Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Assalamu 'alaykum Wa rahmatullaahi Wa barakatuh.

Ahlan Wa sahlan di blog saya yang sangat sederhana ini

Salam Ukhuwah buat saudara-saudaraku yang telah mampir di blog saya , selamat berseluncur menikmati secuil ilmu yang ada disini . dan Semoga bermanfaat bagi setiap yang membaca nya .... Aamiin .....


Salam Ukhuwah



Abu Yumna

Rabu, 29 Februari 2012

Download ===== Al Bidayah Wan Nihayah - Ibnu Katsir

Teror Daging Babi

Sudah dari sononya orang Cina gemar santapan daging babi?

Nanti dulu. Dalam naskah kuno Jurnal Kesehatan Cina yang bertajuk Yan Show Tan,disebutkan,”Di saat kematian, perasaan takut akan memasuki hati babi dan napasnya yang terakhir memasuki empedunya. Semua daging adalah berkhasiat melainkan daging babi. Jangan makan dagingnya!” Di zaman Dinasti Tang terdapat
seorang tabib yang amat terkenal bernama Sun See Mao.

Dalam bukunya yang berjudul Sheh Shen Lu (Catatan-catatan Kesehatan), tabib yang mencapai usia 100 tahun itu menulis,”Daging babi merangsangpenyakit-penyakit lama, menyebabkan kemandulan, sakit tulang, dan asma.” Di zaman Dinasti Ming, terdapat seorang tabib yang bernama Lee Shih Ch’en. Beliau amat dihormati dan mengarang 50 jilid buku-buku perobatan atau Materia Medica. Mengenai daging babi, tabib Lee berkata,”Ia (daging babi) bisa mendatangkan bencana.” Secara umum tokoh-tokoh Cina zaman dahulu melarang seseorang memakan daging babi disebabkan pelbagai kemudaratan yang akan menimpa manusia yang memakannya. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur`an,”Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadamu
bangkai, darah, dan daging babi.” (QS. al-Baqarah [2]: 173).

Dengan dalil ini jelaslah kepada kita bahwa daging babi dan produk-produknya diharamkan oleh Allah secara mutlak atas umat Islam. Setiap perkara yang diharamkan Allah pasti mempunyai sebab dan rahasianya. Daniel S. Shapiro, M.D., Pengarah Clinical Microbiology Labaratories, Boston Medical Center, Massachusetts dan juga merupakan Asisten Profesor Perobatan di Pathology and Laboratory Medicine, Boston University School of Medicine, Massachusetts, merumuskan setidaknya terdapat 26 penyakit yang bisa berjangkit karena babi. 26 Penyakit yang Bisa Berjangkit karena Mengkonsumsi Daging Babi
• Anthrax
• Ascaris suum
• Botulism
• Brucella suis
• Cryptosporidiosis
• Entamoeba polecki
• Erysipelothrix shusiopathiae
• Flavobacterium group lib-like
bacteria
• Influenza
• Leptospirosis
• Pasteurella aerogenes
• Pasteurella multocida
• Pigbel
• Rabies
• Salmonella cholerae-suis
• Salmonellosis
• Sarcosporidiosis
• Scabies
• Streptococcus dysgalactiae
(group L)
• Streptococcus milleri
• Streptococcus suis type 2
(group R)
• Swine vesicular disease
• Taenia solium
• Trichinella spiralis
• Yersinia enterocolitica
• Yersinia pseu


Download ===== Adab bermajlis dan kesalahan kesalahannya.

100 Hadis Dha'if & Palsu Yang Masyhur di Kalangan Masyarakat

wahai muslimah ,tutuplah aurat mu

Renungan buat Muslimah yang belum ingin menutup auratnya dengan Hijab

Beralasan belum siap berjilbab karena yang penting hatinya dulu diperbaiki?
Kami jawab, "Hati juga mesti baik. Lahiriyah pun demikian. Karena iman itu mencakup amalan hati, perkataan dan perbuatan. Hanya pemahaman keliru yang menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan lisan tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah. Iman butuh realisasi dalam tindakan dan amalan"

Beralasan belum siap berjilbab karena mengenakannya begitu gerah dan panas?
Kami jawab, "Lebih mending mana, panas di dunia karena melakukan ketaatan ataukah panas di neraka karena durhaka?" Coba direnungkan!

Beralasan lagi karena saat ini belum siap berjilbab?
Kami jawab, "Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi? Apa jika sudah keriput dan rambut ubanan? Inilah was-was dari setan supaya kita menunda amalan baik. Mengapa mesti menunda berhijab? Dan kita tidak tahu besok kita masih di dunia ini ataukah sudah di alam barzakh, bahkan kita tidak tahu keadaan kita sejam atau semenit mendatang. So ... jangan menunda-nunda beramal baik. Jangan menunda-nunda untuk berjilbab."
Perkataan Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma berikut seharusnya menjadi renungan:
"Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu." (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini menunjukkan dorongan untuk menjadikan kematian seperti berada di hadapan kita sehingga bayangan tersebut menjadikan kita bersiap-siap dengan amalan sholeh.
Allah Ta'ala berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)

Subhanallah..
Masihkah kamu ragu wahai Ukhti fillah untuk menutup kemolekan tubuhmu dengan hijab? masihkah?  Ingatlah, sesungguhnya api neraka akan membakar tubuh yang kau sajikan untuk lelaki hidung belang, kau bisa beralasan ini dan itu, Demi Allah, sesungghnya, kita tak akan mampu menebak kapan nyawa ini akan diambil oleh Malaikat Maut! Innalillahi waa inna ialaihi rojiun..
Sahabatmu dalam mengingat Allah,

Selasa, 28 Februari 2012

SAAT KENYATAAN DI LUAR KEINGINAN

Seringkali kita merasa bahwa hidup ini tidak adil, ketidakadilan ini bermula saat kenyataan yang kita hadapi tidak sesuai dengan keinginan dan harapan kita.

Keinginan lahir dari cita-cita atau bisa juga merupakan rencana hidup kita seperti visi dan misi hidup, dan kenyataan merupakan sesuatu yang kita alami, harus dihadapi, tidak bisa dihindarkan dan diabaikan.
Kenyataan yang pahit , terasa begitu nyata seperti gunung es tatkala kita berada di atas kapal laut yang tak terhindarkan harus menabrak, seberapa piawainyapun sang nakhoda... Dan seseorang merasa hidup ini lebih tidak adil saat ikhtiar dan doa pun sudah dipanjatkan beriringan dengan kepasrahan mendalam.

Kekecewaan bertumpuk-tumpuk, seperti awan kelam yang menggulung tatkala akan hujan deras membawa banjir dan longsor. Sebelum menghadapinyapun kita sudah takut, karena imajinasi kita tentang kekelaman yang kita akan hadapi sudah tertancap dalam pikiran, oh hari esok rasanya berat, oh entah kepahitan apa lagi yang akan menjemput jiwa. Dan benarlah saatnya tiba kita begitu rapuh, lemah, terkulai, kesesakan tatkala bangun pagi menjadi rutinnya kehidupan.

Saat-saat seperti itu yang menguatkan saya adalah perkataan Allah SWT dalam Al-Baqarah ayat 216, bahwa sesuatu yang terasa tidak baik atau kita membencinya, bisa jadi itu adalah hal yang baik untuk kita dan sebaliknya bila kita merasa sesuatu itu baik untuk kita bisa jadi amat buruk untuk kita, karena hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui.

Untuk beberapa individu memang hal ini terasa klise, tapi memang setelah dijalani inilah kenyataannya. Kita tidak akan pernah mengetahui sesuatu itu baik atau buruk disaat kita belum melalui nya dan merasakan hikmah atau arti sesungguh nya dari yang kita alami.

Saat sekarang ini akan terasa mudah untuk mengatakan bahwa orang lain tidak akan pernah mengerti apa yang kita rasakan dan mereka hanya bisa memberikan justifikasi terhadap kenyataan pahit hidup yang kita alami, memang lebih mudah untuk menghindari nasihat-nasihat yang terasa menghakimi dibandingkan dengan berkontemplasi atau merenung sejenak apakah memang nasihat itu merupakan solusi untuk masalah kita. Lingkaran setan ini yang terus mengelilingi kita disaat hidup terasa begitu pahit, yaitu kita mendapatkan kenyataan tidak sesuai dengan keinginan/pengharapan lalu dengan mudahnya kita menepis pertolongan orang dan menjauh dari sang Khalik.

Percaya atau tidak, bahwa di hidup ini ada mukjizat, sesuatu yang dikira atau dinalar tidak masuk akal namun terjadi. Terkadang hal ini terjadi di saat kita merasa sudah lelah bergulat dengan hidup, namun kita masih memiliki secercah harapan kepada Allah SWT, disaat kita merasa tidak ada lagi orang yang perduli terhadap kegetiran hidup yang kita alami, namun kita masih bisa bersabar untuk mendapatkan bantuan Allah, La-Haula Walla Quwata Illa Billahil Alliyil Adzim, tiada pertolongan dan daya upaya yang datang selain dari Allah. Kita jangan takut akan suatu masalah tapi kita harus takut jika kita tidak mendapatkan pertolongan dari Allah SWT dalam mengahadapi masalah.

Saat masalah dirasa telah menggunung, dan terlihat seolah tidak mungkin ada jalan keluarnya. Mulai berbaik sangkalah kepada Allah SWT bahwa semua ini diciptakan berpasang-pasangan. Ujung pelangi memiliki ujung pelangi yang lain, embun pagi terasa indah bila dipasangkan dengan pagi hari begitu juga dengan kesedihan dipasangkan dengan kebahagiaan, ini sudah merupakan janji Allah SWT.
Begitu juga dengan masalah, memang Allah pasangkan dengan doa, karena bila ditilik lebih jauh doa itu erat kaitannya dengan sabar dan sholat. Di dalam kesabarannya dalam menghadapi cobaan dan ujian, seseorang selalu memanjatkan doa nya kepada Allah SWT. Bentuk doa yang paling hakiki ialah sholat, yang di dalamnya terdapat ribuan bentuk zikir atau mengingat Allah SWT.

Disayangkan banyak orang yang menganggap remeh kekutan dari doa, doa itu sangat dahsyat, doa merupakan bentuk kepasrahan dati diri manusia di hadapanNya, doa merupakan komunikasi langsung yang mendekatkan jarak antara hamba dengan PenciptaNya, doa merupakan bentuk pinta dari kita terhadap Yang Maha Dipinta.

Manusia seringkali merasa sibuk atau mungkin disibukkan dengan logika berpikir rasional nya, bahwa doa itu hanya pelengkap dari usaha kita, doa merupakan hal yang tidak masuk di akal bila dilihat dari kemampunannya menyelesaikan masalah.

Bila dihayati doa itu terasa nikmat bila dikemas dengan kepercayaan yang mendalam terhadap kekuatan dari doa, Allah SWT begitu menyukai hambaNya yang berdoa di setiap saat nya, hanya untuk meminta ditunjukkan bus mana yang seharusnya diambil untuk menghindari macet sampai ke doa pilihan pasangan hidupnya. Karena memang selayaknya itulah posisi pentingnya Allah SWT dalam kehidupan kita.

Setelah tangisan terasa sudah mengering, saat terasa keinginan untuk mengakhiri hidup sudah mengkungkung, ingatlah bahwa daun yang jatuh saja itu atas ijin Allah SWT, apalagi insan manusia yang dijadikanNya khalifah di muka bumi ini, pasti telah diatur skenario hidupnya. Wajar memang bila kesedihan mendera kita yang amat sangat, namun apakah kita pernah meminta untuk”dipeluk”oleh Allah SWT dalam rintihan doa-doa kita, dipeluk oleh lindungan dan pertolonganNya untuk menghindari keputusasaan yang sering menghampiri kita?
Terkadang kita merasa “pelukan” yang berarti dan bisa dirasakan hanya datang dari manusia, sedangkan”pelukan”yang terasa memeluk kita dari perbuatan keputusasaan, yang begitu tulus dan tidak minta untuk “dipeluk” kembali hanya pelukan dari Allah SWT, dan yang harus kita lakukan untuk mendapatkan pelukan yang tulus dan begitu menghangatkan jiwa, hanyalah memintanya lewat doa-doa dan tangisan rintihan kita memohon pelukanNya, hanya itu...

Sehingga semoga secercah pemikiran dan pengalaman di atas bisa menumbuhkan perasaan bahwa kepedihan hidup dialami semua orang, bahwa kita tidak sendirian, kenyataan tidak sesuai dengan keinginan adalah hal yang wajar kita alami, kebersamaan dan berbagi rasa semoga bisa menjadi solusi untuk menghadapi kesedihan, bukan berlarut dengannya.

Optimisme harus kita kobarkan dalam jiwa, yang terkadang meredup oleh kerasnya badai, dan pondasi optimisme itu kita tancapkan pada keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita, bantuannya akan selalu datang pada mereka yang meminta.

PUTUS HUBUNGAN PACARAN....!!!!

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Ba’da tahmid dan shalawat…

Syukur pada Allah yang masih mengaruniakan nafas padaku dan padamu untuk segera memperbarui taubat.

Mas, rasanya aku telah menemukan Kekasih yang jauh lebih baik darimu. Yang Tak Pernah Mengantuk dan Tak Pernah Tidur. Yang siap terus menerus Memperhatikan dan Mengurusku. Yang selalu bersedia berduaan di sepertiga terakhir malam. Yang siap Memberi apapun yang kupinta. Ia yang Bertahta, Berkuasa, dan Memiliki Segalanya.
Maaf masi, tapi menurutku kau bukan apa-apa dibanding Dia. Kau sangat lemah, kecil dan kerdil di hadapanNya. Dan, aku khawatir apa yang telah kita lakukan selama ini membuatNya murka. Padahal Ia, Maha Kuat, Maha Gagah, Maha Perkasa, Maha Keras SiksaNya.

mas, belum terlambat untuk bertaubat. Apa yang telah kita lakukan selama ini pasti akan ditanyakan olehNya. Ia bisa marah, mas. Marah tentang saling pandang yang kita lakukan, marah karena setitik sentuhan kulit kita yang belum halal itu, marah karena suatu ketika dengan terpaksa aku harus membonceng motormu, marah karena pernah ketetapanNya kuadukan padamu atau tentang lamunanku yang selalu membayang-kan wajahmu. Ia bisa marah. Tapi sekali lagi semua belum terlambat. Kalau kita memutuskan hubungan ini sekarang, semoga Ia mau Memaafkan dan Mengampuni. mas, Ia Maha Pengampun, Maha Pemberi Maaf, Maha Menerima Taubat, Maha Penyayang, Maha Bijaksana.

Mas, jangan marah ya. Aku sudah memutuskan untuk menyerahkan cintaku padaNya, tidak pada selainNya. Tapi tak cuma aku, akhi. Kau pun bisa menjadi kekasihNya, kekasih yang amat dicintai dan dimuliakan. Caranya satu, kita harus jauhi semua larangan-laranganNya termasuk dalam soal hubungan kita ini. Insya Allah, Dia punya rencana indah untuk masa depan kita masing-masing. Kalau engkau selalu berusaha menjaga diri dari hal-hal yang dibenciNya, kau pasti akan dipertemukan dengan seorang wanita shalihah. Ya, wanita shalihah yang pasti jauh lebih baik dari diriku saat ini. Ia yang akan membantu-mu menjaga agamamu, agar hidupmu senantiasa dalam kerangka mencari ridha Allah dalam ikatan pernikahan yang suci. Inilah doaku untukmu, semoga kaupun mendoakanku, mas.

mas, aku akan segera menghapus namamu dari memori masa lalu yang salah arah ini. Tapi, aku akan tetap menghormatimu sebagai saudara di jalan Allah. Ya, saudara di jalan Allah, mas. Itulah ikatan terbaik. Tak hanya antara kita berdua. Tak mustahil itulah yang akan mempertemukan kita dengan Rasulullah di telaganya, lalu beliaupun memberi minum kita dengan air yang lebih manis dari madu, lebih lembut dari susu, dan lebih sejuk dari krim beku.

Maaf mas. Tak baik rasanya aku berlama-lama menulis surat ini. Aku takut ini merusak hati. Goresan pena terakhirku di surat ini adalah doa keselamatan dunia akhirat sekaligus tanda akhir dari hubungan haram kita, Insya Allah.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh.

Demikianlah isi surat yang dihadiahkan oleh Salim A. Fillah untuk kita yang saya kutip dari bukunya yang berjudul ”Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”.

Semoga bermanfaat bagi kita ya … Insya Allah

" HARI GINI MASIH PAKE CELANA PENDEK "

Assalaamu 'alaykum wr wb

Sahabat muslim..,

Gak sedikit di antara kita yang udah pada gede alias dewasa ,saat keluar rumah masih pake celana pendek, walhasil dengkul yang mestinya aurat yang harus di tutupi jadi kelihatan...mending kalo ga ada bekas koreng nya...hehehehe ( walopun ga ada mending2 nya ).

Yang lucu lagi sekarang , banyak anak perempuan yang pada pake baju n celana adiknya, akhirnya bagian perut n paha keliatan kemana2.....weleh weleh weleh jadi murah dah tuh..., kalo di umpama in sama sayuran kan beda harga nya yang di bungkus sama yang gak dibungkus...

Bro n sist...., pastinya kita semua udah pada tau masalah bagian tubuh yang harus ditutupi or tidak boleh dilihat sama yang bukan muhrimnya...,jadi gak perlu ane jelasin secara detailnya..

Naah sekarang coba kita renungi aja Firman Allah SWT n Hadist dari Nabi SAW :

“Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al A’raaf : 26)

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat sekarang ini. Satu kaum yang bersama mereka cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang dipakai untuk memukul orang. Wanita-wanita mereka berpakaian namun telanjang, bergaya pundak mereka dan berpaling dari kebenaran. Kepala mereka seperti punuk unta kurus, mereka tidak masuk surga dan tidak mencium baunya. Padahal baunya tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (H.R. Muslim)

“Jangan engkau singkap kedua pahamu dan jangan melihat paha orang yang masih hidup dan juga yang telah mati.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Al Hakim. Al Arnauth berkata dalam Jami’il Ushul 5/451 : “sanadnya hasan”).

Sahabat muslim.... sekaranglah saatnya buat kita ngebenahin cara berpakain kita, supaya Allah dan Rosul Ridho sama kita n jangan beri celah sama syetan untuk godain kita lewat aurat yg terbuka...

By, Abu Yumna


Billaahi Fii Sabili Al Haq....,, Wassalaamu 'alaykum Wr Wb

"BANG UDIN FAMILY"

"konyol bini gue glagatnye, makin hari makin rese ! "kata bang udin dgn wajah muram.

"Rese apa din ? lu kepala dingin dah, slidik ape sebabnye bini loe begitu, saye rasa dia sholeha,pake kudungan kemane2," ucap haji maman.

"Ya make juga kite suruh jie, cuma kelakuan nye aja jie, masa kalo ngoceh banding2 in keluarga laen, kite kan tersinggung sbg laki2...?

bang udin merasa gak di hargai setiap dia cari duit,istrinya sedikit2 nyindir, banding2 kan dgn tetangga, sodara, tentang keunggulan ekonomi keluarganya.. pantes aja sbg laki2 dia sumpek,walo cuma ngojek, tapi kebutuhan harian cukup, bisa jadi karena die getol dhuha, karena pangkalan ojeknya deket musholla n rajin ikutin acara TV Ust. Yusuf mansur. Tapi masalahnya tetep aja ada dari sisi lain, dalam hal ini istrinya.

kurang ape gue pak haji ?, ape die gak liat, punya suami rajin,ngaji saban malem getol, coba laki2 laen... kaya si ucok tuh, tiap hari nyekik botol... keluarga ga ke urus !" bini ga tau di untung, dunia aja pikirannye, agame nomer enem belas. " tukas bang udin sambil ngetok2 in helmnya yg butut.

lah, ucok mah pedagang togel din, jgn disamain ! ...lu lagi udeh ngurus agame,bini nt malah engga di ajarin agame...?, lu ngaji dia ikutan ga? lu tahajud juga ajak dia enggak? Tanya H.maman.

sontak si udin diem. pikir punya pikir dlm batin udin, " iye juga ,gue aja yg getol blajar agame, bini ga ke pikiran, cuma negor sholat doang, tapi ga ada kebersamaan dlm blajar agama.

"Lah ,die bungkem? "ujar H. maman.

"bener juga pak haji, gue aja selama ini yg rajin...? tatap udin se akan baru bangun tidur.

Masya Allah...., ape gue kate kan? ,lu ajarin bini lu agama juga dong...jgn cuma loe sendirian...ngaji bareng dong,tahajud bareng, jgn cuma makan doang yg bareng....

udin ngangguk2, dia bertekad niat secara pelan2 mengajak istrinya untuk aktif di pengajian. ta'lim keluarga yg selama kurang di perhatikan.

semoga cerita ini bisa jadi inspirasi buat kite semue.


AL WALAA WAL BARAA'



Al Walaa Wal Baraa’ adalah salah satu bagian dari Usul ud Dien. Usul ul Dien terbagi menjadi tiga bagian:

   1.
      Tauhid
   2.
      Al Walaa’ Wal Baraa’
   3.
      Al Jihad dan Al Hijrah

Al Walaa Wal Baraa’ terbagi menjadi dua bagian:
Walaa’ dan Baraa’ adalah salah satu bagian dalam usul ud dien, kita membenci kuffar sebagai sebuah masalah dalam dien hanya karena Allah (Swt) semata. Kita tidak membenci Yahudi karena pandangan mereka; Allah (swt) adalah yang menciptakan pandangan mereka, kebencian kita terhadap mereka semata-mata hanya karena Allah (swt).

Al Walaa wal Baraa’ terbagi menjadi dua:

   1.
      Al Hubb

Mencintai karena Allah, Al Muwalaat. Al Muwalaat secara bahasa berarti ‘mencintai dalam hati.’ Abdullah ibnu Abbas berkata:

“Al Muwalaat adalah mencintai dalam hati dan mendukung penuh dengan anggota tubuh dan lidah untuk dien Islam semata.”

Aturan ini diluar untuk kuffar, Walaa’ adalah selalu untuk Allah (dan dien Allah) saja, dan semua Baraa’ adalah untuk kufur dan syirik.
Allah berfirman dalam kitabNya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS An Nisa 4: 144)
Dengan demikian kita hanya bisa mempunyai Al Muwalaat dengan orang-orang yang beriman saja. Tetapi apa itu Al Muwalaat? Itu adalah:
-          Mencintai
-          Mendekati
-          Berteman
-          Bersahabat
-          Membantu
-          Menghormati
-          Memuliakan
-          Beraliansi
-          Mendukung

Semua karena Allah (swt) dan orang yang telah ditunjuk untuk ber Muwalaat dengan mereka, tidak untuk kuffar.

   1.
      Al Bughud (Membenci)

Membenci hanya karena Allah (swt), atau Al Mu’adaat, ini adalah kebalikan dari Al Muwalaat, itu adalah:
-          Membenci
-          Menjaga jarak
-          Memusuhi
-          Meninggalkan
-          Menolak untuk memberi pertolongan
-          Merendahkan
-          Tidak beraliansi
-          Tidak mendukung

Allah (swt) memerintahkan kita untuk mempunyai Baraa’ kepada kuffar dari kufur dan syirik. Allah (swt) memerintahkan kepada kita untuk mempunyai walaa dengan para Nabi dan kepada orang-orang yang  beriman. Namun tidak perlu bingung dengan Al Birr. Al Birr adalah keadaan tertentu dengan orang-orang kuffar dimana kita melakukan perjanjian dengan mereka.
Allah (swt) berfirman:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Al Mumtahanah 60: 8)
Al Walaa wal Baraa’ telah banyak dideklarasikan pada ayat-ayat Al Qur’an dengan jelas, lebih banyak setelah Tauhid, ini bukan sesuatu dimana kita bisa berargumentasi atau bahkan membantahnya.

Telah diketahui dalam membicarakan masalah Al Walaa wal Baraa’ dan Tauhid ini paling banyak diantara para Shahabat dan Imam empat Mahzab, setelah mereka – Syeikh ul Islam ibnu Taimiyah dan Syeikh Muhammad ibnu Abdul Wahhab.
Pada topik dari Walaa wal Baraa’, Syeikh Abdur Rahman bin Hasan berkata:

“Tiga hal peniadaan dien adalah Muwalaat dengan Musyrikin, bersekutu dengan mereka, menyandarkan diri kepada mereka dan mendukung mereka dengan tangannya dan kekayaannya. Sebagaimana Allah (swt) berfirman: “…janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir.” (QS Al Qashash 28: 86)
Beliau kemudian pergi untuk mencari ayat yang lain dimana Allah (swt) juga berfirman:

“Musa berkata: "Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerah- kan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang- orang yang berdosa.” (QS Al Qashash 28: 17)
lebih lanjut Allah berfirman dalam surah Al Mumtahanah ayat 9:

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Disini Allah menggunakan kata Az Zhalimun dan itu telah diketahui bahwa pada saat Allah (swt) menggunakan kata Az Zalimun dengan ‘Az’, sebagaimana menentang hanya untuk Zalimun, Dia (Swt) mengartikan ‘Al kafir’.
Allah (swt) berfirman dalam Qur’an:
“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.

Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): "Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan", sedang Allah mengetahui rahasia mereka.” (QS Muhammad 47: 25-26)

Disini Allah (swt) telah mendeklarsikan orang-orang yang menaati hukum kufur bahkan hanya dalam bagian-bagiannya saja, meninggalkan tanpa keringanan untuk mereka, bahkan tanpa paksaan, tetapi kita harus berteriak untuk melawan kejahatan, bahkan untuk diam saja tidak dibolehkan. Ini telah didemonstrasikan pada masa Muhammad (saw)…

Khalid bin Walid telah memerangi Musailamah Kazab, yang mengaku sebagai nabi palsu. Khalid bin Walid telah memerangi kota dimana Musailamah berasal. Dia menangkap para pemimpin-pemimpin kabilah disana. Dia telah bertanya kepada para pemimpin-pemimpin itu tentang temannya (Musailamah), Khalid berkata: “Dia adalah Rasul Allah disamping Rasul yang lain.” Itu cukup bagi Khalid untuk memerintahkan “bunuh mereka semua.”
Namun pada saat semua pemimpin kabilah disana telah terbunuh, dia berkata: “mulai dari Muja’a” ini karena Maja’a adalah seorang Muslim dan seorang figure besar dalam kabilah. Maja’a berbicara kepada Khalid dengan berkata, “Wahai Khalid aku adalah seorang Muslim; saya tidak pernah berimana pada Musailamah, dia adalah orang dari kabilahku, itu adalah jalan tengah; Aku akan memenjarakan dia sampai Allah (swt) menunjukkan kepadaku sebuah jalan.” Maja’a berfirkir bahwa telah memenjarakannya dengan harapan menggali informasi tentang Musailamah, kemudian dia berkata lagi: “Wahai Khalid, kamu telah mengetahui bahwa aku adalah orang-orang yang telah memberikan bai’at kepada Muhammad (saw). Apakah aku telah melakukan kesalahan? Itu terjadi hanya karena dia berasalah dari kabilahku. Dan Allaj (swt) berfirman:
“Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain…” (QS Al Al An’aam 6: 164)

Khalid berkata:
“Kesalahanmu adalah bahwa kamu tidaka pernah menolak kejahatan. Kamu adalah orang yang mengetahui hal itu dengan baik tetapi diam saja. Apakah kamu teleh berbicara untuk memeranginya seperti orang-orang yang telah melakukannya? Berbicara (begini dan begini), berbicara (begini dan begini). Jika kamu tidak bermaksud untuk melakukan yang demikian, apakah kamu telah mengrimkan sebuah surat kepada aku? Apakah kamu meminta bantuanku? Mengapa kamu tidak hijrah?

Khalid tidak memberikan dia keringan, dan faktanya Majaa’a berkelakuan seperti seorang yang murtad, terancam kematian jika dia tidak bertobat, namun Majaa’a mundur, tetapi masih dihkum Ta’zir.

Al Muwalaat adalah dilarang kepada Kuffar

“Hal itu dilarang untuk ber-Muwalaat dengan kuffar, apakah dia kafir asli atau murtad.”
Allah (Swt) telah menetapkan itu dengan jelas bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk mempunyai Al Muwalaat kepada kuffar:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? (QS An Nisa 4: 144)
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka…” (QS Ali Imran 28)
Allah adalah wali bagi orang-orang yang beriman, dan orang-orang beriman harus mempunyai walaa kepada Allah, kuffar sangat tidak pantas untuk mendapatkan walaa dari orang yang beriman.

Jika seorang Muslim mempunyai walaa kepada kuffar, maka dia berdosa, namun jika mereka bersekutu dengan mereka maka mereka Murtad. Tetapi jika dia bersekutu dengan mereka dan memerang kaum Muslim, dia menjadi murtad harbi.
Kita membenci kuffar semata-mata hanya kepada Allah, dan kita juga membenci Munafiqun hanya karena Allah, jika seseorang tidak melakukan demikian maka dia meninggalkan ikatan Islam.
Al Muwalaat kepada Muslim adalah kewajiban

Allah (SWt) berfirman:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS At Taubah 9: 71-72)
Al Muwalaat adalah kewajiban bagi orang-orang yang beriman, Allah (swt) telah menggambarkan kita sebagai sebuah saudara, membedakan kita dari orang-orang kafir.
Allah (swt) berfirman:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS al Hujarat 49: 10)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.
Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi.
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).

Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah  itulah yang pasti menang.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS Al Ma’idah 5: 51-57)

Lebih lanjut Abu Huraira meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) bersada:

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lainnya.”

Senin, 27 Februari 2012

KEISTIMEWAAN AQIDAH ISLAM (AQIDAH AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH) Bagian I




Oleh : Fadhilatus Syaikh Muhammad Ibrahim al-Hamd

Aqidah Islam yang tercermin di dalam aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah memiliki sejumlah keistimewaan yang tidak dimiliki oleh aqidah manapun. Hal itu tidak mengherankan, karena aqidah tersebut diambil dari wahyu yang tidak tersentuh kebatilan dari arah manapun datangnya.

Keistimewaan itu antara lain:

Sumber Pengambilannya adalah Murni

Hal itu karena aqidah Islam berpegang pada Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ Salafush shalih. Jadi, aqidah Islam diambil dari sumber yang jernih dan jauh dari kekeruhan hawa nafsu dan syahwat.

Keistimewaan ini tidak dimiliki oleh berbagai madzhab, millah dan ideologi lainnya di luar aqidah Islam (aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah).

Orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadikan para pendeta dan rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.

Kaum sufi mengambil ajarannya dari kasyaf (terbukanya tabir antara makhluk dengan Tuhan), ilham, hadas (tebakan), dan mimpi.

Kaum Rafidlah mengambil ajarannya dari asumsi mereka di dalam al-jafr (tulisan tangan Ali bin Abi Thalib t) dan perkataan imam-imam mereka.[2][2]

Para Ahli kalam mengambil ajarannya dari akal (rasio).

Sementara itu para penganut madzhab-madzhab pemikiran dan aliran-aliran sesat lainnya, seperti Komunisme dan Sekularisme, mendasarkan pokok-pokok mereka pada sampah pikiran orang-orang sesat dan pola pikir orang-orang kafir dan atheis yang menjadikan hawa nafsu dan syahwat mereka sebagai sumber hukum bagi hamba-hamba Allah.[3][3]

Sedangkan aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah –alhamdulillah- selamat dan bersih dari kebohongan dan kepalsuan semacam itu.

Berdiri di atas Pondasi Penyerahan Diri kepada Allah dan Rasul-Nya

Hal itu karena aqidah bersifat ghaib, dan yang ghaib tersebut bertumpu pada penyerahan diri. Dus, kaki Islam tidak akan berdiri tegak melainkan di atas pondasi penyerahan diri dan kepasrahan.

Jadi, iman kepada yang ghaib merupakan salah satu sifat terpenting bagi orang-orang mukmin yang dipuji oleh Allah Ta’ala. Firman-Nya,

“Alif laam miin. Kitab ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Yaitu, mereka yang beriman kepada yang ghaib,  yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki  yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 1-3)

Sebab, akal tidak mampu memahami yang ghaib dan tidak mampu secara mandiri mengetahui syariat secara rinci, karena kelemahan dan keterbatasannya. Sebagaimana pendengaran manusia yang terbatas penglihatannya yang terbatas, dan kekuatan yang terbatas, maka akalnya pun terbatas. Sehingga tidak ada pilihan lain selain beriman kepada yang ghaib dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla.

Sedangkan aqidah-aqidah lainnya tidak berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, melainkan tunduk kepada rasio, akal, dan hawa nafsu. Padahal, sumber kerusakan umat dan agama tidak lain adalah karena mendahulukan aqli daripada naqli, mendahulukan rasio daripada wahyu, dan mendahulukan hawa nafsu daripada petunjuk.[4][4]

Sesuai dengan Fitrah yang Lurus dan Akal yang Sehat

Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah sesuai dengan fitrah yang sehat dan selaras dengan akal yang murni. Akal murni yang bebas dari pengaruh syahwat dan syubuhat tidak akan bertentangan dengan nash yang shahih dan bebas dari cacat.

Sedangkan aqidah-aqidah lainnya adalah halusinasi dan asumsi-asumsi yang membutakan fitrah dan membodohkan akal.

Oleh karena itu, jikalau diandaikan bahwa seseorang bisa melepaskan diri dari segala macam aqidah dan hatinya menjadi kosong dari kebenaran dan kebatilan, kemudian ia mengamati semua jenis aqidah –yang benar maupun yang salah- dengan adil, fair, dan pemahaman yang benar, niscaya ia akan melihat kebenaran dengan jelas dan mengetahui bahwasanya orang yang menganggap sama antara aqidah yang benar dan yang tidak benar adalah seperti orang yang menganggap sama antara malam dan siang.[5][5]

Sanadnya Bersambung kepada Rasulullah r, Para Tabi’in, dan Imam-Imam Agama, baik dalam Bentuk Ucapan, Perbuatan, maupun Keyakinan (I’tiqad)

Keistimewaan ini merupakan salah satu karakteristik Ahli Sunnah yang diakui oleh banyak seterunya, seperti Syi’ah dan lain-lain. Sehingga –alhamdulillah- tidak ada satu pun di antara pokok-pokok Ahli Sunnah wal Jama’ah yang tidak memiliki dasar atau landasan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau riwayat dari generasi Salafush shalih.

Berbeda dengan aqidah-aqidah lainnya yang bersifat bid’ah dan tidak memiliki landasan dari Al-Qur’an, As-Sunnah, maupun riwayat dari generasi Salafush shalih.

Jelas, Mudah dan Terang

Aqidah Islam adalah aqidah yang mudah dan jelas, sejelas matahari di tengah hari. Tidak ada kekaburan, kerumitan, kerancuan, maupun kebengkokan di dalamnya. Karena, lafazh-lafazhnya begitu jelas dan makna-maknanya demikian terang, sehingga bisa dipahami oleh orang berilmu maupun orang awam, anak kecil maupun orang tua. Karena Rasulullah r membawakannya dalam kondisi yang putih bersih, malam harinya seperti siang harinya. Tidak ada yang menyimpang darinya selain orang yang binasa.

Salah satu contoh kejelasannya adalah sebuah kitab yang sangat populer di dalam Hadis tentang Jibril.[6][6] Hadis ini memaparkan pokok-pokok ajaran Islam dengan sangat mudah, ringan, jelas dan terang.

Dalil-dalil lain seperti itu sangat banyak jumlahnya. Begitu pasti, nyata, dan jelas. Maknanya merasuk ke dalam pemahaman dengan penglihatan awal dan pandangan pertama. Semua orang bisa memahaminya. Karena dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah bagaikan makanan yang dimanfaatkan oleh setiap manusia, bahkan seperti air yang bermanfaat bagi anak-anak, bayi, orang yang kuat maupun orang yang lemah.

Dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah demikian nikmat dan jelas, sehingga bisa memuaskan dan menenangkan jiwa, serta menanamkan keyakinan yang benar dan tegas di dalam hati.

Tidakkah anda memikirkan bahwa yang mampu memulai pasti lebih mampu untuk mengembalikan lagi. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan Dia-lah yang memulai penciptaan kemudian mengembalikannya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya.” (QS. Ar-Ruum: 27)

Manajemen di sebuah tempat saja tidak mungkin bisa berjalan dengan tertib bilamana ditangani oleh banyak manajer. Bagaimana pula dengan alam semesta? Allah Ta’ala berfirman,

“Sekiranya di langit dan di bumi itu ada tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.” (QS. Al-Anbiya’: 22)

Yang hendak menciptakan pastilah mengetahui dahulu kemudian menciptakan. Allah Ta’ala berfirman,

“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui; sedangkan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)

Dalil-dalil semacam itu bagaikan air yang digunakan oleh Allah untuk menciptakan segala sesuatu yang hidup.[7][7]

Bebas dari Kerancuan, Paradoks dan Kekaburan

Di dalam aqidah Islam sama sekali tidak ada tempat untuk hal-hal semacam itu. Bagaimana tidak? Aqidah Islam adalah wahyu yang tidak bisa dimasuki oleh kebatilan dari arah manapun datangnya.

Sebab, kebenaran itu tidak mungkin rancu, paradoks, maupun kabur, melainkan serupa satu sama lain dan saling menguatkan. Allah Ta’ala berfirman,

“Andaikata Al-Qur'an itu berasal dari selain Allah, niscaya mereka mendapat banyak pertentangan di dalamnya.” (QS. An-Nisaa’: 82)

Sedangkan kebatilan justru sebaliknya. Anda menemukan bahwa bagian yang satu membatalkan bagian yang lain, dan para pendukungnya benar-benar paradoks. Bahkan anda bisa menemukan salah seorang dari mereka mengalami paradoks dengan dirinya sendiri, dan ucapan-ucapannya tampak serampangan.[8][8]

Jadi, aqidah Ahli Sunnah bebas dari semua itu. Sedangkan aqidah-aqidah lainnya, jangan ditanya kerancuan, paradoks, dan kekaburan yang ada di dalamnya. Kaum Rafidlah, misalnya, mereka mengatakan bahwa para imam mereka mengetahui apa-apa yang sudah terjadi dan yang akan terjadi. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari mereka. Mereka tahu kapan mereka akan mati, dan mereka tidak akan mati kecuali dengan persetujuan mereka.[9][9]

Salah satu pokok agama mereka (kaum Syi’ah Rafidlah) adalah berlebih-lebihan terhadap para imam. Mereka menyebut para imam itu memiliki sifat-sifat yang bahkan tidak dimiliki oleh para Nabi. Tapi kita melihat pokok agama mereka yang lain ternyata bertolak belakang dengan klaim tersebut. Karena, salah satu prinsip agama mereka adalah “taqiyah” (menghindar).

Jika mereka ditanya, “Mengapa imam-imam anda bersembunyi? Mengapa mereka tidak menyuarakan kebenaran?” Maka mereka akan menjawab, “Taqiyah” (menghindar).” Jika mereka ditanya, “Taqiyah (menghindar) dari siapa?” Mereka menjawab, “Dari musuh-musuh.” Musuh yang mana? Bukankah anda mengklaim bahwa para imam itu tahu kapan mereka akan mati, dan mereka tidak akan mati kecuali dengan persetujuan mereka?!

Hal yang sama juga tentang kaum sufi. Betapa banyak paradoks (pertentangan) di dalam keyakinan mereka. Salah satu contohnya adalah bahwa sebagian dari mereka berkeyakinan bahwa Nabi r adalah makhluk pertama. Bahkan, menurut mereka, seluruh alam semesta ini diciptakan dari cahayanya (nuur Muhammad r).[10][10]

Kendati pun demikian, mereka terlihat selalu mengadakan perayaan maulid (hari kelahiran) Nabi r. Jika mereka ditanya, “Perayaan apa yang anda adakan?” Mereka menjawab, “Perayaan maulid Nabi r yang dilahirkan pada tahun gajah.” Lihatlah paradoks ini. Anda tidak perlu heran terlalu jauh, karena paradoks adalah perilaku dari setiap kebatilan dan pembuatnya.

Pun, tentang madzhab-madzhab pemikiran sesat lainnya. Komunisme –misalnya- yang dibangun berdasarkan atheisme dan pengingkaran terhadap semua agama. Mereka menyatakan bahwa tuhan tidak ada dan seluruh kehidupan adalah materi. Ternyata ketika penindasan Hitler terhadap Rusia semakin kuat pasca Perang Dunia Kedua, maka Stalin si durjana memerintahkan untuk membuka tempat-tempat ibadah dan menundukkan diri kepada Allah Ta’ala.

Aqidah Islam Terkadang Berisi Sesuatu yang Membuat Pusing, tetapi tidak Berisi Sesuatu yang Mustahil

Di dalam aqidah Islam terdapat hal-hal yang memusingkan akal dan sulit dipahami, seperti perkara-perkara ghaib: siksa kubur, nikmat kubur, shirath (jembatan), haudl (telaga), Surga, Neraka, dan bagaimana bentuk sifat-sifat Allah Ta’ala.
Akal mengalami kebingunan dalam memahami hakikat dan bentuk perkara-perkara tersebut. Akan tetapi, akal tidak menilainya mustahil (impossible), melainkan pasrah, tunduk, dan patuh. Karena, perkara-perkara tersebut berasal dari wahyu yang diturunkan, yang tidak berbicara dari hawa nafsu dan tidak dimasuki kebatilan dari arah manapun datangnya.[11][11]

Sedangkan aqidah-aqidah lainnya berisi kemustahilan-kemustahilan yang secara aksioma dinyatakan mustahil oleh akal. Misalnya, aqidah-aqidah Yahudi yang sudah diubah. Orang-orang Yahudi  beranggapan bahwa mereka adalah bangsa pilihan Allah. Menurut mereka, Allah telah memilih mereka sebagai pilihan dan menjadikan bangsa-bangsa lainnya sebagai keledai-keledai yang bisa ditunggangi oleh bangsa Yahudi.

Lihatlah omong kosong di atas yang dinilai mustahil oleh akal. Sebab, bagaimana mungkin Tuhan Yang Maha Bijaksana menjadi rasialis, berpihak kepada salah satu etnis, dan menelantarkan etnis-etnis lainnya?!

Adapun umat Nashrani, mereka mengatakan bahwa Allah adalah oknum ketiga dari tiga oknum (trinitas). Menurut mereka, dengan nama bapa, anak dan ruhul qudus adalah tuhan yang satu. Bagaimana mungkin tiga oknum menjadi satu? Ini adalah kemustahilan yang tidak bisa digambarkan.

Termasuk keyakinan mereka tentang “Perjamuan Tuhan”, sertifikat pengampunan dosa, dan lain-lain yang dinilai mustahil oleh akal.[12][12]


Oleh sebab itu, sebagian cerdik pandai mengatakan bahwa semua ucapan manusia bisa dimengerti kecuali ucapan umat Nashrani. Hal itu karena orang yang membuatnya tidak bisa memahami apa yang mereka katakan. Mereka berbicara berdasarkan kebodohan. Mereka menggabungkan dua hal yang paradoks di dalam pembicaraan mereka. Karena itu, ada sebagian orang yang mengatakan, “Seandainya ada 10 orang Nashrani berkumpul, niscaya mereka akan terbagi menjadi 11 pendapat.” Dan ada pula yang mengatakan, “Seandainya anda bertanya kepada seorang pria Nashrani, istrinya dan anaknya tentang tauhid mereka, niscaya si pria akan mengatakan sesuatu, si wanita mengatakan sesuatu yang lain dan si anak mengatakan pendapat yang lain lagi.[13][13]

Jikalau kita mengamati dengan seksama aqidah-aqidah yang diyakini oleh aliran-aliran sesat, maka kita akan menemukan bahwa di dalamnya banyak terdapat kemustahilan. Kaum Rafidlah, misalnya, berpendapat bahwa Al-Qur’anul Karim yang ada di tangan umat Islam dan telah dijamin untuk dilindungi oleh Allah adalah Al-Qur’an yang tidak lengkap dan telah diubah. Menurut mereka, Al-Qur’an yang lengkap bersama dengan imam yang sedang ditunggu akan muncul di akhir zaman dari sebuah terowongan di Samura. Pertama-tama, lihatlah khurafat terowongan itu; kemudian, simaklah statemen mereka, bahwa Al-Qur’an yang lengkap bersama dengan imam yang sedang ditunggu akan muncul di akhir zaman.[14][14]

Lalu, apa gunanya Al-Qur’an yang tidak akan muncul kepada manusia kecuali di akhir zaman nanti? Kemudian, sesuaikah dengan kebijaksaan, kasih sayang dan keadilan Allah bilamana manusia hidup tanpa petunjuk dan wahyu hingga ketika akhir zaman tiba maka Allah akan menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi mereka?!

Sedangkan kaum Nushairiyah memiliki reputasi tertinggi dalam kebohongan ini. Semua firqah mereka menyembah Ali bin Abi Thalib t.

Kendati pun demikian mereka sangat menghormati pembunuhnya, Abdurrahman bin Muljam. Karena mereka beranggapan bahwa si pembunuh itu telah membebaskan lahut dari nasut.[15][15]

Mereka juga berangapan bahwa tempat tinggal Ali bin Abi Thalib t adalah awan. Jika ada awan yang melintasi mereka, maka mereka akan berkata, “Assalamu’alaika, ya Abal Hasan (Salam sejahtera untukmu, wahai Abul Hasan).” Mereka juga mengatakan bahwa petir adalah suaranya dan kilat adalah cemetinya.

Sebagian dari mereka beranggapan bahwa Ali tinggal di bulan. Golongan ini disebut Firqah Qomariyah. Mereka berpendapat bahwa Ali tinggal di bulan, pada bagian kehitaman di bulan tersebut. Oleh karena itu, mereka mengkultuskan bulan dan menyembah Ali yang berada di sana.

Subhanallah! Lalu, apa gerangan bagian kehitaman yang ada di bulan itu sebelum Ali diciptakan?!

Sebagian lainnya beranggapan bahwa Ali berada di matahari. Oleh karena itu, mereka menghadap ke arah matahari sewaktu beribadah. Golongan mereka disebut dengan Firqah Syamsiyah.[16][16]

Jika kita mengamati aqidah kaum Baha’iyah, maka kita akan melihatnya penuh dengan keanehan, dan setiap orang yang berakal tidak punya pilihan lain selain memvonisnya sebagai aqidah yang sesat dan mustahil.

Ambillah contoh tentang kiblat kaum Baha’iyah. Ketika mengerjakan shalat, mereka menghadap ke arah pemimpin mereka, Al-Baha’ Al-Mazandarani. Hal itu ditegaskan sendiri oleh sang pemimpin. Kiblat itu berubah-ubah seiring dengan perpindahan dan pergerakan sang pemimpin. Ketika ia berada di Teheran, maka penjara Teheran adalah kiblat mereka. Dan ketika ia berada di Baghdad, maka kiblat mereka adalah Baghdad. Pun ketika ia di Akka, maka kiblat mereka di Akka. Begitulah seterusnya…

Adakah seseorang yang pernah melihat permainan seperti ini? Kemudian, bagaimana cara kaum Baha’iyah mengetahui kiblat mereka sewaktu Al-Baha’ –sang pemimpin- berada di perjalanan pada waktu alat komunikasi nirkabel dan televisi belum ada?[17][17]

Jadi, alhamdulillah, aqidah Ahli Sunnah bebas dari itu semua.

Umum, Universal dan Berlaku untuk Segala Zaman, Tempat, Umat dan Keadaan

Aqidah Islam bersifat umum, universal, dan berlaku untuk segala zaman, tempat, umat, dan keadaan. Ia berlaku bagi generasi awal maupun belakangan, bangsa Arab maupun non Arab. Bahkan, segala urusan tidak bisa berjalan tanpa aqidah Islam.

Kokoh, Stabil dan Kekal

Aqidah Islam adalah aqidah yang kokoh, stabil, dan kekal. Aqidah Islam sangat kokoh ketika menghadapi bertubi-tubi pukulan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi, Nashrani, Majusi, dan lain-lain.

Setiap kali mereka menganggap bahwa tulangnya sudah rapuh, baranya sudah redup, dan apinya sudah padam, ternyata ia kembali muda, terang, dan jernih.

Aqidah Islam akan tetap kokoh sampai hari Kiamat dan senantiasa dilindungi oleh Allah. Ia ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya tanpa mengalami perubahan, penggantian, penambahan, maupun pengurangan.[18][18]

Bagaimana tidak, sedangkan Allah lah yang langsung menangani pemeliharaan dan eksistensinya, dan tidak menyerahkan hal itu kepada salah satu makhluk-Nya?

Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguh-nya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Dia juga berfirman,

“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, namun Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu membencinya.” (QS. Ash-Shaff: 8)

Salah satu contoh yang menunjukkan kekokohan dan keberlanjutan aqidah Islam adalah bahwa pendapat-pendapat Ahli Sunnah tentang sifat-sifat Allah, takdir, syafaat, dan lain-lain, semuanya masih terpelihara, sebagaimana diriwayatkan dari generasi Salaf.

Ini sangat berbeda dengan millah-millah yang lain, golongan-golongan yang sesat, dan paham-paham yang destruktif. Kaum Yahudi dan Nashrani telah melakukan penggantian, pengubahan, dan manipulasi terhadap kitab suci mereka. Sedangkan firqah-firqah lainnya jarang sekali mampu bertahan dengan memegang teguh sebuah pokok.

Aqidah-aqidah tersbut tidak mempunyai sifat kekal dan berkelanjutan. Betapapun besar dan bagusnya aqidah-aqidah tersebut ternyata tidak mampu bertahan dalam waktu yang lama setelah melewati banyak perubahan dan berbagai macam perkembangan. Tidak lama setelah batangnya mengeras dan durinya menguat, tiba-tiba ia mulai hilang dan lenyap. Karena, aqidah-aqidah atau paham-paham tersebut adalah produk manusia yang memiliki keterbatasan dalam hal pengetahuan dan kebijaksanaan.

Tidak ada bukti yang menunjukkan hal itu dengan lebih jelas ketimbang fakta komunisme yang pernah menggemparkan dan menghebohkan dunia. Tidak lama setelah komunisme mencapai puncak kejayaannya, tiba-tiba ikatannya terlepas dan susunannya berguguran di tangan para penganutnya sendiri.

Mengangkat Derajat Para Penganutnya

Barangsiapa menganut aqidah Islam lalu pengetahuannya tentang aqidah itu meningkat, pengamalannya terhadap konsekuensi aqidah pun meningkat, dan aktifitasnya untuk mengajak manusia ke dalamnya juga meningkat, maka Allah akan mengangkat derajatnya, menaikkan pamornya, dan menyebarluaskan kemuliaannya di tengah khalayak, baik dalam skala individu maupun kelompok.

Hal itu karena aqidah yang benar merupakan hal terbaik yang didapatkan oleh hati dan dipahami oleh akal. Aqidah yang benar akan membuahkan pengetahuan yang bermanfaat dan akhlak yang luhur. Orang yang memilikinya akan mencapai puncak keutamaannya, sempurna kemuliaannya, dan tinggi derajatnya di tengah-tengah manusia.

Keutamaan sejati yang tidak tertandingi oleh keutamaan manapun dan kemuliaan tertinggi yang tidak bisa dicapai oleh kemuliaan manapun, sesungguhnya wujudnya adalah upaya mencapai kesempurnaan dan komitmen untuk menghiasi diri dengan keutamaan dan membersihkan diri dari kenistaan.

Kemuliaan seperti itulah yang bisa mengangkat hati, menyucikan jiwa, menjernihkan pandangan mata, dan mengantarkan pemiliknya kepada tujuan tertinggi dan tempat terhormat. Dan kemuliaan itulah yang bisa mengangkat umat ke puncak kejayaan dan kemuliaan. Sehingga, kehidupan yang baik bisa diraih di dunia dan kebahagiaan yang kekal bisa dirasakan di Akhirat. Dasar dan pondasi kemuliaan itu adalah aqidah yang benar yang dibangun di atas pondasi iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk, berikut pekerjaan-pekerjaan hati yang berporos pada kembali kepada Allah dan tertariknya seluruh dorongan hati kepada-Nya, disertai pelaksanaan terhadap syariat-syariat yang lahir, serta pemenuhan hak-hak seluruh makhluk.[19][19]

Allah Ta’ala berfirman,

“Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11)




Dialihbahasakan dari Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah : Mafhumuha  Khashaishuha wa Khashaishu Ahliha karya Syaikh Muhammad Ibrahim al-Hamd dan ditaqdim oleh al-Allamah Ibnu Bazz rahimahullahu

[20][1] Lihat Dakwah At-Tauhid karya Al-Harras, hal. 252-257; Rasa’il fi Al-Aqidah karya Syaikh Muhammad bin Utsaimin, hal. 43-44; Mabahits fi Aqidah Ahli Sunnah, hal. 29-34; dan Wujub Luzum Al-Jama’ah wa Tarki At-Tafarruq, DR. Jamal bin Ahmad bin Basyir Badi, hal. 286-287
[21][2] Lihat Ar-Rad Al-Kafi ‘Ala Mughalathati Ad-Duktur Ali Abdul Wahid Wafi karya Ihsan Ilahi Zhahir, hal. 211-216; Ushul Madzhab Asy-Syi’ah Al-Imamiyah Al-Itsnay ‘Asyariyah karya DR. Nashir Al-Qifari, 2/586, 588-609; dan Mas’alah At-Taqrib Baina Ahli Sunnah wa Asy-Syi’ah karya DR. Nashir Al-Qifari, 1/247
[22][3] Tentang komunisme lihat Madzahib Fikriyah Mu’ashirah, Muhammad Quthub, hal. 409; Al-Kaid Al-Ahmar, Abdurrahman Habankah Al-Maidani; Asy-Syuyu’iyah fi Mawazin Al-Islam, Labib As-Sa’id; dan Naqd Ushul Asy-Syuyu’iyah, Syaikh Shalih bin Sa’ad Al-Luhaidan. Tentang sekularisme lihat Al-Ilmaniyah DR. Safar bin Abdurrahman Al-Hawali, hal. 21-24, 132-134; dan Al-Ilmaniyah wa Tsimariha Al-Khabitsah, Syaikh Muhammad Syakir Asy-Syarif
[23][4] Lihat Al-Mahdi Haqiqah La Khurafah, Syaikh Muhammad bin Isma’il, hal. 14
[24][5] Lihat Al-Adillah wa Al-Qawathi’ wa Al-Barahin fi Ibthali Ushul Al-Mulhidin, Syaikh Ibnu Sa’di, hal. 309
[25][6] Lihat Shahih Muslim, Kitab Al-Iman, 1/36-38, no. 8
[26][7] Lihat Tarjih Asalib Al-Qur’an ‘Ala Asalib Al-Yunan, Ibnul Wazir, hal. 21-22
[27][8] Lihat Al-Adillah wa Al-Qawathi’ wa Al-Barahin, hal. 348
[28][9] Al-Mujaz fi Al-Madzhib wa Al-Adyan Al-Mu’ashirah, DR. Nashir Al-Aql, Dr. Nashir Al-Qifari, hal. 124; Aqidah Al-Imamiyah Inda Asy-Syi’ah Al-Itsnay Asyariyah, DR. Ali As-Salus, hal. 80-85; Aqidah Al-Imamah Inda Al-Ja’fariyah fi Dlau’I As-Sunnah, As-Salus, Badzlu Al-Majhud fi Musyabahati Ar-Rafidlah li Al-Yahud, Abdullah Al-Jumaili, 2/456-467. Dan lihat Al-Khuthuth Al-Aridlah, Muhibbuddin Al-Khathib, tahqiq: Muhammad Malullah, hal. 69, Asy-Syi’ah wa As-Sunnah, Ihsan Ilahi Dzahir, hal. 66, Asy-Syi’ah Al-Imamiyah Al-Itsnay Asyariyah fi Mizan Al-Islam, Rabi’ bin Muhammad As-Su’udi, hal. 190-193, dan Al-Khumaini wa Tafdlilu Al-A’immah ‘Ala Al-Anbiya’, Muhammad Malullah
[29][10] Lihat Hadzihi Hiya Ash-Shufiyah, Syaikh Abdurrahman Al-Wakil, hal. 74-75; dan Al-Fikr Ash-Shufi fi Dlau’I Al-Kitab wa As-Sunnah, Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, hal. 38
[30][11] Lihat Dar’u Ta’arudli Al-Aqli wa An-Naqli, 3/147, Al-Firaq Baina Auliya’ Ar-Rahman wa Auliya’ Asy-Syaithon, hal. 89; dan Ad-Durroh Al-Mukhtahsarah fi Mahasin Ad-Diin Al-Islami, Ibnu Sa’di, hal. 40
[31][12] Perjamuan Tuhan termasuk salah satu keyakinan umat Nashrani yang sesat. Hakikatnya, mereka beranggapan bahwa Yesus pernah mengumpulkan murid-muridnya pada malam hari sebelum penyalibannya. Konon, ketika itu Yesus membagikan khamr (minuman keras) dan roti kepada mereka. Yesus memotong-motong roti itu dan membagikannya kepada mereka untuk dimakan. Karena –menurut mereka- khamr mengisyaratkan darah Yesus dan roti mengisyaratkan jasadnya. Sehingga, barangsiapa memakan roti dan meminum khamr di gereja pada hari Paskah, maka makanan dan minuman itu akan berubah wujud di dalam dirinya. Jadi, seolah-olah ia memasukkan daging dan darah Yesus ke dalam perutnya, dan dengan demikian ia telah larut di dalam ajaran-ajarannya.

Keyakinan ini merupakan suatu perkara yang pasti ditolak oleh akal. Karena, mana mungkin bisa digambarkan bahwa roti dan khamr berubah wujud menjadi daging dan darah, sementara orang-orang yang makan itu merasakan cita rasa roti dan khamr pada umumnya?!

Dikatakan bahwa jasad Yesus itu satu, sedangkan Perjamuan Tuhan berjumlah ribuan setiap tahunnya dan tersebar di mana-mana. Lantas, mana mungkin jasad dan darahnya bisa dibagikan kepada semua orang?!

Sedangkan sertifikat pengampunan dosa merupakan salah satu lelucon gereja dan ketololan yang tidak akan sudi dilakukan oleh orang yang sedikit berakal sehat.

Hal itu semacam pembagian Surga dan memperjualbelikannya secara terbuka dengan menulis sertifikat untuk para pembeli, yang berisi perjanjian bahwa pihak gereja menjamin pihak pembeli akan mendapatkan ampunan atas dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang, dan dibebaskan dari segala bentuk kejahatan dan kesalahan yang lalu maupun yang akan datang.

Kemudian, apabila pihak pembeli sudah menerima sertifikat pengampunan dosa dan memasukkannya ke dalam tasnya, maka sejak saat itu yang bersangkutan telah bebas melakukan apa saja yang dilarang, dan dihalalkan baginya apa saja yang semula diharamkan.

Lihat Al-Ilmaniyah, hal. 99, 110-111, dan Muhadlarat fi An-Nashraniyah, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, hal. 114-115

[32][13] Al-Jawab Ash-Shahih li Man Baddala Diin Al-Masih, Ibnu Taimiyah, 2/155. Dan lihat Al-Hayara fi Ajwibati Al-Yahud wa An-Nashara, Ibnul Qayyim, hal. 321
[33][14] Lihat Ar-Radd ‘Ala Ar-Rafidlah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 31-32; dan At-Tasyayyu’ wa Asy-Syi’ah, Ahmad Al-Kasrawi, hal. 87
[34][15] Lihat Al-Harakat Al-Bathiniyah fi Al-Alam Al-Islami, DR. Muhammad bin Ahmad Al-Khathib, hal. 365
[35][16] Lihat An-Nushairiyah, DR. Suhair Al-Fiil, 2/93-103
[36][17] Lihat Al-Baha’iyah Naqd wa Tahlil, Ihsan Ilahi Zhahir, hal. 150; Aqidah Khatmi An-Nubuwwah, DR. Ahmad bin Sa’ad bin Hamdan, hal. 223; Al-Baha’iyah, Abdullah Al-Hamawi, hal. 31-38; Haqiqat Al-Babiyah wa Al-Baha’iyah, DR. Muhsin Abdul Hamid; dan Al-Baha’iyah, Muhibbuddin Al-Khathib, hal. 14-15
[37][18] Lihat Tsabat Al-Aqidah Al-Islamiyah Amama At-Tahaddiyat, Syaikh Abdullah Al-Ghunaiman
[38][19] Lihat Tanzih Ad-Diin wa Hamalatihi wa Rijalihi, Ibnu Sa’di, hal. 444; Al-Adillah wa Al-Barahin, hal. 303; dan Al-Adhomah, Muhammad Al-Khadlir Husain, hal. 24








































MAJELIS ILMU AL ISLAMI DI FACEBOOK