A.
Larangan Merasa Aman dari Makar Alloh ldan Berputus Asa dari Rohmat-Nya.
Sesungguhnya merasa aman dari makar Alloh l dan berputus asa dari rohmat-Nya
merupakan dosa besar[1]
yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid. Dan hendaklah seorang mukmin
beribadah kepada Alloh l dengan
mengumpulkan perasaan harap (roja') dan cemas (khouf). Dimana
rasa harap dan cemas dalam ibadah adalah ibarat kedua sayap burung, dimana jika
salah satunya tidak ada ataupun kurang sempurna, maka burung tersebut juga
tidak akan dapat terbang dengan sempurna, bahkan ia tidak bisa terbang.
Sesungguhnya rasa harap yang berlebihan akan menjadikan
seseorang merasa aman dari makar Alloh l.
Dan sebaliknya, rasa cemas yan berlebihan akan menyebabkan timbulnya rasa keputus
asaan dari rohmat Alloh l.
Kedua-duanya merupakan dosa besar.
Adapun dalildalil yang melarang untuk merasa aman dari
makar Alloh l dan berputus asa dari
rohmat-Nya adalah sebagai berikut :
a.
Larangan untuk merasa aman dari makar Alloh l.
Firman Alloh l
QS. Al A'rof : 99
(#qãZÏBr'sùr& tò6tB «!$# 4 xsù ß`tBù't tò6tB «!$# wÎ) ãPöqs)ø9$# tbrçÅ£»yø9$# ÇÒÒÈ
"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang
merugi."
Disebutkan
dalam sebuah hadits, "Jika kamu melihat Alloh memberikan kepada seorang
hamba sebagian dari dunia atas kemaksiatannya yang ia gemari, maka itu adalah
istidroj (tipu daya)."[2]
Isma'il
bin Rofa' berkata, "Termasuk merasa aman dari makar Alloh adalah
terlenanya seorang hamba dalam dosa, sementara ia mengharapkan ampunan dari Alloh."[3]
b.
Larangan
untuk berputus asa dari rohmat Alloh l.
Firman
Alloh l
QS. Al Hijr : 56
tA$s% `tBur äÝuZø)t `ÏB ÏpyJôm§ ÿ¾ÏmÎn/u wÎ) cq9!$Ò9$# ÇÎÏÈ
"Ibrahim berkata, 'Tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat.'"
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas a , bahwasannya Rosululloh `
, beliau menjawab, “Yaitu syirik kepada Alloh, putus asa dari rohmat Alloh dan
merasa aman dari siksa Alloh.”[4]
Dari Ibnu
Mas’ud a , ia berkata, “Dosa-dosa besar
yang paling besar adalah syirik kepada Alloh, merasa aman dari siksa Alloh,
berputus harapan dari rohmat Alloh dan putus asa dari pertolongan Alloh.”[5]
B.
Wajib
Beribadah Kepada Alloh l dengan Mengumpulkan Sifat Roja’
(Harap) dan Khouf (Takut).
Sesungguhnya
Alloh l
memuji terhadap hamba yang memiliki dua sifat, yaitu khouf (takut) dan roja’ (harap),
sebagaimana firman-Nya dalam QS. Az Zumar : 9
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôèt tûïÏ%©!$#ur w tbqßJn=ôèt 3 $yJ¯RÎ) ã©.xtGt (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ
"'(Apakah kamu, hai orang musyrik yang lebih beruntung)
ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?'
Katakanlah, 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?' Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran."
Adapun roja’,
maka harus diiringi dengan khouf. Karena kalau tidak akan menimbulkan
rasa aman (dari makar Alloh l). Dan khouf juga harus
diikuti dengan rasa roja’. Karena kalau tidak akan menimbulkan keputus asaan
(dari rohmat Alloh l).[6]
Ar
Rudzbari berkata, "Khouf dan roja' ibarat dua sayap burung. Jika
serasi, maka tegaklah (dengan sempurna) burung tersebut, serta sempurna pulalah
terbangnya. Dan jika kurang salah satunya, maka pastilah terdapat di dalamnya
kekurangan. Dan jika kedua-duanya lenyap, maka jadilah burung tersebut berada
di ambang kematian."[7]
Disebutkan
dalam kitab Fath Al Majiid Syarh Kitaab At Tauhiid karangan Syaikh Abdurrohman
bin Hasan, "Roja' dengan melakukan kemaksiatan serta meninggalkan
ketaatan merupakan tipu daya syetan, supaya seorang hamba terjerumus kepada
hal-hal yang ditakuti dengan meninggalkan sebab-sebab yang dapat menyelamatkan
dia dari kehancuran-kehancuran."[8]
Kesimpulan
: Hendaklah
ketika seorang hamba takut, jangan sampai ia berputus asa dari rohmat Alloh
l.
Dan jika seorang hamba mengharap, hendaklah jangan sampai ia merasa aman dari makar
Alloh l.
C.
Akibat-Akibat
yang Ditimbulkan dari Merasa Aman dari Makar Alloh l
dan Berputus Asa dari Rohmat-Nya.
Adapun Akibat-akibat
yang ditimbulkan dari merasa aman dari makar Alloh l
dan berputus asa dari rohmat-Nya adalah sebagai berikut :
- Orang yang merasa aman dari rohmat Alloh l termasuk orang yang merugi. (QS. Al A'rof : 99)
- Putus asa dari rohmat Alloh l merupakan kesesatan. (QS. Al Hijr : 56)
- Merasa aman dari makar Alloh l dan berputus asa dari rohmat-Nya termasuk dosa besar.
Dalilnya
adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas a, seperti
yang sudah disebutkan di atas.
Adapun
masalah pembatasan dosa-dosa besar, para ulama berbeda pendapat di dalamnya.[9]
Sedangkan para peneliti dari kalangan para ulama, mendefinisikan dosa besar
adalah, "Setiap dosa yang Alloh mengancamnya dengan neraka, laknat,
murka ataupun siksa."[10]
Ibnu Taimiyyah menambahkan, "Atau dosa yang diikuti dengan penafian
iman."[11]
REFERENSI
:
- Al Qur'an Al Karim.
- Shohih Al Bukhori, Shohih Muslim daan Kitab-Kitab Hadits Lainnya.
- Fath Al Majiid Syrh Kitaab At Tauhiid, Syikh Abdurrohman bin Hassan Alu Asy Syaikh, ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Al Faqi, Muroja'ah Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdulloh bin Baz, Daar Al Fikr Th. 1412 H/1992 M.
- Al Qoul Al Mufiid 'Ala Kitaab At Tauhiid, Syaikh Muhammad Sholih Al 'Utsaimin, ditahqiq oleh Nabil Shollaj, Daar Al Iskandariyah cet. I Th. 1425 H/2004 M.
- At Ta'liiq Al Mukhtashor Al Mufiid, Syaikh Sholih Fauzan, cet. III Th. 1400 H.
- Fataawaa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuuts Al 'Ilmiyyah wa Al Iftaa', yang disusun oleh Syaikh Ahmad bin Abdurrozzaq Ad Duwaisy Daar 'Al 'Aashimah, Riyad.
[1] Lihat At
Ta'liiq Al Mukhtashor Al Mufid, Syaikh Sholih Fauzan, hal. 125.
[2] HR.
Ahmad IV/45. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Ash
Shohihah hal. 413.
[3] Dinukil dari Fathu
Al Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 432.
[4] HR. Al Bazar Kasyfu
Al Aatsaar : 106. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih
Al Jamii’ : 4479.
[5] Hadits shohih yang
diriwayatkan oleh Abdurrozzaq : X/459-460.
[6] Syarh Al Aqiidah
Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/457.
[7] Dinukil dari Syarh
Al Aqiidah Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/456-457.
[8] Lihat Fathu Al
Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 433.
[9] Lihat Syarh Al
Aqiidah Ath Thohawiyah, Syaikh Ibnu Abi Al 'Iiz, II/525-526.
[10] Lihat Fathu Al
Majid Syarhu Kitab At Tauhid Syaikh Abdur Rohman bin Hasan, hal. 434.
[11] Ibid.