dan orang bijak berkata bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.

Tema-tema hadits :
1. Pengorbanan seorang ibu yang mengandung : 31 : 14
2. Teori reproduksi manusia : 22 : 5, 23 : 14
3. Takdir : 57 : 22, 64 : 11
4. Husnul khotimah : 2 : 132, 4 : 18

BANGUNAN ISLAM

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ. [رواه الترمذي ومسلم ]

Kosa kata :
سمعتُ : (saya) mendengar بُنِيَ (بَنَى) : Dibangun

Terjemah hadits :
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Alh Khottob radiallahuanhuma dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Islam dibangun di atas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan. (Riwayat Turmuzi dan Muslim).

Kandungan Hadist :
1. Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam menyamakan Islam dengan bangunan yang kokoh dan tegak di atas tiang-tiang yang kuat.
2. Pernyataan tentang keesaan Allah dan keberadaan-Nya, membenarkan kenabian Muhammad shallallahu`alaihi wa sallam , merupakan hal yang paling mendasar dibanding rukun-rukun yang lainnya.
3. Selalu menegakkan shalat dan menunaikannya secara sempurna dengan syarat rukunnya, adab-adabnya dan sunnah-sunnahnya agar dapat memberikan buahnya dalam diri seorang muslim yaitu meninggalkan perbuatan keji dan munkar karena shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
4. Wajib mengeluarkan zakat dari harta orang kaya yang sudah terpenuhi syarat-syarat zakat lalu memberikannya kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.
5. Wajibnya menunaikan ibadah haji dan puasa (Ramadhan) bagi setiap muslim.
6. Adanya keterkaitan rukun Islam satu sama lain. Siapa yang mengingkarinya maka dia bukan seorang muslim berdasarkan ijma’.
7. Nash di atas menunjukkan bahwa rukun Islam ada lima, dan masih banyak lagi perkara lain yang penting dalam Islam yang tidak ditunjukkan dalam hadits ini. Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda:
الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً
“ Iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang “

8. Islam adalah aqidah dan amal perbuatan. Tidak bermanfaat amal tanpa iman demikian juga tidak bermanfaat iman tanpa amal.

Tema-tema hadits :
1. Wala’ dan Bara’ dalam syahadatain: 2 : 256, 16 : 36
2. Shalat : 2 : 3, 19 : 31, 20 : 132,
3. Zakat : 9 : 71, 19 : 55, 73 : 20
4. Haji : 3 : 97, 2 : 196, 22 : 27
5. Puasa : 2 : 183, 2 : 185.

ISLAM,IMAN DAN IHSAN

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ . [ رواه مسلم ]
Kosa kata :
: طلعTerbit / datang
أسند :Menyandarkan
كفَّيه مثنى كف :Kedua telapak tangan
: فخذيه مثنى فخذ Kedua pahanya انطلق: Berangkat / Bertolak
ركبتيه مثنى ركبة : Kedua lututnya أثر : Bekas
الحُفاة ج الحافي: Telanjang kaki
أمارات ج أمارة: Tanda-tanda
العراة ج العاري : Telanjang
: رعاء ج راعي Penggembala
: يتطاولون Saling meninggikan

Arti hadits :
Dari Umar radhiyallahu `anhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam) seraya berkata, “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, Maka bersabdalah Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata, “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda, “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudia dia berkata, “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda,“ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya ". Dia berkata,“ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda, “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam) bertanya,“ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata,“ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda,“ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim)

Catatan:
• Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
• Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam )

Kandungan Hadist :
1. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
2. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
3. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata, “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
4. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba-sahayanya.
6. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya selama tidak dibutuhkan.
7. Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
8. Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.

Tema-tema hadits :
1. Iman : 2 : 285, 5 : 5, 6 : 82 dll.
2. Islam: 2 : 112, 4 : 125, 72 : 14, 40 : 66, 3 : 19, 5 : 3
3. Ihsan : 18 : 30, 28 : 77, 17 : 7, 5 : 93
4. Hari akhir : 7 : 187, 22 : 7, 31 : 34 .
5. Ilmu ghaib hanya Allah yang mengetahui: 2 : 3, 27:65, 6 : 50, 7 : 188
6. Belajar & mengajarkan Islam : 16:43, 21:7, 3:79, 9:122

Perbuatan Tergantung Niatnya

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وأبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Kosa kata:
الأعمال ج العمل: Perbuatan امرء : Seseorang
نوى : (Dia) niatkan امرأة : Seorang wanita

Arti Hadits:
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahuanhu, dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan ) tergantung niatnya ). Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya ) karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaaburi di dalam dua kitab Shahih, yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).

Catatan:
1. Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berkata: Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu bagian dari ketiga unsur tersebut. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata," Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata," Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
2. Sebab dituturkannya hadits ini, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama: “Ummu Qais” bukan untuk meraih pahala berhijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).

Kandungan Hadist:
1. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
4. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
6. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7. Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.


Tema-tema hadits:
1. Niat dan keikhlasan : 7 : 29, 98 : 5
2. Hijrah : 4 : 97, 2 : 218, 3 : 195, 8 : 72
3. Fitnah dunia : 3 : 145, 4 : 134, 6 : 70, 8 : 67

Sabtu, 24 April 2010

Sejarah Perkembangan Hadis (Kodifikasi Hadis)

♦ Sebenarnya penulisan hadis sudah dimulai sejak
masa Rasulullah SAW dan kemudian dilanjutkan
pada masa sahabat dan tabiin.
♦ Diantara tulisan yang dihasilkan pada masa
sahabat adalah :
As-Shahifah as-Shadiqah oleh Abdullah bin Amr
Shahifah Abu Musa al-Asy’ari
Shahifah Jabir bin Abdullah



Kodifikasi hadis secara resmi dilakukan pada akhir abad pertama hijrah pada masa tabiin atas prakarsa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dimana beliau memerintahkan kepada Abu Bakr bin Hazm dan Ibnu Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah yang sudah ditulis sebelumnya.

Pada abad kedua hijrah, Imam Malik bin Anas menyusun kitab ‘Al-Muqaththa’

Masa Keemasan Kodifikasi Hadis

♦ Masa ini berlangsung pada abad ketiga hijrah yang
ditandai dengan disusunnya al-Kutub As-Sittah (Enam Kitab Induk Hadis), yaitu :
Shahih al-Bukhari
Shahih Muslim
Sunan Abi Dawud
Sunan at-Tirmidzi
Sunan an-Nasa’i
6. Sunan Ibnu Majah

Hadis Pasca Masa Keemasan
♦ Pada abad keempat hijrah muncul kitab-kitab hadis yang secara global lebih longgar dari sisi kwalitasnya dibanding dengan al-Kutub as-Sittah, misalnya : Shahih Ibnu Hibban, Mu’jam at-Thabrani, Sunan ad-Daruquthni dan al-Mustadrak
♦ Setelah abad keempat hijrah muncul kitab-kitab yang menekankan pada :
1. Penghimpun hadis-hadis pilihan yang disusun
sebelumnya baik dari kitab Shahih al-Bukhari
dan Muslim, al-Kutub as-Sittah atau lainnya
2. Penjelasan atau komentar (syarh) terhadap
kitab-kitab yang disusun sebelumnya

ejarah Perkembangan Hadis 2 (Masa Sahabat dan Tabiin)

1. Definisi Sahabat dan Tabiin
♦ Sahabat adalah seorang yang bertemu dengan Rasulullah dalam keadaan muslim dan wafat dalam keadaan muslim pula.
♦ Sementara itu, jika bertemu dan wafat dalam keadaan muslim tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah disebut mukhadhram
♦ Tabiin adalah seorang muslim yang bertemu dengan sahabat dan wafat dalam keadaan muslim pula.

2. Metode sahabat dalam
periwayatan hadis :

a. Berhati-hati dalam meriwayatkan hadis
agar terhindar dari kekeliruan dan
menangkal masuknya penyimpangan
kedalam hadis
b. Melakukan klarifikasi dalam penerimaan
hadis

3. Pusat-pusat pengajaran hadis :
Madinah Munawwarah
Makkah al-Mukarramah
Kufah
Basrah
Mesir
Maghrib
Andalusia
Yaman
Jurjan
Khurasan
Syam

Sejarah perkembangan Ilmu hadits Di masa rosulullah

1. Sarana penyampaian hadis
a. Melalui majlis ilmu, seperti setelah shalat
b. Melalui forum umum, seperti pada waktu
haji wada’
c. Melalui forum khusus, seperti jawaban atas
pertanyaan dalam sebuah pertemuan
d. Melalui keluarga terutama para isterinya,
seperti masalah rumah tangga dan
hubungan suami isteri

2. Penulisan Hadis
Terdapat dua kelompok hadis seputar penulisan hadis Rasulullah saw : Pertama : Hadis-hadis yang memberikan pengertian larangan melakukan penulisan hadis, diantaranya
لا تكتبوا عني ومن كتب عني غير القرآن فليمحه
“Janganlah kamu sekalian menulis dariku selain al-Qur’an dan siapa yang menulis dariku selain al-Qur’an maka hapuslah” (HR Muslim)
Kedua : Hadis-hadis yang memberikan pengertian perintah melakukan penulisan hadis, diantaranya :
استعن على الحفظ بيمينك
“Bantulah hafalan dengan tangan kananmu” (HR Tirmidzi).
: ... فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ اكْتُبْ لِى يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اكْتُبُوا لأَبِى فُلاَنٍ ».
“… .. Lalu datanglah seorang laki-laki dari penduduk Yaman dan berkata : Tulislah untukku wahai Rasulullah. Maka beliau bersabda : Tulislah untuk Abi Fulan”.





3. Penyelesaian terhadap hadis kontradiktif tentang penulisan hadis diatas :
a. Larangan bersifat sementara karena khawatir
tercampurnya hadis dengan al-Qur’an
b. Larangan atas sebagian sahabat yang memiliki
hafalan yang kuat atau atas orang-orang yang
tidak memiliki ketrampilan menulis
c. Larangan bersifat umum, tetapi Rasulullah saw
memberikan izin secara khusus kepada beberapa
sahabat.
d. Larangan mencatat hadis bersam al-Qur’an dalam
lembaran yang sama
e. Hadis larangan dinasakh dengan hadis perintah


4. Mengapa para sahabat berbeda
dalam penguasaan hadis ?

a. Perbedaan kemampuan intelektual
b. Perbedaan kwalitas dan kwantitas
interaksi dengan Rasulullah SAW
c. Perbedaan masa masuk Islam
d. Perbedaan inisiatif bertanya kepada
Rasulullah SAW

5. Apakah Ilmu Hadis (Dirayah) sudah muncul pada masa Rasulullah SAW ?

Ilmu hadis dirayah dalam tataran aplikasi sudah muncul pada masa Rasulullah SAW
Tetapi dalam tataran teori ilmu yang terstruktur baru muncul pada abad keempat hijrah dengan ar-Ramuharmuzi sebagai pelopornya yang dituangkan dalam bukunya al-Muhaddits al-Fashil baina ar-Rawi wa al-Wa’i

Kedudukan hadits

☻Kedudukan hadis dan dalil-dalilnya
Hadis merupakan sumber kedua bagi ajaran
Islam setelah al-Quran

☻Dalil-dalilnya :
1. Al-Qur’an :
- يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (النساء : 59)
- قلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (النمل : 32)
2. Sunnah :
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ (رواه مالك)
3. Ijma’ :
- Para ulama sepakat bahwa sunnah/hadis Rasulullah SAW merupakan sumber kedua bagi Islam setelah al-Qur’an
4. Logika :
- Konsekwensi iman terhadap risalah Rasulullah saw adalah iman dan pengakuan terhadap segala sesuatu yang dibawanya
☻ Fungsi hadis terhadap al-Qur’an :
1. Bayan at-ta’kid (penguat al-Qur’an)
َ- فمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ (البقرة : 185)
- صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين ) رواه البخاري)
2. Bayan at-tasyri’ (pembawa hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’an)
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم فرض زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر أو عبد ذكر وأنثى من المسلمي

3. Bayan at-tafsir (penjelas al-Qur’an)
Tafshil al-mujmal


Taqyid al-muthlaq
Takhshish al-’am


4. Bayan an-naskh (penghapus al-Qur’an)

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ أَلاَ لاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

Kamis, 22 April 2010

Pengantar Mushthalah Hadits

PENDAHULUAN
Pada awalnya Rasulullah saw melarang para sahabat menuliskan hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan Al-Qur’an.
Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali adalah oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menulis surat kepada gubernurnya di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin Amr Hazm Al-Alshari untuk membukukan hadits.
Ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Ar-Rabi Bin Shabi dan Said bin Abi Arabah, akan tetapi pengumpulan hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang shahih dengan, dha’if, dan perkataan para sahabat.
Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-Muwatha di Madinah, di Makkah Hadits dikumpulkan oleh Abu Muhammad Abdul Malik Bin Ibnu Juraiz, di Syam oleh imam Al-Auza i, di Kuffah oleh Sufyan At-Tsauri, di Bashrah oleh Hammad Bin Salamah.
Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab musnad, seperti musnad Na’im ibnu hammad.
Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab shahih Bukhari dan Muslim.
PEMBAHASAN
Ilmu Hadits:
ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.
Hadits:
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah saw, berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).
Sanad:
Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.
Matan:
Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.
PEMBAGIAN HADITS
Dilihat dari konsekuensi hukumnya:
Hadits Maqbul (diterima): terdiri dari Hadits shahih dan Hadits Hasan
Hadits Mardud (ditolak): yaitu Hadits dha’if
Penjelasan:
HADITS SHAHIH:
Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini:
Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.Perawi yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).
Tsiqah (yaitu hapalannya kuat).
Tidak ada syadz. Syadz adalah seorang perawi yang tsiqah menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya.
Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits
Hukum Hadits shahih: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.
HADITS HASAN:
Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan shaduq (tingkatannya berada di bawah tsiqah).
Shaduq: tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqahannya. Shaduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.

Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqahan seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqah.
Hukum Hadits Hasan: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN SHAHIH
Penyebutan istilah Hadits hasan shahih sering disebutkan oleh imam Tirmidzi. Hadits hasan shahih dapat dimaknai dengan 2 pengertian:
Imam Tirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shahih, maka jadilah dia Hadits hasan shahih.
Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shahih oleh ulama yang lainnya.
HADITS MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI
Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim pada kitab shahih mereka masing-masing.
TINGKATAN HADITS SHAHIH
Hadits muttafaqqun ‘alaihi
Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Bukhari saja
Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-kitab shahih mereka.
Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari
Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim
Syarat Bukhari dan Muslim: perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka.
HADITS DHA’IF
Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shahih dan Hasan.
Hukum Hadits dha’if: tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dha’if kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut. Hadits dha’if berbeda dengan hadits palsu atau hadits maudhu`. Hadits dha’if itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits.
Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah saw. Walau yang paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.
Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut iman An-Nawawi dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dha’if dalam fadailul a’mal sudah merupakan kesepakatan para ulama.
Untuk tahap lanjut tentang ilmu hadits, silakan merujuk pada kitab “Mushthalahul Hadits”
Buat kita orang-orang yang awam dengan ulumul hadits, tentu untuk mengetahui derajat suatu hadits bisa dengan bertanya kepada para ulama ahli hadits. Sebab merekalah yang punya kemampuan dan kapasitas dalam melakukan penelusuran sanad dan perawi suatu hadits serta menentukan derajatnya.
Setiap hadits itu harus ada alur sanadnya dari perawi terakhir hingga kepada Rasulullah SAW. Para perawi hadits itu menerima hadits secara berjenjang, dari perawi di atasnya yang pertama sampai kepada yang perawi yang ke sekian hingga kepada Rasulullah SAW.
Seorang ahli hadits akan melakukan penelusuran jalur periwayatan setiap hadits ini satu per satu, termasuk riwayat hidup para perawi itu pada semua level / tabaqathnya. Kalau ada cacat pada dirinya, baik dari sisi dhabit (hafalan) maupun `adalah-nya (sifat kepribadiannya), maka akan berpengaruh besar kepada nilai derajat hadits yang diriwayatkannya.
Sebuah hadits yang selamat dari semua cacat pada semua jalur perawinya hingga ke Rasulullah SAW, dimana semua perawi itu lolos verifikasi dan dinyatakan sebagai perawi yang tisqah, maka hadits itu dikatakan sehat, atau istilah populernya shahih. Sedikit derajat di bawahnya disebut hadits hasan atau baik. Namun bila ada diantara perawinya yang punya cacat atau kelemahan, maka hadits yang sampai kepada kita melalui jalurnya akan dikatakan lemah atau dha`if.
Para ulama mengatakan bila sebuah hadits lemah dari sisi periwayatannya namun masih tersambung kepada Rasulullah SAW, masih bisa dijadikan dalil untuk bidang fadhailul a`mal, atau keutamaan amal ibadah.
Sedangkan bila sebuah hadits terputus periwayatannya dan tidak sampai jalurnya kepada Rasulullah SAW, maka hadits ini dikatakan putus atau munqathi`. Dan bisa saja hadits yang semacam ini memang sama sekali bukan dari Rasulullah SAW, sehingga bisa dikatakan hadits palsu atau maudhu`. Jenis hadits yang seperti ini sama sekali tidak boleh dijadikan dasar hukum dalam Islam.
Untuk mengetahui apakah sebuah hadits itu termasuk shahih atau tidak, bisa dilihat dalam kitab susunan Imam Al-Bukhari yaitu shahih Bukhari atau Imam Muslim yaitu shahih muslim. Untuk hadits-hadits dha’if juga bisa dilihat pada kitab-kitab khusus yang disusun untuk membuat daftar hadits dha’if.
Di masa sekarang ini, para ulama yang berkonsentrasi di bidang hadits banyak yang menuliskannya, seperti karya-karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani. Di antaranya kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah yang berjumlah 11 jilid.

Rabu, 21 April 2010

Sebab-sebab Keberkahan Rezeki

الحَمْدُ للهِ الذِي تكفَّلَ بأرزاقِ جميعِ الكائناتِ، وفتحَ لكسبِ الرزقِ أبوابًا ، وجعلَ لحلولِ البركةِ فيهِ أسبابًا ، ، وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريكَ لَهُ القائلُ :]وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا [ (هود : 6) وأشْهَدُ أَنَّ سيدَنَا مُحَمَّدًا عبدُ اللهِ ورسولُهُ القائلُ:«أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ ، فَإِنَّ نَفْساً لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا ، فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ، خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ»( ) اللهمَّ صلِّ وسلِّمْ وبارِكْ علَى سيدِنَا محمدٍ وعلَى آلِهِ وأصحابِهِ والتابعينَ وتابعِيهِمْ بإحسانٍ إلَى يومِ الدينِ .
أمَّا بعدُ : فأوصيكُمْ عبادَ اللهِ ونفسِي بتقوَى اللهِ عزَّ وجلَّ فِي السرِّ والعلنِ ، فإنَّهَا وصيةُ اللهِ للأولينَ والآخرينَ ، قالَ تعالَى :]وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاًّ * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ[ الطلاق :2 - 3
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah.
Sesungguhnya jika Allah swt menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya maka Ia akan memberikan keberkahan dalam rezeki hamba-Nya. Allah akan bukakan berbagai pintu bagi hambanya; diantara sebab-sebab keberkahan dalam rezeki adalah sebagai berikut :

1. Takwa kepada Allah SWT
و]َلَوْ أَنَّ أَهْلَ القُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ[ الأعراف : 96
Artinya : "Dan kalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa sungguh akan kami bukakan pintu keberkahan untuk mereka dari langit dan bumi" (Al-a'raf: 96)
2. Doa dan istighfar
]وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ [ غافر : 60
"Dan Tuhanmu berkata: berdoalah kepadaKu, Aku akan mengabulkan doamu" (QS: Ghafir: 60)
قالَ تعالَى علَى لسانِ نوحٍ عليهِ السلامُ :] فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً * يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَاراً * وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً [ نوح :10 – 12
Allah berfirman melalui lisan Nuh as : "Maka aku katakan kepada mereka mohonlah ampun kepada tuhanmu, sesungguhnya Dia maha pengampun, niscya Ia akan mengirimkan hujan yang lebat kepadamu, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebundan mengadakan pula untukmu sungai-sungai." (Nuh: 10-12)
وقَالَ :« مَنْ لَزِمَ الاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّرَسُولُ اللَّهِ ضِيقٍ مَخْرَجاً ، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجاً ، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ » أبو داود : 1518 .
"Barang siapa yang senantiasa beristighfar, Allah akan menjadikan dari setiap kesempitannya jalan keluar, dan dari setiap kesusahannya kemudahan dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka" (HR. Abu Dawud)

3. Mengambil sebab, sempurna dalam bekerja dan mencari yang halal.
قالَ اللهُ تعالَى :] هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ [ الملك: 15
"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjuruhnya dan makanlah dari segala rezki-Nya dan kepada-Nya-lah kamu (kembali) setelah dibangkitkan." (Al-Mulk: 15)

4. Jujur dan meninggalkan kecurangan
قَالَ رَسُولُ :« الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا ، فَإِنْ صَدَقَااللَّهِ وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا » متفق عليه .
“Penjual dan pembeli keduanya bebas memilih selagi keduanya belum berpisah. Maka jika keduanya jujur dan saling menjelaskan dengan benar, maka akan diberkahi pada bisnis keduanya. Namun jika menyembunyikan cacat dan dusta, maka terhapuslah keberkahan jual beli tersebut. (HR. Bukhari – Muslim)
5. Menjalin silaturrahim
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (رواه البخاري)
Dari Anas bin Malik ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berkeinginan agar rizkinya dilapangkan dan nama baiknya di kekalkan, maka hendaknya ia menyambung tali persaudaraannya.” (HR. Bukhari)

6. Berbuat baik kepada orang lemah dan gemar membantu mereka
:«ابْغُونِى الضُّعَفَاءَ( )قَالَ رَسُولُ اللَّهِ فَإِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُمْ» أبو داود
Rosulullah bersabda: Pintalah kepadaku orang-orang lemah, sesungguhnya kalian diberi rezki dengan orang-orang lemah divantara kalian. (HR. Abu Dawud)
:«مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّقَالَ رَسُولُ اللَّهِ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا : اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقاً خَلَفاً ، وَيَقُولُ الآخَرُ : » متفق عليه .
Rosulullah bersabda: Tidaklah setiap hari ketika seorang hamba memasuki waktu paginya, kecuali ada dua malaikat yang turun, maka berkata salah seorang dari keduanya: " Salah satunya mengatakan: "Ya Allah, berikanlah pengganti kepada orang yang dermawan." Dan Malaikat yang lain berkata: "Ya Allah, berikanlah kerusakan kepada orang yang kikir". (HR. Bukhori- Muslim)
وفِي الحديثِ القدسيِّ الجليلِ :« قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ» متفق عليه .
Di dalam hadist Qudsi Allah berfirman : "Berinfaklah kamu, maka Aku akan berifak kepadamu" (HR. Bukhori- Muslim)

7. Selalu bersyukur atas segala yang Allah berikan
قالَ اللهُ سبحانَهُ وتعالَى :] وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ [ إبراهيم : 7
Allah berfirman: "Dan ingatlah ketika tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur maka aku akan tambahkan nikmatmu kepadamu." (QS. Ibrahim : 7)
:« مَنْ قَالَ حِينَقال يُصْبِحُ اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِى مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ. فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ يَوْمِهِ وَمَنْ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ حِينَ يُمْسِى فَقَدْ أَدَّى شُكْرَ لَيْلَتِهِ» أبو داود
Rosulullah bersabda : "Barangsiapa yang ketika pagi membaca zikir di atas sungguh telah menunaikan kesyukuran harinya, barangsiapa seperti itu juga pada sore harinya telah menunaikan kesyukuran pada malamnya. (HR. Abu Dawud)
وكانَ :«اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ ... شُكْرَ نِعْمَتِكَمِنْ دعاءِ النبيِّ وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ» الترمذي : 3407
Dan Rosulullah membaca dalam doanya: "Ya Allah aku memohon kepadamu untuk mensyukuri nikmatmu dan benar dalam beribadah kepadamu." (HR. Tirmizi)

8. Qona'ah (merasa cukup) dan tidak tamak
عنْ حكيمِ قالَ لهُ :«يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌبنِ حزامٍ : أنَّ النبيَّ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِطِيبِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ ، وَكَانَ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ» متفق عليه
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada shahabatnya Hakim bin Hizaam: "Wahai Hakim! Sesungguhnya harta ini indah dan manis, maka barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, niscaya mendapat keberkahan, dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang tamak, niscaya tidak mendapat keberkahan, dan ia seperti orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang, dan tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah . (HR. Bukhori-Muslim)
Khutbah Kedua
الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ، الذِي خلقَنَا ورزقَنَا ، وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريكَ لَهُ، وأَشْهَدُ أَنَّ سيدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، اللهُمَّ صَلَّ وسلِّمْ وبارِكْ عَلَى سيدِنَا محمدٍ وعَلَى آلِهِ وصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تسليمًا كثيرًا .
أما بَعْدُ: فاتقُوا اللهَ عبادَ اللهِ وأكثرُوا مِنَ الذكْرِ والاستغفارِ والدعاءِ والتوبةِ والإنابةِ إلَى اللهِ تعالَى، وصِلُوا أرحَامَكُمْ، واشكُرُوا اللهَ علَى جزيلِ نعمائِهِ وآلائِهِ، وأحسنُوا إلَى الفقراءِ والمساكينِ والضعفاءِ ، واعلمُوا أنَّ رزقَ اللهِ تعالَى لاَ يُنَالُ إلاَّ بطاعتِهِ ، فاستقيمُوا علَى أوامرِهِ واجتنبُوا نواهِيهِ، فإنَّ المعصيةَ سببٌ مِنْ أسبابِ الحرمانِ مِنَ الرزقِ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r « إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ »( ).
هَذَا وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أُمِرْتُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَيْه ، قَالَ
تَعَالَى:]إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا[( ) ويَقُولُ الرسولُ r :« مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْراً »( ) اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، اللَّهُمَّ ارزقْنَا رزقًا حلالاً طيبًا وبارِكْ لنَا فيهِ واجعلْنَا مِنَ الشاكرينَ لكَ عليهِ ، اللَّهُمَّ إنَّا نسألُكَ تقْوَاكَ ومخافتَكَ ، اللَّهُمَّ اجعلْنَا مِنَ المستغفرينَ لكَ، اللَّهُمَّ إنَّا نسألُكَ كسبًا حلالاً، وصدقًا فِي القولِ والعملِ ، اللَّهُمَّ اجعلْنَا مِنَ الواصلينَ لأرحامِهِمْ والمحسنينَ إلَى جيرانِهِمْ وضعفائِهِمْ، اللَّهُمَّ ارزقْنَا القناعةَ، اللَّهُمَّ إِنِّا نسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى ، اللَّهُمَّ إِنِّا نسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدينِ والدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّا نسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنَا حُبَّكَ، اللَّهُمَّ إِنِّا نسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الأَمْرِ، وَالْعَزِيمَةَ عَلَى الرُّشْدِ، وَنسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، اللَّهُمَّ أَخلِفْ علَى مَنْ زكَّى مالَهُ عطاءً ونماءً وزدْهُ مِنْ فضلِكَ سعةً ورخاءً، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِكُلِّ مَنْ وَقَفَ لَكَ وَقْفًا يَعُودُ نَفْعُهُ عَلَى عِبَادِكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ ، اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الْمَغْفِرَةَ والثَّوَابَ لِمَنْ بَنَى هَذَا الْمَسْجِدَ وَلِوَالِدَيْهِ، وَلِكُلِّ مَنْ عَمِلَ فِيهِ صَالِحًا وَإِحْسَانًا، وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ لِكُلِّ مَنْ بَنَى لَكَ مَسْجِدًا يُذْكَرُ فِيهِ اسْمُكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ ، اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا إِلَى مَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، وَأَيِّدْ إِخْوَانَهُ حُكَّامَ المسلمين ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ بَلَدَنَا هَذَا آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِينَ، وَوَفِّقْنَا جَمِيعًا لِلسَّيْرِ عَلَى مَا يُحَقِّقُ الْخَيْرَ وَالرِّفْعَةَ لِهَذِهِ الْبِلاَدِ وَأَهْلِهَا أَجْمَعِينَ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ صَلاَتَنَا وَقِيَامَنَا، وَاجْعَلْ جَمِيعَ أَعْمَالِنَا خَالِصَةً لِوَجْهِكَ الْكَرِيمِ.
اذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْتَغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلاَةَ

Mewujudkan Keberkahan Dalam Bermasyarakat

Hadirin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Dari mimbar khutbah jumat ini khatib mengajak kepada diri khatib dan jamaah sekalian untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Peningkatan iman yang terus dilakukan dengan peningkatan amal sholeh. Karena derajat kemuliaan seorang hamba di sisi Allah hanyalah dinilai dengan ketakwaannya. Allah berfirman: إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling bertakwa di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”.

Hadirin Jama'ah Jum'at yang dimuliakan Allah
Masyarakat yang berkah adalah masyarakat yang jauh dari dosa-dosa dan maksiat. Sebaliknya masyarakat yang penuh dengan dosa-dosa dan kemaksiatan adalah masyarakat yang rentan. Ibarat tubuh penuh dengan penyakit dan kotoran yang menjijikkan. Maka ia tidak produktif dan bahkan tidak bisa diharapkan darinya kebaikan.
Keberkahan suatu masyarakat itu mempunyai syarat khusus yang telah dipatok oleh Al-Quran sehingga dengan mewujudkannya akan terwujudlah masyarakat yang mendapatkan keberkahan, sebagaimana firman Allah:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ .
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’rof: 96)

Ustadz Sayyid Qutb mengomentari ayat ini sebagaimana yang ditulisnya dalam tafsir zhilal, beliau mengatakan: “Berkah-berkah yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa secara tegas dan meyakinkan itu, bermacam-macam jenis dan ragamnya. Juga tidak diperinci dan tidak ditentukan batas-batanya oleh nash ayat itu. Isyarat yang diberikan nash Al-Quran itu menggambarkan limpahan yang turun dari semua tempat, bersumber dari semua lokasi, tanpa batas, tanpa perincian, dan tanpa penjelasan. Maka ia adalah berkah dengan segala macam warnanya, dengan segala gambaran dan bentuknya. Keberkahan yang dijanjikan kepada orang beriman dan bertakwa ialah bahwa keberberkahan itu kadang-kadang menyertai sesuatu yang jumlahnya sedikit, tetapi memberikan manfaat yang banyak serta diiringi dengan kebaikan, keamanan, kerelaan, dan kelapangan hati. Berapa banyak bangsa yang kaya dan kuat, tetapi hidup dalam penderitaan, tidak ada rasa aman, penuh goncangan dan krisis, bahkan menunggu kehancuran.”

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah
Ketika kehidupan berjalan secara sinergis antara unsur-unsur pendorong dan pengekangnya, dengan bekerja di bumi sambil memandang ke langit, terbebas dari hawa nafsu, menghambakan diri dan tunduk kepada Allah. Berjalan dengan baik menuju ke arah yang diredoin oleh Allah, maka sudah tentu kehidupan model ini akan diliputi dengan keberkahan, dipenuhi dengan kebaikan dan dinaungi dengan kebahagian.
Berkah yang diperoleh bersama iman dan takwa adalah berkah yang meliputi segala sesuatu. Berkah yang terdapat di dalam jiwa, dalam perasaan, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Juga berkah yang mengembangkan kehidupan dan meninggikan mutunya dalam setiap waktu. Jadi bukan semata-mata melimpahnya kekayaan namun dibarengi dengan penderitaan, kesengsaraan, kerusakan bahkan kegersangan jiwa.
Tuntutan keberkahan yang dapat diambil dari tuntunan ayat di atas adalah: merealisasikan keimanan dalam keseharian, meningkatkan ketaqwaan dalam setiap amalan. Maka sebaliknya, hal-hal yang akan menghilangkan keberkahan itu adalah karena mendustakan ajaran dan ayat-ayat Allah, kemudian terperosoknya seseorang bahkan masyarakat ke dalam kubangan kemaksiatan.
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam salah satu bukunya “Al jawaabul Kaafii liman Sa’ala ‘anid Dawaaisy Syaafii” menyebutkan beberapa bahaya dan pengaruh dosa terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat yang akan membawa pada hilangnya keberkahan. Di antaranya pengaruh buruk dosa dan kemaksiatan itu adalah:

Pertama: Dosa memperlemah kesadaran akan keagungan Allah dalam hati.
Seorang yang penuh dengan dosa-dosa tidak akan lagi bersungguh-sungguh mengagungkan Allah. Kaki akan terasa malas dan berat berat untuk melangkah ke masjid dan menghadiri pengajian. Badan terasa sulit untuk bangun pada waktu fajar melaksanakan shalat subuh. Telinga tidak suka lagi mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an, lama kelamaan hati menjadi keras seperti batu bahkan bisa lebih keras dari pada itu. Maka ia hilanglah rasa sensitive terhadap suatu dosa, tidak bergetar lagi hatinya ketika keagungan Allah disebut. Allah berfirman:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ .
"Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Baqoroh: 74)

Kedua: Dosa membuat seseorang tidak mempunyai rasa malu.
Seseorang yang biasa berbuat dosa, lama-kelamaan tidak merasa berdosa lagi. Bahkan ia tidak merasa malu berbuat dosa di depan siapapun. Bila rasa malu hilang maka hilanglah kebaikan. Rosulullah saw bersabda: “Rasa malu itu semuanya baik”. Maksud dari hadist ini adalah: bahwa semakin kuat rasa malu dalam diri seseorang akan semakin menyebar darinya kebaikan. Dengan demikian masyarakat yang mempunyai rasa malu adalah masyarakat yang baik pula dan penuh nuansa kemanusiaan.

Ketiga: Dosa menghilangkan keberkahan dan nikmat serta menggantikannya dengan bencana.
Allah swt. selalu menceritakan bahwa diazabnya umat-umat terdahulu adalah karena mereka berbuat dosa. Dalam surat Al Ankabuut ayat 40 Allah SWT berfirman:
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ .
"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (QS. An-Ankabut: 40)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا وَجَعَلْنَا الْأَنْهَارَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا ءَاخَرِينَ .
"Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (QS. An-an’am: 6)

Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Keberkahan yang kita inginkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini tidak akan terwujud hanya dengan teori-teori dan arahan tanpa adanya kesadaran untuk saling mengingatkan dan keinginan untuk mau mendengarkan dan menerima kebenaran, serta adanya kepedulian untuk saling menghargai, saling mencintai, saling membantu dan memenuhi hak dan kewajiban. Oleh sebab itulah Rasulullah berpesan kepada istri-istrinya untuk memperbanyak kuah masakan untuk dibagikan kepada tetangga-tetangganya.
Memperbanyak kuah sebagaimana dimaksud oleh Rasulullah adalah, kepedulian kepada tetangga dan masyarakat dalam arti luas. Apabila seorang memiliki kelebihan rezeki janganlah ia melupakan tetangga kiri dan kanan, mungkin di antara mereka ada yang tidak memiliki makanan untuk hari itu, atau mungkin anaknya sedang sakit namun ia malu meminjam uang untuk berobat. Bisa pula kepedulian ini dalam bentuk non makanan, misalnya kesehatan dan biaya pendidikan. Siapakah yang paling memahami kesulitan bersosial seseorang selain tetangganya?
Pentingnya kepedulian ini sehingga di akhirat nanti Allah akan mempertanyakannya kepada kita masing-masing tentang kepedulian kita kepada sesama, Imam Muslim dalam kitab shohihnya meriwayat hadist Qudsi:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِى. قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِى فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِى عِنْدَهُ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِى. قَالَ يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِى. قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى »
Dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt berfirman pada hari kiamat: “Wahai anak adam! Aku sakit kenapa engkau tidak menjengukku, ia berkata:”Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku menjengukmu, sedangkan engkau adalah Tuham semesta alam.” Allah berfirman: “Engkau tahu bahwa seorang hamba-Ku sakit di dunia akan tetapi engkau tidak menjenguknya, seandainya engkau menjenguknya sungguh engkau akan dapati Aku di sisinya.” Wahai anak adam, Aku meminta makan kepadamu, kenapa engkau tidak memberiku?” Orang itu berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku member-Mu makan, sedangkan engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berfirman: “Engkau mengetahui ada dari hamba-Ku yang kelaparan dan engkau tidak memberinya makan, sekiranya engkau memberinya makan, niscaya engkau dapati Aku di sisinya. Wahai anak adam Aku meminta minum padamu, sedang engkau enggan memberik-Ku minum.” Ia berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah menjawab: “Seseorang meminta minum padamu dan engkau tak memberinya, sekiranya engkau memberinya minum niscaya engkau dapati Aku di sisinya.” (HR. Muslim)
Kaum muslimin jamaah jumat yang dimuliakan Allah
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari khutbah yang singkat ini adalah: bahwa tidak mungkin individu yang kotor, yang hidup di alam dosa, akan melahirkan masyarakat yang baik. Oleh karena itu, jalan satu-satunya untuk membangun masyarakat yang bersih dan beradab, penuh dengan nuansa tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, yang jauh dari kerjasama dalam keburukan dan dosa, adalah hanya dengan kembali bersungguh-sungguh mentaati Allah dan mengagungkan-Nya. Kembali meramaikan masjid, mengajak keluarga, anak-anak untuk menunaikan sholat sebagai kewajiban kita kepada Allah yang tak boleh dilalaikan apapun kondisinya, membaca dan memahami Al-Quran, menerapkan pengetahuan tentang islam yang sudah diketahui, mengendalikan nafsu dari dosa-dosa dan sesuatu yang mendatangkan murka Allah serta tidak melupakan untuk saling peduli dan saling mengingatkan sesama saudara dan tetangga.
Semoga Allah menjadikan masyarakat dan bangsa kita bangsa yang mendapatkan keberkahan, mengumpulkan kita dalam umat Rosulullah yang terbaik dan terjauhkan dari ketergelinciran ke dalam jurang kemaksiatan. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

MAJELIS ILMU AL ISLAMI DI FACEBOOK