Kumpulan-Kumpulan ilmu Aqidah,fiqih,Hadits,tajwid,Muammalah,Khutbah Jum'at,Jadwal pengajian Majelis ta'lim & kata-kata Mutiara & Kisah Nasehat
Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.
Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.
Ahlan Wa sahlan di blog saya yang sangat sederhana ini
Salam Ukhuwah buat saudara-saudaraku yang telah mampir di blog saya , selamat berseluncur menikmati secuil ilmu yang ada disini . dan Semoga bermanfaat bagi setiap yang membaca nya .... Aamiin .....
Salam Ukhuwah
Abu Yumna
Ahlan Wa sahlan di blog saya yang sangat sederhana ini
Salam Ukhuwah buat saudara-saudaraku yang telah mampir di blog saya , selamat berseluncur menikmati secuil ilmu yang ada disini . dan Semoga bermanfaat bagi setiap yang membaca nya .... Aamiin .....
Salam Ukhuwah
Abu Yumna
Rabu, 11 Juli 2012
FIQIH PUASA BAGI MUSLIMAH
Dalam
surat Al-Baqoroh ayat 183, Allah SWT memerintahkan umat Islam
melaksanakan shiyam (puasa) untuk mencapai derajat taqwa. Perintah ini
adalah umum, baik untuk pria maupun wanita. Tetapi dalam perincian
pelaksanaan shiyam, ada beberapa hukum khusus bagi wanita. Hal ini
terjadi karena perbedaan fithrah yang ada pada wanita yang tidak
dimiliki oleh pria. Dalam kajian ini- insya Allah- akan dibahas
hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita secara khusus.
Panduan Umum
1. Wanita sebagaimana pria disyari'atkan memanfaatkan
bulan suci ini untuk hal-hal yang bermanfaat, dan
memperbanyak menggunakan waktu untuk beribadah.
Seperti memperbanyak bacaan Al-Qur'an, dzikir, do'a,
shodaqoh dan lain sebagainya, karena pada bulan ini amal
sholeh dilipatgandakan pahalanya.
2. Mengajarkan kepada anak-anaknya akan nilai bulan
Ramadhan bagi umat Islam, dan membiasakan mereka
berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan
hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai
dengan tingkat kefahaman yang mereka miliki.
3. Tidak mengabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat
berbagai variasi makanan untuk berbuka. Memang wanita
perlu menyiapkan makanan, tetapi jangan sampai hal itu
menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk
mengisi waktunya dengan beribadah dan bertaqorrub
(mendekatkan diri) kepada Allah.
4. Melaksanakan shalat pada waktunya (awal waktu)
Hukum
berpuasa bagi muslimah berdasarkan umumnya firman Allah SWT (QS.
Al-Baqoroh: 183) serta hadits Rasulullah SAW (HR.Bukhori & Muslim),
maka para ulama' ber-ijma' bahwa hukum puasa bagi muslimah adalah wajib,
apabila memenuhi syarat-syarat; antara lain: Islam, akil baligh, muqim,
dan tidak ada hal-hal yang menghalangi untuk berpuasa.
Wanita Shalat Tarawih, I'tikaf dan Lailat al Qodr
Wanita
diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid jika aman
dari fitnah. Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian melarang wanita
untuk mengunjungi masjid-masjid Allah " (HR. Bukhori). Prilaku ini juga
dilakukan oleh para salafush shaleh. Namun demikian, wanita diharuskan
untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya,
tidak menampakkan perhiasan-perhiasannya, tidak memakai angi-wangian,
dan keluar dengan izin (ridho) suami atau orang tua.
Shaf
wanita berada dibelakang shof pria, dan sebaik-baik shaf wanita adalah
shaf yang di belakang (HR. Muslim). Tetapi jika ia ke masjid hanya untuk
shalat, tidak untuk yang lainnya, seperti mendengarkan pengajian,
mendengarkan bacaan Al-Qur'an (yang dialunkan dengan baik), maka shalat
di rumahnya adalah lebih afdlol.
Wanita
juga diperbolehkan melakukan i'tikaf baik di masjid rumahnya maupun di
masjid yang lain bila tidak menimbulkan fitnah, dan dengan mendapatkan
izin suami, dan sebaiknya masjid yang dipakai i'tikaf menempel atau
sangat berdekatan dengan rumahnya serta terdapat fasilitas khusus bagi
wanita.
Disamping
itu wanita juga di perbolehkan menggapai 'lailat al qodr', sebagaimana
hal tersebut dicontohkan Rasulullah SAW dengan sebagian isteri beliau.
(Lebih lanjut lihat panduan tentang i'tikaf dan lailat al qodr).
Wanita Haidh dan Nifas
Shiyam
dalam kondisi ini hukumnya haram. Apabila haid atau nifas keluar meski
sesaat sebelum maghrib, ia wajib membatalkan puasanya dan mengqodo'nya
(mengganti) pada
waktu yang lain.
Apabila
ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa,
sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci. Apabila ia suci
pada malam hari Ramadhan meskipun sesaat sebelum fajar, maka puasa pada
hari itu
wajib atasnya, walaupun ia mandi setelah terbit fajar.
Wanita Hamil dan Menyusui
a. Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan
kandungannya, ia boleh berbuka.
b. Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan
secara medis dari dua dokter yang terpercaya, berbuka
untuk ibu ini hukumnya wajib, demi keselamatan janin yang
ada dikandungannya.
c. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan
dirinya, bukan kesehatan anak atau janin, mayoritas ulama'
membolehkan ia berbuka, dan ia hanya wajib mengqodo'
(mengganti) puasanya. Dalam keadaan ini ia laksana orang
sakit.
d. Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan
janin atau anaknya (setelah para ulama' sepakat bahwa
sang ibu boleh berbuka), mereka berbeda pendapat dalam
hal: Apakah ia hanya wajib mengqodo'? atau hanya wajib
membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari
sejumlah hari yang ia tinggalkan)? atau kedua-duanya
qodho' dan fidyah (memberi makan):
- Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan
memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang
ditinggalkan.
- Mayoritas ulama' mewajibkan hanya mengqodho'.
- Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya; qodho' dan
fidyah.
- DR. Yusuf Qorodhowi dalam Fatawa Mu'ashiroh mengatakan
bahwa ia cenderung kepada pendapat yang mengatakan
cukup untuk membanyar fidyah (memberi makan orang
setiap hari), bagi wanita yang tidak henti-hentinya hamil
dan menyusui. Tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui,
kemudian hamil dan menyusui, dan seterusnya, sehingga ia
tidak mendapatkan kesempatan untuk mengqodho' puasanya.
Lanjut
DR. Yusuf al-Qorodhowi; apabila kita membebani dengan mengqodho' puasa
yang tertinggal, berarti ia harus berbuasa beberapa tahun berturut-turut
sertelah itu, dan itu sangat memberatkan, sedangkan Allah tidak
menghendaki kesulitan bagi hambaNya.
Wanita yang Berusia lanjut
Apabila
puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia boleh tidak berpuasa.
Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan
untuk melaksanakan (mengqodho') puasa pada tahun-tahun berikutnya,
karena itu ia hanya wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin).
Wanita dan Tablet Pengentas Haidh
Syekh
Ibnu Utsaimin menfatwakan bahwa penggunaan obat tersebut tidak
dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita.
Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum
wanita di masa Rasulullah SAW tidak pernah membebani diri mereka untuk
melakukan hal tersebut.
Namun
apabila ada yang melakukan, bagaimana hukumnya ?. Jawabnya: Apabila
darah benar-benar terhenti, puasanya sah dan tidak diperintahkan untuk
mengulang. Tetapi apabila ia ragu, apakah darah benar-benar berhenti
atau tidak,maka hukumnya seperti wanita haid, ia tidak boleh melakukan
puasa. ( Masa'il ash Shiyam h. 63 & Jami'u Ahkam an Nisa' 2/393)
Mencicipi Masakan
Wanita
yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada
bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut
keasinan atau tidak atau yang lain-lainnya. Maka bolehkah ia mencicipi
masakannya?
Para
ulama' memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal
sekedarnya dan tidak sampai di tenggorokan, dalam hal ini diqiyaskan
dengan berkumur. (Jami'u Ahkam an Nisa').
Sumber : eramuslim.com
MENYAMBUT RAMADHAN
TARHIIB RAMADHAN
Alhamdulillah, pada tahun ini kita-insya Allah- akan kembali bertemu dengan tamu mulia bulan
suci Ramadhan. Bulan penuh berkah, rahmat dan maghfirah, bulan diwajibkan shiyam dan
diturunkan Al-Qur’an sebagai hidayah untuk manusia. Malam diturunkan Al-Qur’an disebut Malam
Kemuliaan (Lailatul Qodr) yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan ibadah dan pembinaan kaum
muslimin menuju derajat muttaqiin.
suci Ramadhan. Bulan penuh berkah, rahmat dan maghfirah, bulan diwajibkan shiyam dan
diturunkan Al-Qur’an sebagai hidayah untuk manusia. Malam diturunkan Al-Qur’an disebut Malam
Kemuliaan (Lailatul Qodr) yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan ibadah dan pembinaan kaum
muslimin menuju derajat muttaqiin.
Khutbah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyambut Ramadhan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat gembira dan memberikan kabar gembira kepada
umatnya dengan datangnya bulan Ramadhan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan keutamaan-keutamaannya dalam pidato penyambutan bulan suci Ramadhan:
عَنْ سَلْمَانَ الفَارِسِي قَالَ: خَطَبَنَا رَسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَان فقال "يا
الى لَ اللهُ تَعَ أيها النا سَ قَدْ أَظَلَّكُم شَهْرٌ عَظِيْمٌ شه رٌ مُباركٌ، شه رٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، وَجَعَ
ا ضَةً فِيْمَ نْ أَدَّى فَرِيْ انَ آَمَ رِ آَ نَ ا لْخَيْ صْلَةٍ مِ هِ بِخَ رَّبَ فِيْ نْ تَقَ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا، مَ
صَّبْرُ صب رِ وَال ه رُ ال سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فريضةً فِيْهِ آان آمن أدّى سَبْعِيْنَ فريضةً فيما سواه، وهو ش
ر ةً هُ مغف ان لَ ائِمًا آ هِ صَ رَ فِيْ نَ فَطََّ ؤْمِنِ، مَ ثَوَابُهُ ا لْجَنَّة، و شهرُ ا لْمُوَاسَاةِ وشه رٌ يُزَادُ فِيْهِ رِزْقُ الْمُ
ا ا: يَ يء . قُلْنَ رِه ش ن أج نْقُصَ مِ رِ أنْ يَ نْ غَيْ رِهِ مِ لَ أَجْ لِذُنُوْبِهِ، وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ ال نَّارِ، وآان له مث
ذا ي ا للهُ ه لم : يُعْطِ ه وس لى الله علي و لُ الله ص ال رس رسولَ ا للهِ لَيْسَ آُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ ال صَائم؟ فق
قَاهُ اللهُ ائِمًا سَ بَعَ صَ نْ أَشْ اءٍ، ومَ نْ مَ رب ةٍ مِ الثوابَ مَنْ ف طَّر صائما على مَذْقَةِ لَبَنٍ، أو تَمْرَةٍ، أو ش
قٌ رُهُ عِتْ مِنْ حَوْضِي شرب ةً لاَ يَظْمَأ حتَّى يدخلَ الجنةِ، وهو شهرٌ أَوَّلُهُ رحمةٌ وَأَوْسَطُهُ مغفرةٌ، وآخِ
صَالٍ: عِ خِ نْ أَرْبَ هِ مِ تَكْثِرُوْا فِيْ ار، فَاسْ مِنَ ال نَّارِ، مَن خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْآِهِ فيه غَفَرَ له و أَعْتَقَهُ مِنَ الن
ا وْنَ بِهِمَ انِ تَرْضَ صْلَتَانِ ال لَّتَ ا ا لْخَ ا. فَأَمَّ خَصْلَتَانِ تَرْضَوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَخَصْلَتَانِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَ
ةَ سْأَلُوْنَ الجن ا فَتَ م عنهم ى بِك ان لا غِنَ ا اللت سْتَغْفِرُوْنَهُ، وأمَّ ه إلاَّ الله وَتَ شَهَادَةُ أنْ لاَ إل مْ فَ رَبَّكُ
دخ لَ ى ي أُ حتَّ ربةً لاَ يَظْمَ ي شُ نْ حَوْضِ قَاهُ اللهُ مِ ائما س ه ص بَعَ في نْ أَشْ ارِ وَمَ نَ النَّ هِ مِ وَتَعُوذُونَ بِ
الجنة
Dari Salman Al-Farisi ra. berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari
terakhir bulan Sya’ban: Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh
berkah, didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya
wajib, dan qiyamul lailnya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti
mendekatkan diri dengan kewajiban di bulan yang lain. Siapa yang melaksanakan kewajiban, maka
seperti melaksanakan 70 kewajiban di bulan lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan
kesabaran balasannya adalah surga. Bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rizki orang beriman.
Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api
neraka dan mendapatkan pahala seperti orang orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi
pahalanya sedikitpun ». kami berkata : »Wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam Tidak
semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa ? ». Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:” Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan satu
biji kurma atau seteguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan dimana awalnya rahmat, tengahnya
maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Siapa yang meringankan orang yang
dimilikinya, maka Allah mengampuninya dan dibebaskan dari api neraka. Perbanyaklah
melakukan 4 hal; dua perkara membuat Allah ridha dan dua perkara Allah tidak butuh dengannya.
2 hal itu adalah; Syahadat Laa ilaha illallah dan beristighfar kepada-Nya. Adapaun 2 hal yang Allah
tidak butuh adalah engkau meminta surga dan berlindung dari api neraka. Siapa yang membuat
kenyang orang berpuasa, Allah akan memberikan minum dari telagaku (Rasul saw) satu kali
minuman yang tidak akan pernah haus sampai masuk surga” (HR al-‘Uqaili, Ibnu Huzaimah, al-
Baihaqi, al-Khatib dan al-Asbahani).
Persiapan Diri Secara Maksimal
Persiapan Mental
Persiapan mental untuk puasa dan ibadah terkait lainnya sangat penting. Apalagi pada saat
menjelang hari-hari terakhir, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya,
pulang kampung dll, sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusu’an ibadah
Ramadhan. Dan kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat dari akhirnya. Jika akhir
Ramadhan diisi dengan i’tikaf dan taqarrub yang lainnya, maka insya Allah dia termasuk yang
sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.
Persiapan ruhiyah (spiritual)
Persiapan ruhiyah dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca
Al-Qur’an saum sunnah, dzikir, do’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban,
sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat
dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
Persiapan fikriyah
Persiapan fikriyah atau akal dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait
dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan
dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang
beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka.
Persiapan Fisik dan Materi
Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh
karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan
lingkungan. Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan
kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
• Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
• Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
• Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud ra, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan
tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).
Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal untuk bekal ibadah
Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah
6
Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusu’ dan tidak
berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusu’an ibadah
Ramadhan.
Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah (Syahrul Ibadah)
Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun
ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat
merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan
masyarakat dan perubahan sebuah bangsa. Allah SWT berfirman : « Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri » (QS AR- Ra’du 11).
Diantara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya;
peningkatan, ibadah puasa, peningkatan dalam tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan
pengamalan. Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan
fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan
meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan
memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi
negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).
Mengutamakan Ukhuwah Islamiyah dan Persatuan Umat Islam
Bulan Ramadhan adalah bulah rahmat, dimana kasih sayang dan persaudaraan harus diutamakan
dari yang lainnya. Ukhuwah Islamiyah adalah prinsip dari kebaikan umat Islam. Sehingga ibadah
Ramadhan harus berdampak pada ukhuwah Islamiyah. Dan ukhuwah Islamiyah ini harus terlihat
jelas dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan dan mengsisi ibadah Ramadhan. Namun demikian,
semuanya harus tetap komitmen dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Diperlukan sikap bijak dari para ulama untuk bertemu dan duduk dalam satu majelis bersama
pemerintah (Departemen Agama) menentukan kesamaan awal dan akhir Ramadhan. Tentunya
berdasarkan argumentasi ilmiyah yang kuat dan landasan-landasan yang kokoh berdasarkan Syariat
Islam. Memang perbedaan pendapat (dalam masalah furu) adalah rahmat. Tetapi kesamaan
penentuan awal dan akhir Ramadhan lebih lebih dekat dari rahmat Allah yang diberikan kepada
orang-orang yang bertaqwa. Perbedaan pendapat dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah
suatu pertanda belum terbangun kuatnya budaya syuro’, ukhuwah Islamiyah dan pembahasan
ilmiyah dalam tubuh umat Islam, lebih khusus lagi para ulamanya.
Ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam jauh lebih penting dari ibadah-ibadah sunnah dan
perbedaan pendapat tetapi menimbulkan perpecahan.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat)
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syetan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa,
pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat
kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami.
7
Taubat berarti meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran.
Atau kembalinya hamba kepada Allah SWT, meninggalkan jalan orang yang dimurkai dan jalan
orang yang sesat.
Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi juga terkait dengan
pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat masuk kelompok yang beruntung. Allah SWT.
berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung” (QS An-Nuur 31).
Oleh karena itu, di bulan bulan Ramadhan orang-orang beriman harus memperbanyak istighfar dan
taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang
dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama
untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT. “Dan (dia berkata): "Hai
kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan
hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS Hud 52)
Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah, Da’wah
Bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da’i dan ulama untuk melakukan
da’wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu
hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak
kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas
ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dll, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan
positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan
mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis
kebaikan, sehingga kebaikan itulah yang dominan atas keburukan. Dan dominasi kebaikan bukan
hanya dibulan Ramadhan, tetapi juga diluar Ramadhan
Mengambil Keberkahan Ramadhan secara Maksimal
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, penuh berkah dari semua sisi kebaikan. Oleh karena itu,
umat Islah harus mengembail keberkahan Ramadhan dari semua aktifitas positif dan dapat
memajukan Islam dan umat Islam. Termasuk dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan pemberdayaan
umat. Namun demikian semua aktifitas yang positif itu tidak sampai mengganggu kekhusu’an
ibadah ramadhan terutama di 10 terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan bulan puasa sebagai bulan penuh amaliyah
dan aktivitas positif. Selain yang telah tergambar seperti tersebut di muka, beliau juga aktif
melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan. Rasulullah saw. menikahkan putrinya (Fathimah)
dengan Ali RA, menikahi Hafsah dan Zainab.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi)
Dan terakhir, semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau
evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa
menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/kelompok yang selalu
mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang
mungkin jelas kesalahannya.
8
Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan
tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi
terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan
terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.
2. PENENTUAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN
Penentuan awal dan akhir Ramadhan dapat dilakukan melalui salah satu dari tiga cara di bawah ini:
1. Rukyatul hilal ( melihat bulan sabit )
2. Menyempurnakan bulan sya`ban manjadi tiga puluh hari
3. Memperkirakan bulan sabit.
Cara pertama: rukyatul hilal
Yaitu melihat hilal (bulan baru/sabit) setelah ijtima’ (konjungsi) dan setelah wujud/muncul di atas
ufuk pada ahir bulan dengan mata telanjang atau melalui alat. Cara ini berdasarkan sabda
Rasulullah saw:
(لاَ تَصُوْمُوا حتَّى تَرَوا الْهِلاَلَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حتى تَرَوْهُ).
“Janganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya
sehingga kalian melihat hilal.” ( HR Bukhori dan Muslim)
Hadits lain menegaskan bahwa cara menentukan awal Ramadhan adalah dengan melihat bulan
sabit.
(صُوْمُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ).
” berpuasalah jika telah melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat hilal”. ( HR Bukhori
dan Muslim).
Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang sepanjang yang
berangkutan tidak termasuk cacat penglihatan. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi ummat pada
awal keisalaman dimana mayoritas kaum muslimin pada waktu itu masih banyak yang belum bisa
baca dan tulis.
Jumhur ulama mencukupkan bahwa hasil rukyat yang dilakukan seorang muslim yang dapat
dipercaya dan tidak cacat dalam agamanya (adil) dapat dijadikan sebagai landasan untuk
memutuskan tentang awal bulan Ramadhan. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Umar dia berkata
bahwa ketika semua orang sedang memantau awal bulan maka sayalah yang melihatnya, lalu saya
laporkan kepada Nabi kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan menyuruh
seluruh kaum muslimin untuk berpuasa”. ( HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni ).
Cara kedua: Menyempurnakan bulan Sya`ban manjadi tiga puluh hari
Ketika para perukyat tidak berhasil melihat hilal pada tanggal 29 bulan Sya`ban baik keadaan langit
berawan, mendung atau cerah, maka cara menentukan awal bulan Ramadhan dalam keadaan seperti
ini adalah menjadikan bilangan bulan Sya`ban menjadi tiga puluh.
Pandangan ini didasarkan kepada Sabda Nabi
(صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غبي عليكم فأآملوا عدة شعبان ثلاثين).
Dari Abu Hurairah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” berpuasalah jika telah
melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat hilal, apabila terhalang oleh mendung maka
sempurnakanlah bulan sya`ban menjadi tiga uluh hari”. (HR Bukhori dan Muslim).
الشهر تسع وعشرون ليلة، فلا تصوموا حتى تروه، فإن غم عليكم فأآملوا العدة ثلاثين
” Bulan (sya`ban) itu dua puluh sembilan malam, maka jaganlah puasa hingga kalian melihatnya
(hilal) apabila terhalang olehmu mendung maka sempurnaan menjadi tigapuluh malami” ( HR
Bukhori )
Cara ketiga: Memperkirakan bulan sabit.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:
(لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فاقدروا له).
“Jjanganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya
sehingga kalian melihat hilal, apabila terhalang olehmu mendung maka perkirakanlah” ( HR
Bukhori dan Muslim).
Sebagian ulama, seperti; Muthrif bin Abdullah, Abul Abbas bin Suraij dan Ibnu Qutaibah
berpendapat bahwa maksud faqduru lah adalah perkirakanlah bulan sesuai dengan menzilahnya
(posisi orbitnya).
Pendapat Abul Abbas Ibnu Siraj dari kalangan ulama Syafi`iyyah, mengatakan bahwa orang yang
mengetahui awal Ramadhan melalui ilmu falaqnya, maka dia wajib berpuasa. ( lihat al-Majmuk
oleh an-Nawawi; 6/279,280).
Cara ketiga untuk penentuan awal bulan mengundang perhatian lebih luas bagi para ulama
kontemporer dan ahli dengan berkembangnya ilmu falaq modern. Sebagaimana dikutip oleh al-
Qardhawi dalam risalah Ramadhan dimana sebagian ulama besar pada abad modern ini seperti
Ahmad Muhammad Syakir, Mustafa Zarqa` berpandangan bahwa perlunya ummat Islam beralih
dari cara yang sederhana menuju cara yang lebih modern dan terukur dalam menentukan awal bulan
Ramadhan yaitu dengan berpedoman kepada ilmu falaq modern yang mana teori-teori yang
dibangun berdasarkan ilmu yang pasti dan perhitungan yang sangat teliti.
Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera mengakomodir antara pendapat ulama salaf dan para
ulama kontemporer. Memanfaatkan falaq modern sebagai pendukung melakukan rukyat hilal, dan
rukyat hilal sebagai dasar utama penetapan bulan Ramadhan dan Syawal.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat gembira dan memberikan kabar gembira kepada
umatnya dengan datangnya bulan Ramadhan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan keutamaan-keutamaannya dalam pidato penyambutan bulan suci Ramadhan:
عَنْ سَلْمَانَ الفَارِسِي قَالَ: خَطَبَنَا رَسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَان فقال "يا
الى لَ اللهُ تَعَ أيها النا سَ قَدْ أَظَلَّكُم شَهْرٌ عَظِيْمٌ شه رٌ مُباركٌ، شه رٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، وَجَعَ
ا ضَةً فِيْمَ نْ أَدَّى فَرِيْ انَ آَمَ رِ آَ نَ ا لْخَيْ صْلَةٍ مِ هِ بِخَ رَّبَ فِيْ نْ تَقَ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا، مَ
صَّبْرُ صب رِ وَال ه رُ ال سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فريضةً فِيْهِ آان آمن أدّى سَبْعِيْنَ فريضةً فيما سواه، وهو ش
ر ةً هُ مغف ان لَ ائِمًا آ هِ صَ رَ فِيْ نَ فَطََّ ؤْمِنِ، مَ ثَوَابُهُ ا لْجَنَّة، و شهرُ ا لْمُوَاسَاةِ وشه رٌ يُزَادُ فِيْهِ رِزْقُ الْمُ
ا ا: يَ يء . قُلْنَ رِه ش ن أج نْقُصَ مِ رِ أنْ يَ نْ غَيْ رِهِ مِ لَ أَجْ لِذُنُوْبِهِ، وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ ال نَّارِ، وآان له مث
ذا ي ا للهُ ه لم : يُعْطِ ه وس لى الله علي و لُ الله ص ال رس رسولَ ا للهِ لَيْسَ آُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ ال صَائم؟ فق
قَاهُ اللهُ ائِمًا سَ بَعَ صَ نْ أَشْ اءٍ، ومَ نْ مَ رب ةٍ مِ الثوابَ مَنْ ف طَّر صائما على مَذْقَةِ لَبَنٍ، أو تَمْرَةٍ، أو ش
قٌ رُهُ عِتْ مِنْ حَوْضِي شرب ةً لاَ يَظْمَأ حتَّى يدخلَ الجنةِ، وهو شهرٌ أَوَّلُهُ رحمةٌ وَأَوْسَطُهُ مغفرةٌ، وآخِ
صَالٍ: عِ خِ نْ أَرْبَ هِ مِ تَكْثِرُوْا فِيْ ار، فَاسْ مِنَ ال نَّارِ، مَن خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْآِهِ فيه غَفَرَ له و أَعْتَقَهُ مِنَ الن
ا وْنَ بِهِمَ انِ تَرْضَ صْلَتَانِ ال لَّتَ ا ا لْخَ ا. فَأَمَّ خَصْلَتَانِ تَرْضَوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَخَصْلَتَانِ لاَ غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَ
ةَ سْأَلُوْنَ الجن ا فَتَ م عنهم ى بِك ان لا غِنَ ا اللت سْتَغْفِرُوْنَهُ، وأمَّ ه إلاَّ الله وَتَ شَهَادَةُ أنْ لاَ إل مْ فَ رَبَّكُ
دخ لَ ى ي أُ حتَّ ربةً لاَ يَظْمَ ي شُ نْ حَوْضِ قَاهُ اللهُ مِ ائما س ه ص بَعَ في نْ أَشْ ارِ وَمَ نَ النَّ هِ مِ وَتَعُوذُونَ بِ
الجنة
Dari Salman Al-Farisi ra. berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari
terakhir bulan Sya’ban: Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh
berkah, didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya
wajib, dan qiyamul lailnya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti
mendekatkan diri dengan kewajiban di bulan yang lain. Siapa yang melaksanakan kewajiban, maka
seperti melaksanakan 70 kewajiban di bulan lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan
kesabaran balasannya adalah surga. Bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rizki orang beriman.
Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api
neraka dan mendapatkan pahala seperti orang orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi
pahalanya sedikitpun ». kami berkata : »Wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam Tidak
semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa ? ». Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:” Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan satu
biji kurma atau seteguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan dimana awalnya rahmat, tengahnya
maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Siapa yang meringankan orang yang
dimilikinya, maka Allah mengampuninya dan dibebaskan dari api neraka. Perbanyaklah
melakukan 4 hal; dua perkara membuat Allah ridha dan dua perkara Allah tidak butuh dengannya.
2 hal itu adalah; Syahadat Laa ilaha illallah dan beristighfar kepada-Nya. Adapaun 2 hal yang Allah
tidak butuh adalah engkau meminta surga dan berlindung dari api neraka. Siapa yang membuat
kenyang orang berpuasa, Allah akan memberikan minum dari telagaku (Rasul saw) satu kali
minuman yang tidak akan pernah haus sampai masuk surga” (HR al-‘Uqaili, Ibnu Huzaimah, al-
Baihaqi, al-Khatib dan al-Asbahani).
Persiapan Diri Secara Maksimal
Persiapan Mental
Persiapan mental untuk puasa dan ibadah terkait lainnya sangat penting. Apalagi pada saat
menjelang hari-hari terakhir, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya,
pulang kampung dll, sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusu’an ibadah
Ramadhan. Dan kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat dari akhirnya. Jika akhir
Ramadhan diisi dengan i’tikaf dan taqarrub yang lainnya, maka insya Allah dia termasuk yang
sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.
Persiapan ruhiyah (spiritual)
Persiapan ruhiyah dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca
Al-Qur’an saum sunnah, dzikir, do’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban,
sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat
dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).
Persiapan fikriyah
Persiapan fikriyah atau akal dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait
dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan
dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang
beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka.
Persiapan Fisik dan Materi
Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh
karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan
lingkungan. Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan
kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
• Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
• Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
• Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud ra, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan
tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).
Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal untuk bekal ibadah
Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah
6
Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusu’ dan tidak
berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusu’an ibadah
Ramadhan.
Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah (Syahrul Ibadah)
Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun
ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat
merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan
masyarakat dan perubahan sebuah bangsa. Allah SWT berfirman : « Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri » (QS AR- Ra’du 11).
Diantara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya;
peningkatan, ibadah puasa, peningkatan dalam tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan
pengamalan. Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan
fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan
meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan
memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi
negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).
Mengutamakan Ukhuwah Islamiyah dan Persatuan Umat Islam
Bulan Ramadhan adalah bulah rahmat, dimana kasih sayang dan persaudaraan harus diutamakan
dari yang lainnya. Ukhuwah Islamiyah adalah prinsip dari kebaikan umat Islam. Sehingga ibadah
Ramadhan harus berdampak pada ukhuwah Islamiyah. Dan ukhuwah Islamiyah ini harus terlihat
jelas dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan dan mengsisi ibadah Ramadhan. Namun demikian,
semuanya harus tetap komitmen dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Diperlukan sikap bijak dari para ulama untuk bertemu dan duduk dalam satu majelis bersama
pemerintah (Departemen Agama) menentukan kesamaan awal dan akhir Ramadhan. Tentunya
berdasarkan argumentasi ilmiyah yang kuat dan landasan-landasan yang kokoh berdasarkan Syariat
Islam. Memang perbedaan pendapat (dalam masalah furu) adalah rahmat. Tetapi kesamaan
penentuan awal dan akhir Ramadhan lebih lebih dekat dari rahmat Allah yang diberikan kepada
orang-orang yang bertaqwa. Perbedaan pendapat dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah
suatu pertanda belum terbangun kuatnya budaya syuro’, ukhuwah Islamiyah dan pembahasan
ilmiyah dalam tubuh umat Islam, lebih khusus lagi para ulamanya.
Ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam jauh lebih penting dari ibadah-ibadah sunnah dan
perbedaan pendapat tetapi menimbulkan perpecahan.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat)
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syetan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa,
pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat
kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami.
7
Taubat berarti meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran.
Atau kembalinya hamba kepada Allah SWT, meninggalkan jalan orang yang dimurkai dan jalan
orang yang sesat.
Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi juga terkait dengan
pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat masuk kelompok yang beruntung. Allah SWT.
berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung” (QS An-Nuur 31).
Oleh karena itu, di bulan bulan Ramadhan orang-orang beriman harus memperbanyak istighfar dan
taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang
dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama
untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT. “Dan (dia berkata): "Hai
kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan
hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS Hud 52)
Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah, Da’wah
Bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da’i dan ulama untuk melakukan
da’wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu
hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak
kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas
ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dll, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan
positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan
mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis
kebaikan, sehingga kebaikan itulah yang dominan atas keburukan. Dan dominasi kebaikan bukan
hanya dibulan Ramadhan, tetapi juga diluar Ramadhan
Mengambil Keberkahan Ramadhan secara Maksimal
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, penuh berkah dari semua sisi kebaikan. Oleh karena itu,
umat Islah harus mengembail keberkahan Ramadhan dari semua aktifitas positif dan dapat
memajukan Islam dan umat Islam. Termasuk dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan pemberdayaan
umat. Namun demikian semua aktifitas yang positif itu tidak sampai mengganggu kekhusu’an
ibadah ramadhan terutama di 10 terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan bulan puasa sebagai bulan penuh amaliyah
dan aktivitas positif. Selain yang telah tergambar seperti tersebut di muka, beliau juga aktif
melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan. Rasulullah saw. menikahkan putrinya (Fathimah)
dengan Ali RA, menikahi Hafsah dan Zainab.
Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi)
Dan terakhir, semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau
evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa
menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/kelompok yang selalu
mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang
mungkin jelas kesalahannya.
8
Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan
tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi
terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan
terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.
2. PENENTUAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN
Penentuan awal dan akhir Ramadhan dapat dilakukan melalui salah satu dari tiga cara di bawah ini:
1. Rukyatul hilal ( melihat bulan sabit )
2. Menyempurnakan bulan sya`ban manjadi tiga puluh hari
3. Memperkirakan bulan sabit.
Cara pertama: rukyatul hilal
Yaitu melihat hilal (bulan baru/sabit) setelah ijtima’ (konjungsi) dan setelah wujud/muncul di atas
ufuk pada ahir bulan dengan mata telanjang atau melalui alat. Cara ini berdasarkan sabda
Rasulullah saw:
(لاَ تَصُوْمُوا حتَّى تَرَوا الْهِلاَلَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حتى تَرَوْهُ).
“Janganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya
sehingga kalian melihat hilal.” ( HR Bukhori dan Muslim)
Hadits lain menegaskan bahwa cara menentukan awal Ramadhan adalah dengan melihat bulan
sabit.
(صُوْمُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ).
” berpuasalah jika telah melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat hilal”. ( HR Bukhori
dan Muslim).
Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang sepanjang yang
berangkutan tidak termasuk cacat penglihatan. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi ummat pada
awal keisalaman dimana mayoritas kaum muslimin pada waktu itu masih banyak yang belum bisa
baca dan tulis.
Jumhur ulama mencukupkan bahwa hasil rukyat yang dilakukan seorang muslim yang dapat
dipercaya dan tidak cacat dalam agamanya (adil) dapat dijadikan sebagai landasan untuk
memutuskan tentang awal bulan Ramadhan. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Umar dia berkata
bahwa ketika semua orang sedang memantau awal bulan maka sayalah yang melihatnya, lalu saya
laporkan kepada Nabi kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan menyuruh
seluruh kaum muslimin untuk berpuasa”. ( HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni ).
Cara kedua: Menyempurnakan bulan Sya`ban manjadi tiga puluh hari
Ketika para perukyat tidak berhasil melihat hilal pada tanggal 29 bulan Sya`ban baik keadaan langit
berawan, mendung atau cerah, maka cara menentukan awal bulan Ramadhan dalam keadaan seperti
ini adalah menjadikan bilangan bulan Sya`ban menjadi tiga puluh.
Pandangan ini didasarkan kepada Sabda Nabi
(صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غبي عليكم فأآملوا عدة شعبان ثلاثين).
Dari Abu Hurairah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” berpuasalah jika telah
melihat hilal dan berharirayalah bila telah melihat hilal, apabila terhalang oleh mendung maka
sempurnakanlah bulan sya`ban menjadi tiga uluh hari”. (HR Bukhori dan Muslim).
الشهر تسع وعشرون ليلة، فلا تصوموا حتى تروه، فإن غم عليكم فأآملوا العدة ثلاثين
” Bulan (sya`ban) itu dua puluh sembilan malam, maka jaganlah puasa hingga kalian melihatnya
(hilal) apabila terhalang olehmu mendung maka sempurnaan menjadi tigapuluh malami” ( HR
Bukhori )
Cara ketiga: Memperkirakan bulan sabit.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:
(لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فاقدروا له).
“Jjanganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya
sehingga kalian melihat hilal, apabila terhalang olehmu mendung maka perkirakanlah” ( HR
Bukhori dan Muslim).
Sebagian ulama, seperti; Muthrif bin Abdullah, Abul Abbas bin Suraij dan Ibnu Qutaibah
berpendapat bahwa maksud faqduru lah adalah perkirakanlah bulan sesuai dengan menzilahnya
(posisi orbitnya).
Pendapat Abul Abbas Ibnu Siraj dari kalangan ulama Syafi`iyyah, mengatakan bahwa orang yang
mengetahui awal Ramadhan melalui ilmu falaqnya, maka dia wajib berpuasa. ( lihat al-Majmuk
oleh an-Nawawi; 6/279,280).
Cara ketiga untuk penentuan awal bulan mengundang perhatian lebih luas bagi para ulama
kontemporer dan ahli dengan berkembangnya ilmu falaq modern. Sebagaimana dikutip oleh al-
Qardhawi dalam risalah Ramadhan dimana sebagian ulama besar pada abad modern ini seperti
Ahmad Muhammad Syakir, Mustafa Zarqa` berpandangan bahwa perlunya ummat Islam beralih
dari cara yang sederhana menuju cara yang lebih modern dan terukur dalam menentukan awal bulan
Ramadhan yaitu dengan berpedoman kepada ilmu falaq modern yang mana teori-teori yang
dibangun berdasarkan ilmu yang pasti dan perhitungan yang sangat teliti.
Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera mengakomodir antara pendapat ulama salaf dan para
ulama kontemporer. Memanfaatkan falaq modern sebagai pendukung melakukan rukyat hilal, dan
rukyat hilal sebagai dasar utama penetapan bulan Ramadhan dan Syawal.
HIKMAH DAN MANFAAT PUASA
Puasa memiliki sejumlah hikmah atau manfaat, ditinjau dari aspek kejiwaan, sosial, kesehatan dan
aspek-aspek lain.
Al-Qur’an dan Hadits menjelaskan secara menyeluruh hikmah dan manfaat puasa tersebut,
diantaranya :
Puasa mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صيام آُلُّ عَمَلِ ا بْنِ آ دَمَ لَهُ، ا لْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إلى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، يقو لُ ا للهُ عَزَّ وَجَلَّ: إلاَّ ال
دَ ةٌ عِنْ انِ فَرْحَ صَّائِمِ فَرْحَتَ ى، لِل نْ أَجْلِ رَابَهُ مِ هُ وَشَ هْوَتَهُ وَطَعَامَ رَكَ شَ هِ، تَ زِى بِ ا أَجْ فَإنَّهُ لِى وأن
فِطْرِهِ وفرحةٌ عند لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوْفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عند اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسك
"Setiap amal yang dilakukan anak adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali
lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, - Allah Ta'ala berfirman: “ kecuali puasa,
sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. (Dalam puasa, anak
Adam) meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.” Orang yang berpuasa
mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika
berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah
daripada aroma kesturi." (HR Bukhari dan Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ال اً يق ة باب وعن سهل بن سعد رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال: (إن في الجن
صائمون ؟ ن ال ال : أي رهم، يق د غي ه أح دخل من له الريان يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا ي
فيقومون لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد) مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari Sahl bin Sa’d RA bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya di surga
ada satu pintu yang disebut Ar-Royyan. Itulah pintu yang pada hari kiamat dikhususkan bagi
orang-orang yang puasa. Tak ada satupun orang lain masuk dari pintu itu. Ketika itu
berkumandang seruan: “Mana orang-orang yang puasa?” Maka mereka pun bangkit (untuk masuk
dari pintu itu). Tak ada satupun orang lain yang menyertai mereka. Apabila mereka sudah masuk,
pintu itu ditutup. Jadi tak ada satupun orang lain yang masuk dari pintu itu. (HR Bukhori dan
Muslim).
Orang yang puasa mendapat ampunan:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
Barang siapa melakukan puasa Ramadhan semata-mata karena keimanan dan mencari ganjaran,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhori dan Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرات ما بينهن
إذا اجتنبت الكبائر - رواه مسلم
“Sholat lima waktu, ibadah jum’at hingga jum’at berikutnya, ibadah Ramadhan hingga Ramadhan
berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang terjadi diantara waktu-waktu itu asalkan dosa-dosa
besar dihindari.” (HR Muslim).
Puasa adalah perisai. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصَّوْمُ جُنَّةٌ - رواه الترمذي
Puasa adalah perisai (yang melindungi pelakunya dari keburukan).
aspek-aspek lain.
Al-Qur’an dan Hadits menjelaskan secara menyeluruh hikmah dan manfaat puasa tersebut,
diantaranya :
Puasa mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صيام آُلُّ عَمَلِ ا بْنِ آ دَمَ لَهُ، ا لْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إلى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، يقو لُ ا للهُ عَزَّ وَجَلَّ: إلاَّ ال
دَ ةٌ عِنْ انِ فَرْحَ صَّائِمِ فَرْحَتَ ى، لِل نْ أَجْلِ رَابَهُ مِ هُ وَشَ هْوَتَهُ وَطَعَامَ رَكَ شَ هِ، تَ زِى بِ ا أَجْ فَإنَّهُ لِى وأن
فِطْرِهِ وفرحةٌ عند لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوْفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عند اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسك
"Setiap amal yang dilakukan anak adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali
lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, - Allah Ta'ala berfirman: “ kecuali puasa,
sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. (Dalam puasa, anak
Adam) meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.” Orang yang berpuasa
mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika
berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah
daripada aroma kesturi." (HR Bukhari dan Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ال اً يق ة باب وعن سهل بن سعد رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال: (إن في الجن
صائمون ؟ ن ال ال : أي رهم، يق د غي ه أح دخل من له الريان يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا ي
فيقومون لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد) مُتَّفّقٌ عَلَيهِ
Dari Sahl bin Sa’d RA bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya di surga
ada satu pintu yang disebut Ar-Royyan. Itulah pintu yang pada hari kiamat dikhususkan bagi
orang-orang yang puasa. Tak ada satupun orang lain masuk dari pintu itu. Ketika itu
berkumandang seruan: “Mana orang-orang yang puasa?” Maka mereka pun bangkit (untuk masuk
dari pintu itu). Tak ada satupun orang lain yang menyertai mereka. Apabila mereka sudah masuk,
pintu itu ditutup. Jadi tak ada satupun orang lain yang masuk dari pintu itu. (HR Bukhori dan
Muslim).
Orang yang puasa mendapat ampunan:
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
Barang siapa melakukan puasa Ramadhan semata-mata karena keimanan dan mencari ganjaran,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhori dan Muslim)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرات ما بينهن
إذا اجتنبت الكبائر - رواه مسلم
“Sholat lima waktu, ibadah jum’at hingga jum’at berikutnya, ibadah Ramadhan hingga Ramadhan
berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang terjadi diantara waktu-waktu itu asalkan dosa-dosa
besar dihindari.” (HR Muslim).
Puasa adalah perisai. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الصَّوْمُ جُنَّةٌ - رواه الترمذي
Puasa adalah perisai (yang melindungi pelakunya dari keburukan).
Rabu, 06 Juni 2012
MERASA AMAN DARI MAKAR ALLOH DAN BERPUTUS ASA DARI ROHMAT-NYA
A.
Larangan Merasa Aman dari Makar Alloh ldan Berputus Asa dari Rohmat-Nya.
Sesungguhnya merasa aman dari makar Alloh l dan berputus asa dari rohmat-Nya
merupakan dosa besar[1]
yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid. Dan hendaklah seorang mukmin
beribadah kepada Alloh l dengan
mengumpulkan perasaan harap (roja') dan cemas (khouf). Dimana
rasa harap dan cemas dalam ibadah adalah ibarat kedua sayap burung, dimana jika
salah satunya tidak ada ataupun kurang sempurna, maka burung tersebut juga
tidak akan dapat terbang dengan sempurna, bahkan ia tidak bisa terbang.
Sesungguhnya rasa harap yang berlebihan akan menjadikan
seseorang merasa aman dari makar Alloh l.
Dan sebaliknya, rasa cemas yan berlebihan akan menyebabkan timbulnya rasa keputus
asaan dari rohmat Alloh l.
Kedua-duanya merupakan dosa besar.
Adapun dalildalil yang melarang untuk merasa aman dari
makar Alloh l dan berputus asa dari
rohmat-Nya adalah sebagai berikut :
a.
Larangan untuk merasa aman dari makar Alloh l.
Firman Alloh l
QS. Al A'rof : 99
(#qãZÏBr'sùr& tò6tB «!$# 4 xsù ß`tBù't tò6tB «!$# wÎ) ãPöqs)ø9$# tbrçÅ£»yø9$# ÇÒÒÈ
"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang
merugi."
Disebutkan
dalam sebuah hadits, "Jika kamu melihat Alloh memberikan kepada seorang
hamba sebagian dari dunia atas kemaksiatannya yang ia gemari, maka itu adalah
istidroj (tipu daya)."[2]
Isma'il
bin Rofa' berkata, "Termasuk merasa aman dari makar Alloh adalah
terlenanya seorang hamba dalam dosa, sementara ia mengharapkan ampunan dari Alloh."[3]
b.
Larangan
untuk berputus asa dari rohmat Alloh l.
Firman
Alloh l
QS. Al Hijr : 56
tA$s% `tBur äÝuZø)t `ÏB ÏpyJôm§ ÿ¾ÏmÎn/u wÎ) cq9!$Ò9$# ÇÎÏÈ
"Ibrahim berkata, 'Tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat.'"
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas a , bahwasannya Rosululloh `
, beliau menjawab, “Yaitu syirik kepada Alloh, putus asa dari rohmat Alloh dan
merasa aman dari siksa Alloh.”[4]
Dari Ibnu
Mas’ud a , ia berkata, “Dosa-dosa besar
yang paling besar adalah syirik kepada Alloh, merasa aman dari siksa Alloh,
berputus harapan dari rohmat Alloh dan putus asa dari pertolongan Alloh.”[5]
B.
Wajib
Beribadah Kepada Alloh l dengan Mengumpulkan Sifat Roja’
(Harap) dan Khouf (Takut).
Sesungguhnya
Alloh l
memuji terhadap hamba yang memiliki dua sifat, yaitu khouf (takut) dan roja’ (harap),
sebagaimana firman-Nya dalam QS. Az Zumar : 9
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôèt tûïÏ%©!$#ur w tbqßJn=ôèt 3 $yJ¯RÎ) ã©.xtGt (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ
"'(Apakah kamu, hai orang musyrik yang lebih beruntung)
ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?'
Katakanlah, 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?' Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran."
Adapun roja’,
maka harus diiringi dengan khouf. Karena kalau tidak akan menimbulkan
rasa aman (dari makar Alloh l). Dan khouf juga harus
diikuti dengan rasa roja’. Karena kalau tidak akan menimbulkan keputus asaan
(dari rohmat Alloh l).[6]
Ar
Rudzbari berkata, "Khouf dan roja' ibarat dua sayap burung. Jika
serasi, maka tegaklah (dengan sempurna) burung tersebut, serta sempurna pulalah
terbangnya. Dan jika kurang salah satunya, maka pastilah terdapat di dalamnya
kekurangan. Dan jika kedua-duanya lenyap, maka jadilah burung tersebut berada
di ambang kematian."[7]
Disebutkan
dalam kitab Fath Al Majiid Syarh Kitaab At Tauhiid karangan Syaikh Abdurrohman
bin Hasan, "Roja' dengan melakukan kemaksiatan serta meninggalkan
ketaatan merupakan tipu daya syetan, supaya seorang hamba terjerumus kepada
hal-hal yang ditakuti dengan meninggalkan sebab-sebab yang dapat menyelamatkan
dia dari kehancuran-kehancuran."[8]
Kesimpulan
: Hendaklah
ketika seorang hamba takut, jangan sampai ia berputus asa dari rohmat Alloh
l.
Dan jika seorang hamba mengharap, hendaklah jangan sampai ia merasa aman dari makar
Alloh l.
C.
Akibat-Akibat
yang Ditimbulkan dari Merasa Aman dari Makar Alloh l
dan Berputus Asa dari Rohmat-Nya.
Adapun Akibat-akibat
yang ditimbulkan dari merasa aman dari makar Alloh l
dan berputus asa dari rohmat-Nya adalah sebagai berikut :
- Orang yang merasa aman dari rohmat Alloh l termasuk orang yang merugi. (QS. Al A'rof : 99)
- Putus asa dari rohmat Alloh l merupakan kesesatan. (QS. Al Hijr : 56)
- Merasa aman dari makar Alloh l dan berputus asa dari rohmat-Nya termasuk dosa besar.
Dalilnya
adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas a, seperti
yang sudah disebutkan di atas.
Adapun
masalah pembatasan dosa-dosa besar, para ulama berbeda pendapat di dalamnya.[9]
Sedangkan para peneliti dari kalangan para ulama, mendefinisikan dosa besar
adalah, "Setiap dosa yang Alloh mengancamnya dengan neraka, laknat,
murka ataupun siksa."[10]
Ibnu Taimiyyah menambahkan, "Atau dosa yang diikuti dengan penafian
iman."[11]
REFERENSI
:
- Al Qur'an Al Karim.
- Shohih Al Bukhori, Shohih Muslim daan Kitab-Kitab Hadits Lainnya.
- Fath Al Majiid Syrh Kitaab At Tauhiid, Syikh Abdurrohman bin Hassan Alu Asy Syaikh, ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Al Faqi, Muroja'ah Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdulloh bin Baz, Daar Al Fikr Th. 1412 H/1992 M.
- Al Qoul Al Mufiid 'Ala Kitaab At Tauhiid, Syaikh Muhammad Sholih Al 'Utsaimin, ditahqiq oleh Nabil Shollaj, Daar Al Iskandariyah cet. I Th. 1425 H/2004 M.
- At Ta'liiq Al Mukhtashor Al Mufiid, Syaikh Sholih Fauzan, cet. III Th. 1400 H.
- Fataawaa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuuts Al 'Ilmiyyah wa Al Iftaa', yang disusun oleh Syaikh Ahmad bin Abdurrozzaq Ad Duwaisy Daar 'Al 'Aashimah, Riyad.
[1] Lihat At
Ta'liiq Al Mukhtashor Al Mufid, Syaikh Sholih Fauzan, hal. 125.
[2] HR.
Ahmad IV/45. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Ash
Shohihah hal. 413.
[3] Dinukil dari Fathu
Al Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 432.
[4] HR. Al Bazar Kasyfu
Al Aatsaar : 106. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih
Al Jamii’ : 4479.
[5] Hadits shohih yang
diriwayatkan oleh Abdurrozzaq : X/459-460.
[6] Syarh Al Aqiidah
Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/457.
[7] Dinukil dari Syarh
Al Aqiidah Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/456-457.
[8] Lihat Fathu Al
Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 433.
[9] Lihat Syarh Al
Aqiidah Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/525-526.
[10] Lihat Fathu Al
Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 434.
[11] Ibid.
Langganan:
Postingan (Atom)