Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Ahlan Wa sahlan di blog saya yang sangat sederhana ini

Salam Ukhuwah buat saudara-saudaraku yang telah mampir di blog saya , selamat berseluncur menikmati secuil ilmu yang ada disini . dan Semoga bermanfaat bagi setiap yang membaca nya .... Aamiin .....


Salam Ukhuwah



Abu Yumna

Rabu, 06 Juni 2012

MERASA AMAN DARI MAKAR ALLOH DAN BERPUTUS ASA DARI ROHMAT-NYA


 
A.    Larangan Merasa Aman dari Makar Alloh ldan Berputus Asa dari Rohmat-Nya.
Sesungguhnya merasa aman dari makar Alloh l dan berputus asa dari rohmat-Nya merupakan dosa besar[1] yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid. Dan hendaklah seorang mukmin beribadah kepada Alloh l dengan mengumpulkan perasaan harap (roja') dan cemas (khouf). Dimana rasa harap dan cemas dalam ibadah adalah ibarat kedua sayap burung, dimana jika salah satunya tidak ada ataupun kurang sempurna, maka burung tersebut juga tidak akan dapat terbang dengan sempurna, bahkan ia tidak bisa terbang.
Sesungguhnya rasa harap yang berlebihan akan menjadikan seseorang merasa aman dari makar Alloh l. Dan sebaliknya, rasa cemas yan berlebihan akan menyebabkan timbulnya rasa keputus asaan dari rohmat Alloh l. Kedua-duanya merupakan dosa besar.

Adapun dalildalil yang melarang untuk merasa aman dari makar Alloh l dan berputus asa dari rohmat-Nya adalah sebagai berikut :
a.       Larangan untuk merasa aman dari makar Alloh l.
Firman Alloh l QS. Al A'rof : 99
(#qãZÏBr'sùr& tò6tB «!$# 4 Ÿxsù ß`tBù'tƒ tò6tB «!$# žwÎ) ãPöqs)ø9$# tbrçŽÅ£»yø9$# ÇÒÒÈ
"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi."

Disebutkan dalam sebuah hadits, "Jika kamu melihat Alloh memberikan kepada seorang hamba sebagian dari dunia atas kemaksiatannya yang ia gemari, maka itu adalah istidroj (tipu daya)."[2]
Isma'il bin Rofa' berkata, "Termasuk merasa aman dari makar Alloh adalah terlenanya seorang hamba dalam dosa, sementara ia mengharapkan ampunan dari Alloh."[3]
b.      Larangan untuk berputus asa dari rohmat Alloh l.
Firman Alloh l QS. Al Hijr : 56
tA$s% `tBur äÝuZø)tƒ `ÏB ÏpyJôm§ ÿ¾ÏmÎn/u žwÎ) šcq9!$žÒ9$# ÇÎÏÈ
"Ibrahim berkata, 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat.'"

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas a , bahwasannya Rosululloh ` , beliau menjawab, “Yaitu syirik kepada Alloh, putus asa dari rohmat Alloh dan merasa aman dari siksa Alloh.”[4]
Dari Ibnu Mas’ud a , ia berkata, “Dosa-dosa besar yang paling besar adalah syirik kepada Alloh, merasa aman dari siksa Alloh, berputus harapan dari rohmat Alloh dan putus asa dari pertolongan Alloh.”[5]


B.     Wajib Beribadah Kepada Alloh l dengan Mengumpulkan Sifat Roja’ (Harap) dan Khouf (Takut).

Sesungguhnya Alloh l memuji terhadap hamba yang memiliki dua sifat, yaitu khouf (takut) dan roja’ (harap), sebagaimana firman-Nya dalam QS. Az Zumar : 9
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ
"'(Apakah kamu, hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?' Katakanlah, 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."

Adapun roja’, maka harus diiringi dengan khouf. Karena kalau tidak akan menimbulkan rasa aman (dari makar Alloh l). Dan khouf juga harus diikuti dengan rasa roja’. Karena kalau tidak akan menimbulkan keputus asaan (dari rohmat Alloh l).[6]
Ar Rudzbari berkata, "Khouf dan roja' ibarat dua sayap burung. Jika serasi, maka tegaklah (dengan sempurna) burung tersebut, serta sempurna pulalah terbangnya. Dan jika kurang salah satunya, maka pastilah terdapat di dalamnya kekurangan. Dan jika kedua-duanya lenyap, maka jadilah burung tersebut berada di ambang kematian."[7]
Disebutkan dalam kitab Fath Al Majiid Syarh Kitaab At Tauhiid karangan Syaikh Abdurrohman bin Hasan, "Roja' dengan melakukan kemaksiatan serta meninggalkan ketaatan merupakan tipu daya syetan, supaya seorang hamba terjerumus kepada hal-hal yang ditakuti dengan meninggalkan sebab-sebab yang dapat menyelamatkan dia dari kehancuran-kehancuran."[8]
Kesimpulan : Hendaklah ketika seorang hamba takut, jangan sampai ia berputus asa dari rohmat Alloh l. Dan jika seorang hamba mengharap, hendaklah jangan sampai ia merasa aman dari makar Alloh l.


C.     Akibat-Akibat yang Ditimbulkan dari Merasa Aman dari Makar Alloh l dan Berputus Asa dari Rohmat-Nya.

Adapun Akibat-akibat yang ditimbulkan dari merasa aman dari makar Alloh l dan berputus asa dari rohmat-Nya adalah sebagai berikut :
  1. Orang yang merasa aman dari rohmat Alloh l termasuk orang yang merugi. (QS. Al A'rof : 99)
  2. Putus asa dari rohmat Alloh l merupakan kesesatan. (QS. Al Hijr : 56)
  3. Merasa aman dari makar Alloh l dan berputus asa dari rohmat-Nya termasuk dosa besar.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas a, seperti yang sudah disebutkan di atas.
Adapun masalah pembatasan dosa-dosa besar, para ulama berbeda pendapat di dalamnya.[9] Sedangkan para peneliti dari kalangan para ulama, mendefinisikan dosa besar adalah, "Setiap dosa yang Alloh mengancamnya dengan neraka, laknat, murka ataupun siksa."[10] Ibnu Taimiyyah menambahkan, "Atau dosa yang diikuti dengan penafian iman."[11]






REFERENSI :
  1. Al Qur'an Al Karim.
  2. Shohih Al Bukhori, Shohih Muslim daan Kitab-Kitab Hadits Lainnya.
  3. Fath Al Majiid Syrh Kitaab At Tauhiid, Syikh Abdurrohman bin Hassan Alu Asy Syaikh, ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Al Faqi, Muroja'ah Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdulloh bin Baz, Daar Al Fikr Th. 1412 H/1992 M.
  4. Al Qoul Al Mufiid 'Ala Kitaab At Tauhiid, Syaikh Muhammad Sholih Al 'Utsaimin, ditahqiq oleh Nabil Shollaj, Daar Al Iskandariyah cet. I Th. 1425 H/2004 M.
  5. At Ta'liiq Al Mukhtashor Al Mufiid, Syaikh Sholih Fauzan, cet. III Th. 1400 H.
  6. Fataawaa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuuts Al 'Ilmiyyah wa Al Iftaa', yang disusun oleh Syaikh Ahmad bin Abdurrozzaq Ad Duwaisy Daar 'Al 'Aashimah, Riyad.




[1] Lihat At Ta'liiq Al Mukhtashor Al Mufid, Syaikh Sholih Fauzan, hal. 125.
[2] HR. Ahmad IV/45. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shohihah hal. 413.
[3] Dinukil dari Fathu Al Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 432.
[4] HR. Al Bazar Kasyfu Al Aatsaar : 106. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Al Jamii’ : 4479.
[5] Hadits shohih yang diriwayatkan oleh Abdurrozzaq : X/459-460.
[6] Syarh Al Aqiidah Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/457.
[7] Dinukil dari Syarh Al Aqiidah Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/456-457.
[8] Lihat Fathu Al Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 433.
[9] Lihat Syarh Al Aqiidah Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/525-526.
[10] Lihat Fathu Al Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 434.
[11] Ibid.

MAJELIS ILMU AL ISLAMI DI FACEBOOK